Tanjungpinang (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Hotman Hutapea menyatakan, nasib beberapa proyek pembangunan pusat pemerintahan di Pulau Dompak, Tanjungpinang, berada di tangan pemerintah pusat, karena harus memiliki payung hukum jika ingin dilanjutkan.
"Pemerintah Kepulauan Riau (Kepri) khawatir akan menimbulkan permasalahan hukum jika beberapa proyek pembangunan pusat pemerintahan di Pulau Dompak yang penyelesaiannya belum mencapai 60 persen dilanjutkan kembali," kata Hotman Hutapea yang juga anggota Komisi III DPRD Kepri di Tanjungpinang, Kamis.
Dia menyarankan proyek tersebut dilanjutkan setelah Pemerintah Kepri memiliki payung hukum yang kuat.
Proyek yang penyelesaiannya belum mencapai 60 persen adalah jembatan I penghubung Tanjungpinang-Pulau Dompak dan gedung Lembaga Adat Melayu (LAM). Sedangkan pengerjaan proyek lainnya, seperti Kantor Pemerintah Kepri, masjid, Kantor DPRD Kepri, jembatan II dan III, Kampus Universitas Maritim Raja Ali Haji dan RSUD Kepri sudah hampir selesai.
Proyek pembangunan pusat Pemerintahan Kepri di Pulau Dompak menelan anggaran sebesar Rp1,3 triliun, yang mulai dikerjakan tahun 2007 dan berakhir 19 Agustus 2010. Masa pengerjaaan proyek tersebut diperpanjang karena hampir seluruh proyek tidak selesai dikerjakan hingga batas waktu yang telah ditentukan.
"Kami minta pemerintah berhati-hati dalam menangani proyek jembatan I dan gedung LAM. Kami menginginkan proyek tersebut tetap dilaksanakan sehingga tidak menimbulkan kerugian materi bagi pemerintah dan masyarakat," ujarnya.
Pemerintah dan DPRD Kepri dalam kondisi dilematis dalam menangani proyek pembangunan jembatan I dan gedung LAM. Berdasarkan ketentuan, pemerintah wajib memberikan sanksi berupa pemutusan kontrak kerja sama dengan perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut.
Pemutusan kontrak akan membebani anggaran dan memakan waktu yang lama, karena pemerintah harus melelang proyek itu kembali. Kemungkinan perusahaan baru yang memenangkan lelang tersebut juga akan mendesain ulang pembangunan jembatan I dan gedung LAM sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan proyek tersebut.
Sementara jika proyek itu tetap dilaksanakan oleh perusahaan yang lama, maka kebijakan pemerintah tersebut tidak sesuai dengan ketentuan. Kecuali kebijakan itu mendapat restu dari pemerintah pusat dan aparat penegak hukum.
Pengerjaan proyek oleh perusahaan yang lama, kata dia, dapat menghemat anggaran dan waktu, karena perusahaan tersebut tinggal melanjutkan kembali kewajibannya. Namun pemerintah tetap harus memberi sanksi administrasi kepada perusahaan tersebut, karena tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Secara pribadi saya setuju jika perusahaan yang sama melanjutkan kembali pembangunan jembatan I dan gedung LAM, karena akan menghemat anggaran dan waktu. Namun pemerintah harus mendapatkan payung hukum dan restu dari aparat penegak hukum sebelum melanjutkan proyek itu kembali," katanya. (ANT-NP/S023/Btm2)
"Pemerintah Kepulauan Riau (Kepri) khawatir akan menimbulkan permasalahan hukum jika beberapa proyek pembangunan pusat pemerintahan di Pulau Dompak yang penyelesaiannya belum mencapai 60 persen dilanjutkan kembali," kata Hotman Hutapea yang juga anggota Komisi III DPRD Kepri di Tanjungpinang, Kamis.
Dia menyarankan proyek tersebut dilanjutkan setelah Pemerintah Kepri memiliki payung hukum yang kuat.
Proyek yang penyelesaiannya belum mencapai 60 persen adalah jembatan I penghubung Tanjungpinang-Pulau Dompak dan gedung Lembaga Adat Melayu (LAM). Sedangkan pengerjaan proyek lainnya, seperti Kantor Pemerintah Kepri, masjid, Kantor DPRD Kepri, jembatan II dan III, Kampus Universitas Maritim Raja Ali Haji dan RSUD Kepri sudah hampir selesai.
Proyek pembangunan pusat Pemerintahan Kepri di Pulau Dompak menelan anggaran sebesar Rp1,3 triliun, yang mulai dikerjakan tahun 2007 dan berakhir 19 Agustus 2010. Masa pengerjaaan proyek tersebut diperpanjang karena hampir seluruh proyek tidak selesai dikerjakan hingga batas waktu yang telah ditentukan.
"Kami minta pemerintah berhati-hati dalam menangani proyek jembatan I dan gedung LAM. Kami menginginkan proyek tersebut tetap dilaksanakan sehingga tidak menimbulkan kerugian materi bagi pemerintah dan masyarakat," ujarnya.
Pemerintah dan DPRD Kepri dalam kondisi dilematis dalam menangani proyek pembangunan jembatan I dan gedung LAM. Berdasarkan ketentuan, pemerintah wajib memberikan sanksi berupa pemutusan kontrak kerja sama dengan perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut.
Pemutusan kontrak akan membebani anggaran dan memakan waktu yang lama, karena pemerintah harus melelang proyek itu kembali. Kemungkinan perusahaan baru yang memenangkan lelang tersebut juga akan mendesain ulang pembangunan jembatan I dan gedung LAM sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan proyek tersebut.
Sementara jika proyek itu tetap dilaksanakan oleh perusahaan yang lama, maka kebijakan pemerintah tersebut tidak sesuai dengan ketentuan. Kecuali kebijakan itu mendapat restu dari pemerintah pusat dan aparat penegak hukum.
Pengerjaan proyek oleh perusahaan yang lama, kata dia, dapat menghemat anggaran dan waktu, karena perusahaan tersebut tinggal melanjutkan kembali kewajibannya. Namun pemerintah tetap harus memberi sanksi administrasi kepada perusahaan tersebut, karena tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Secara pribadi saya setuju jika perusahaan yang sama melanjutkan kembali pembangunan jembatan I dan gedung LAM, karena akan menghemat anggaran dan waktu. Namun pemerintah harus mendapatkan payung hukum dan restu dari aparat penegak hukum sebelum melanjutkan proyek itu kembali," katanya. (ANT-NP/S023/Btm2)