Karimun (ANTARA News) - DPRD Karimun berharap lintas lembaga mengawal realisasi program bedah rumah tidak layak huni yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karimun dan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2011 di Kabupaten Karimun.
''Harapan Program Bedah Rumah Tidak Layak Huni (PBRTLH) dikawal oleh lintas lembaga penegak hukum dan kontrol sosial, untuk memastikan agar pelaksanaan program itu betul-betul tepat sasaran," kata Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Karimun, Jamaluddin, di Gedung DPRD Karimun, Rabu.
Jamaluddin memaparkan berdasarkan informasi yang dihimpunnya di lapangan, pihaknya sudah menemukan sejumlah indikasi menyimpang dan data rumah tidak layak huni yang diserahkan pada kecamatan tidak terjamin akurasinya.
"Sebagai contoh di Kecamatan Tebing, sesuai rencana tahap pertama dana APBD Karimun dan Provinsi Kepri akan membiayai bedah rumah tidak layak huni sebanyak 600 unit. Sekitar 80 unit rumah terletak di Kecamatan Tebing. Berdasarkan informasi, di kecamatan itu ada 20 rumah yang sangat tidak layak huni yang harusnya mendapat prioritas utama untuk diperbaiki," katanya.
Namun, lanjut dia, tidak satupun dari 20 unit rumah itu tercatat dalam data yang telah diserahkan pada kecamatan.
Dirinya berkeyakinan bila pendataan dilakukan sesuai dengan tujuan program tersebut, ke-20 unit rumah yang sangat tidak layak itu mustahil luput dari pendataan.
"Dari 20 rumah itu sebanyak 13 di antaranya berlokasi di wilayah Teluk Uma, sisanya sebanyak 7 unit berlokasi di Ranggam," katanya.
Dia berpendapat petugas yang melakukan pendataan di lapangan harusnya mencatat sebanyak-banyaknya rumah yang tidak layak huni di wilayahnya, meski jumlah rumah yang akan diperbaiki sudah diketahui.
Kemudian hasil pendataan di lapangan diserahkan pada Dinas Sosial (Dinsos), setelah data diterima Dinsos bersama Dinas Pekerjaan Umum menindaklanjutinya dengan survei.
"Tujuannya untuk mengetahui secara pasti mana rumah yang harus mendapat prioritas untuk diperbaiki lengkap dengan alasan hasil analisis, sekaligus menghitung dan menyusun rencana anggaran biaya. Untuk memutuskan mana yang harus mendapat prioritas harus melibatkan banyak pihak termasuk lembaga kontrol sosial yang ada di wilayah tersebut," tuturnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, indikasi program itu sarat penyimpangan karena nilai rehab satu unit rumah cukup besar dan sedikitnya pihak yang dilibatkan dalam pendataan memberi peluang besar bagi petugas di lapangan maupun kelompok yang akan melaksanakan rehab untuk bermain "mata".
"Pemerintah telah menetapkan biaya rehab satu unit rumah sebanyak Rp20 juta, minimnya pihak yang dilibatkan dalam pendataan dan pengawasan sangat berpeluang program itu diperuntukkan bagi kenalan dan sanak saudara petugas. Hal itulah yang harus diantisipasi oleh lintas lembaga sehingga program itu dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan bersama," jelasnya.
Keberadaan data 20 unit rumah yang sangat tidak layak huni namun tidak tercatat dalam pendataan rehab pertama juga dibenarkan anggota DPRD Karimun dari Fraksi Golkar, Rosmeri.
"Validasi data pencatatan rumah tidak layak huni yang diserahkan pada kecamatan itu, memang layak dipertanyakan. Kami akan terus mengawasi pelaksanaan program bedah rumah itu," katanya.
Dia juga mengimbau lintas lembaga untuk turut mengawasi secara ketat pelaksanaan program itu.
"Kami tidak ingin pelaksanaan program bedah rumah akan menguntungkan pihak-pihak tertentu, kami berharap dengan dilaksanakannya program itu dapat mengurangi jumlah rumah yang tidak layak huni di Kabupaten Karimun dan diberikan pada masyarakat yang benar-benar berhak," ujarnya.
(ANT-HAM/Z003/Btm3)
''Harapan Program Bedah Rumah Tidak Layak Huni (PBRTLH) dikawal oleh lintas lembaga penegak hukum dan kontrol sosial, untuk memastikan agar pelaksanaan program itu betul-betul tepat sasaran," kata Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Karimun, Jamaluddin, di Gedung DPRD Karimun, Rabu.
Jamaluddin memaparkan berdasarkan informasi yang dihimpunnya di lapangan, pihaknya sudah menemukan sejumlah indikasi menyimpang dan data rumah tidak layak huni yang diserahkan pada kecamatan tidak terjamin akurasinya.
"Sebagai contoh di Kecamatan Tebing, sesuai rencana tahap pertama dana APBD Karimun dan Provinsi Kepri akan membiayai bedah rumah tidak layak huni sebanyak 600 unit. Sekitar 80 unit rumah terletak di Kecamatan Tebing. Berdasarkan informasi, di kecamatan itu ada 20 rumah yang sangat tidak layak huni yang harusnya mendapat prioritas utama untuk diperbaiki," katanya.
Namun, lanjut dia, tidak satupun dari 20 unit rumah itu tercatat dalam data yang telah diserahkan pada kecamatan.
Dirinya berkeyakinan bila pendataan dilakukan sesuai dengan tujuan program tersebut, ke-20 unit rumah yang sangat tidak layak itu mustahil luput dari pendataan.
"Dari 20 rumah itu sebanyak 13 di antaranya berlokasi di wilayah Teluk Uma, sisanya sebanyak 7 unit berlokasi di Ranggam," katanya.
Dia berpendapat petugas yang melakukan pendataan di lapangan harusnya mencatat sebanyak-banyaknya rumah yang tidak layak huni di wilayahnya, meski jumlah rumah yang akan diperbaiki sudah diketahui.
Kemudian hasil pendataan di lapangan diserahkan pada Dinas Sosial (Dinsos), setelah data diterima Dinsos bersama Dinas Pekerjaan Umum menindaklanjutinya dengan survei.
"Tujuannya untuk mengetahui secara pasti mana rumah yang harus mendapat prioritas untuk diperbaiki lengkap dengan alasan hasil analisis, sekaligus menghitung dan menyusun rencana anggaran biaya. Untuk memutuskan mana yang harus mendapat prioritas harus melibatkan banyak pihak termasuk lembaga kontrol sosial yang ada di wilayah tersebut," tuturnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, indikasi program itu sarat penyimpangan karena nilai rehab satu unit rumah cukup besar dan sedikitnya pihak yang dilibatkan dalam pendataan memberi peluang besar bagi petugas di lapangan maupun kelompok yang akan melaksanakan rehab untuk bermain "mata".
"Pemerintah telah menetapkan biaya rehab satu unit rumah sebanyak Rp20 juta, minimnya pihak yang dilibatkan dalam pendataan dan pengawasan sangat berpeluang program itu diperuntukkan bagi kenalan dan sanak saudara petugas. Hal itulah yang harus diantisipasi oleh lintas lembaga sehingga program itu dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan bersama," jelasnya.
Keberadaan data 20 unit rumah yang sangat tidak layak huni namun tidak tercatat dalam pendataan rehab pertama juga dibenarkan anggota DPRD Karimun dari Fraksi Golkar, Rosmeri.
"Validasi data pencatatan rumah tidak layak huni yang diserahkan pada kecamatan itu, memang layak dipertanyakan. Kami akan terus mengawasi pelaksanaan program bedah rumah itu," katanya.
Dia juga mengimbau lintas lembaga untuk turut mengawasi secara ketat pelaksanaan program itu.
"Kami tidak ingin pelaksanaan program bedah rumah akan menguntungkan pihak-pihak tertentu, kami berharap dengan dilaksanakannya program itu dapat mengurangi jumlah rumah yang tidak layak huni di Kabupaten Karimun dan diberikan pada masyarakat yang benar-benar berhak," ujarnya.
(ANT-HAM/Z003/Btm3)