Jakarta (ANTARA) -
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Nurul Ghufron ungkap alasan minta masa jabatan pimpinan KPK ditambah
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan alasan dirinya meminta penambahan masa jabatan pimpinan lembaga antirasuah itu dari empat tahun menjadi lima tahun.
Ghufron mengatakan masa pemerintahan di Indonesia yang ditentukan dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945 adalah lima tahun. Oleh karena itu, dia menilai seluruh periodisasi pemerintahan semestinya juga selaras dengan ketentuan itu.
"Cita hukum, sebagaimana dalam Pasal 7 UUD 1945, masa pemerintahan di Indonesia adalah lima tahunan; sehingga semestinya seluruh periodisasi masa pemerintahan adalah lima tahun," kata Ghufron saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Dia menilai masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia. Jika hal itu tidak disamakan, lanjutnya, maka berpotensi melanggar prinsip keadilan.
"Misalnya Komnas HAM, ORI, KY, KPU, Bawaslu, dan lain-lain, semuanya lima tahun; karenanya, akan melanggar prinsip keadilan sebagaimana Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945 (inkonstitusional) jika tidak diperbaiki atau disamakan," tambahnya.
Selain itu, dia juga menilai masa jabatan pimpinan KPK yang saat ini adalah empat tahun akan menyulitkan sinkronisasi dengan evaluasi hasil kinerja pemberantasan korupsi. Hal itu merujuk pada ketentuan periodisasi perencanaan pembangunan nasional yang berlaku.
"Periodisasi perencanaan pembangunan nasional, sebagaimana Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 adalah RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 25 tahun, RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) lima tahun. Ini akan berkonsekuensi pada perencanaan monitoring dan evaluasi pembangunan. Maka, jika program pemberantasan korupsi empat tahunan, akan sulit dan tidak sinkron evaluasi hasil kinerja pemberantasan korupsinya," jelasnya.
Ghufron mengatakan masa pemerintahan di Indonesia yang ditentukan dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945 adalah lima tahun. Oleh karena itu, dia menilai seluruh periodisasi pemerintahan semestinya juga selaras dengan ketentuan itu.
"Cita hukum, sebagaimana dalam Pasal 7 UUD 1945, masa pemerintahan di Indonesia adalah lima tahunan; sehingga semestinya seluruh periodisasi masa pemerintahan adalah lima tahun," kata Ghufron saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Dia menilai masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia. Jika hal itu tidak disamakan, lanjutnya, maka berpotensi melanggar prinsip keadilan.
"Misalnya Komnas HAM, ORI, KY, KPU, Bawaslu, dan lain-lain, semuanya lima tahun; karenanya, akan melanggar prinsip keadilan sebagaimana Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945 (inkonstitusional) jika tidak diperbaiki atau disamakan," tambahnya.
Selain itu, dia juga menilai masa jabatan pimpinan KPK yang saat ini adalah empat tahun akan menyulitkan sinkronisasi dengan evaluasi hasil kinerja pemberantasan korupsi. Hal itu merujuk pada ketentuan periodisasi perencanaan pembangunan nasional yang berlaku.
"Periodisasi perencanaan pembangunan nasional, sebagaimana Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 adalah RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 25 tahun, RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) lima tahun. Ini akan berkonsekuensi pada perencanaan monitoring dan evaluasi pembangunan. Maka, jika program pemberantasan korupsi empat tahunan, akan sulit dan tidak sinkron evaluasi hasil kinerja pemberantasan korupsinya," jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Nurul Ghufron ungkap alasan minta masa jabatan pimpinan KPK ditambah