Doha (ANTARA) - Sekjen PBB Antonio Guterres pada Ahad kembali menyampaikan seruannya untuk gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza di tengah pemboman Israel di wilayah kantong Palestina yang terkepung itu.

Saat berbicara di Forum Doha di Qatar, Guterres mengkritik sikap diam Dewan Keamanan PBB atas konflik Gaza.

“Serangan mengerikan yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober, diikuti dengan pemboman tanpa henti oleh Israel di Gaza justru ditanggapi dengan sikap diam Dewan. Setelah lebih dari satu bulan, Dewan akhirnya mengeluarkan resolusi, dan saya menyambut baik (resolusi itu),” ujarnya.

Pada 15 November 2023, Dewan Keamanan PBB telah menghasilkan satu resolusi yang menyerukan jeda kemanusiaan di Jalur Gaza. Resolusi itu adalah pertama kalinya sejak perang Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober 2023.

Namun, resolusi itu tak lantas langsung menghentikan agresi Israel di Jalur Gaza.

“Penundaan (gencatan senjata) ini menimbulkan dampak buruk, otoritas dan kredibilitas Dewan telah sangat ternodai, dan resolusi itu tidak dilaksanakan,” tambahnya.

Guterres menekankan bahwa warga sipil di Gaza tidak memiliki jaminan keamanan dan perlindungan.

“Jumlah korban sipil di Gaza dalam waktu sesingkat ini benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya, menambahkan bahwa sistem layanan kesehatan dalam ambang kehancuran.

Sekjen PBB memperkirakan ketertiban umum akan segera runtuh. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah, termasuk wabah penyakit dan peningkatan tekanan untuk mengusir orang-orang dari Gaza ke Mesir.

Guterres meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan tegas guna mencegah terjadinya bencana kemanusiaan.

Dia juga menegaskan kembali seruannya agar gencatan senjata kemanusiaan segera dideklarasikan.

“Sayangnya, Dewan Keamanan gagal melakukannya, tetapi ini bukan berarti membuat (seruan gencatan senjata) menjadi kurang penting, saya berjanji tidak akan menyerah,” tambahnya.

Amerika Serikat memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB pada Jumat yang menuntut gencatan senjata segera untuk menghentikan pertumpahan darah yang sedang berlangsung di Jalur Gaza ketika jumlah korban tewas terus meningkat.

Sementara itu, dalam pemberitaan sebelumnya disebutkan pelapor khusus PBB untuk wilayah-wilayah pendudukan Palestina, Francesca Albanese, mengatakan bahwa kritik terhadap aksi Israel di Jalur Gaza tak seharusnya disamakan dengan tindakan antisemitisme.

Dalam wawancara bersama Anadolu, Albanese berpendapat bahwa mencap semua kritik terhadap Israel sebagai antisemitisme akan membatasi kebebasan berbicara, kebebasan mengkritik, dan menciptakan impunitas.

Sejak menjabat pada 2022, Albanese telah menjadi pusat perhatian karena sikapnya yang terang-terangan menentang pendudukan Israel. Ia juga kerap mendapat kritik dari media Barat karena menyoroti kejahatan perang yang dilakukan Israel.

“Jadi masalah pertama adalah penggunaan senjata anti-semitisme dan menghubung-hubungkan kritik terhadap aksi-aksi Israel versus Palestina dengan anti-semitisme," kata dia.

Mengenai serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, Albanese mengutuk serangan tersebut sebagai kejahatan serius. Namun, dia juga mengkritik Israel karena memberikan respons yang tidak seimbang.

"Saya tidak mengatakan bahwa Israel tidak mempunyai hak untuk melindungi diri atau melakukan operasi yang menargetkan militan Hamas. Namun, apa yang dilakukan Israel adalah menghukum seluruh penduduk, warga sipil di Gaza," ujarnya.

"Israel telah menghancurkan 50 persen infrastruktur sipil, membom pemukiman, melancarkan perang terhadap penduduk yang terjebak di wilayah seluas 360 kilometer persegi, melakukan pemboman besar-besaran di wilayah tersebut," tambah dia.

Sumber: Anadolu



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Sekjen PBB kembali memohon untuk gencatan senjata di Gaza usai veto AS

Pewarta : Shofi Ayudiana
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2025