Yerusalem / Istanbul (ANTARA) - Israel dikabarkan berencana memasukkan Kota Rafah di Gaza selatan ke dalam zona penyangga yang sedang dibangun di sepanjang perbatasan, demikian laporan media Israel pada Rabu (9/4).

Harian Haaretz melaporkan bahwa pihak militer Israel tengah menciptakan zona penyangga di Gaza yang mencakup area seluas 75 kilometer persegi, atau sekitar seperlima dari total wilayah Palestina tersebut.

“Langkah ini secara efektif akan menjadikan Gaza sebagai sebuah daerah kantong (enklaf) yang dikelilingi wilayah di bawah kendali Israel, serta memutus aksesnya dari perbatasan Mesir,” tulis Haaretz.

Wilayah tersebut terletak antara Koridor Philadelphi di selatan dan Jalur Morag di utara. Sebelum pecahnya perang Israel pada Oktober 2023, kawasan ini dihuni sekitar 200.000 warga Palestina.

“Namun dalam beberapa pekan terakhir, kawasan tersebut nyaris sepenuhnya kosong akibat kehancuran besar yang disebabkan oleh serangan militer Israel,” lanjut laporan itu.

Harian tersebut juga menyebutkan bahwa jika Rafah dimasukkan ke dalam zona penyangga, hal itu akan memungkinkan Israel merebut wilayah yang lebih luas di Gaza.

“Dalam beberapa hal, tampaknya militer Israel ingin menerapkan strategi yang sama seperti yang mereka lakukan di Gaza utara,” tambahnya.

Sebagai bagian dari persiapan, militer Israel dilaporkan tengah memperluas Jalur Morag, yang memisahkan Rafah dan Khan Younis di Gaza selatan, dengan merobohkan bangunan-bangunan yang berada di sepanjang jalur tersebut.

Haaretz menyebut langkah baru itu sebagai bagian dari upaya Israel untuk meningkatkan tekanan terhadap kelompok perlawanan Palestina, Hamas.

Belum ada konfirmasi resmi dari militer Israel terkait rencana memasukkan Rafah ke dalam zona penyangga tersebut.

 



Israel tolak...


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan pada Rabu (9/4) bahwa otoritas Israel telah menolak setidaknya 68 persen dari upaya mereka untuk mengoordinasikan akses bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza sejak 18 Maret lalu.

Mengutip data dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan bahwa operasi kemanusiaan di Gaza saat ini mengalami "kendala berat".

“Hal ini disebabkan oleh meluasnya operasi militer serta blokade terhadap bantuan kemanusiaan dan barang-barang komersial yang telah berlangsung selama lebih dari lima pekan,” ujar Dujarric dalam konferensi pers.

Ia juga mengungkapkan bahwa telah terjadi “serangan mematikan terhadap pekerja kemanusiaan dan fasilitas bantuan.”

“Hanya sejak kemarin, otoritas Israel telah menolak delapan dari 14 upaya petugas bantuan PBB untuk mengakses warga yang membutuhkan pertolongan darurat,” lanjutnya.

Dujarric menegaskan bahwa “sejak eskalasi konflik pada 18 Maret, otoritas Israel telah menolak 68 persen dari 170 upaya PBB untuk menjangkau warga di berbagai wilayah Gaza dan menyalurkan bantuan kemanusiaan.”

Ia juga mencatat bahwa Israel terus “menolak seluruh upaya untuk mengambil pasokan bantuan yang telah masuk ke Gaza dan diturunkan di titik perbatasan sebelum penutupan pengiriman barang pada 2 Maret.”

“Penolakan-penolakan itu menghambat para pekerja kemanusiaan menjalankan misi penting yang menyelamatkan nyawa,” tegasnya.

Meskipun kondisi semakin sulit, Dujarric menambahkan bahwa “PBB dan mitra-mitra kemanusiaannya tetap berkomitmen untuk bertahan dan terus menyalurkan bantuan.”

 

Sumber: Anadolu


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Israel berencana jadikan Rafah sebagai zona penyangga di Jalur Gaza

Pewarta : Primayanti
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2025