Tanjungpinang (Antara Kepri) - Anggota Komisi 1 DPRD Kota Tanjungpinang, Fengky Fesinto mengharapkan pemerintah bersikap tegas terhadap status kepemilikan tanah, khususnya yang ada di wilayah Tanjungpinang.
"Karena kalau tegas menjalankan hukum, maka masyarakat akan tertib. Tapi kalau pemerintah bersikap netral tentunya akan timbul perselisihan dalam masyarakat itu sendiri," kata Fengky Fesinto.
Sebagaimana kondisi lahan PT Citra Daya Aditya (CDA) yang menurut masyarakat tempatan terindikasi sebagai tanah terlantar seluas 250,2 hektare di Km 15 Kelurahan Air Raja Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Menurut politisi Hanura tersebut, sebenarnya tidak ada istilah tanah terlantar seperti yang dibicarakan masyarakat wilayah itu.
"Karena yang berhak memberikan status tanah itu terlantar atau tidak adalah pemerintah dengan panitia khususnya, " kata Fengky.
Tidak bisa orang per orang, bahkan rakyat sekalipun dengan suara massa menyatakan tanah tersebut sebagai tanah terlantar.
"Karena, kalau pernyataan masyarakat tersebut dipakai, tentu akan menyebabkan kekacauan, serta terjadi penjarahan tanah yang sebenarnya tanah tersebut telah dimiliki orang lain," paparnya.
Juga, kata dia lagi, akan menimbulkan persepsi yang berbeda-beda antara masyarakat dengan pihak perusahaan lahan terkait seandainya pemerintah netral dan tidak tegas dalam hal ini.
"Karena masing-masing akan menyatakan dan memberikan argumentasi yang paling kuat untuk bisa memperoleh hak tanah tersebut," tegasnya.
Sementara, BPN yang diharapkan hadir pada pertemuan pembahasan lahan milik perusahaan PT CDA, tidak tampak dalam pertemuan di DPRD Kota Tanjungpinang bersama masyarakat dan Pemkot Tanjungpinang (2/3).
Yang sebenarnya, tegas Fengky, perlunya kehadiran negara dalam hal ini BPN untuk menyatakan kesesuaian hukum dan dokumen yang berhak memperoleh tanah tersebut. Sekalipun tanah itu tidak pernah digarap, belum tentu hak kepemilikannya lepas.
"Dalam hukum terjadinya pemindahan hak atas tanah ada dua kemungkinan, pertama yang bersankutan melepaskan haknya secara sukarela, dan kedua ada satu perbuatan hukum yang mendahuluinya, seperti transaksi jual beli atau hibah," paparnya.
Lagi pula, lanjut dia, kalau tanah tersebut dinyatakan terlantar oleh pemerintah, tentu kembali lagi ke negara, tidak bisa langsung divonis atau diambil alih oleh pribadi atau per kelompok.
"Dalam permasalahan ini, saya cenderung kita sebagai masyarakat harus mengikuti hukum, karena setelah tanah itu kembali lagi ke pemerintah, barulah masyarakat bisa mengajukan untuk memperolehnya, dan negara tentu akan memberikan hak tanah tersebut kepada masyarakat," tegasnya. (Antara)
Editor: Rusdianto
"Karena kalau tegas menjalankan hukum, maka masyarakat akan tertib. Tapi kalau pemerintah bersikap netral tentunya akan timbul perselisihan dalam masyarakat itu sendiri," kata Fengky Fesinto.
Sebagaimana kondisi lahan PT Citra Daya Aditya (CDA) yang menurut masyarakat tempatan terindikasi sebagai tanah terlantar seluas 250,2 hektare di Km 15 Kelurahan Air Raja Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Menurut politisi Hanura tersebut, sebenarnya tidak ada istilah tanah terlantar seperti yang dibicarakan masyarakat wilayah itu.
"Karena yang berhak memberikan status tanah itu terlantar atau tidak adalah pemerintah dengan panitia khususnya, " kata Fengky.
Tidak bisa orang per orang, bahkan rakyat sekalipun dengan suara massa menyatakan tanah tersebut sebagai tanah terlantar.
"Karena, kalau pernyataan masyarakat tersebut dipakai, tentu akan menyebabkan kekacauan, serta terjadi penjarahan tanah yang sebenarnya tanah tersebut telah dimiliki orang lain," paparnya.
Juga, kata dia lagi, akan menimbulkan persepsi yang berbeda-beda antara masyarakat dengan pihak perusahaan lahan terkait seandainya pemerintah netral dan tidak tegas dalam hal ini.
"Karena masing-masing akan menyatakan dan memberikan argumentasi yang paling kuat untuk bisa memperoleh hak tanah tersebut," tegasnya.
Sementara, BPN yang diharapkan hadir pada pertemuan pembahasan lahan milik perusahaan PT CDA, tidak tampak dalam pertemuan di DPRD Kota Tanjungpinang bersama masyarakat dan Pemkot Tanjungpinang (2/3).
Yang sebenarnya, tegas Fengky, perlunya kehadiran negara dalam hal ini BPN untuk menyatakan kesesuaian hukum dan dokumen yang berhak memperoleh tanah tersebut. Sekalipun tanah itu tidak pernah digarap, belum tentu hak kepemilikannya lepas.
"Dalam hukum terjadinya pemindahan hak atas tanah ada dua kemungkinan, pertama yang bersankutan melepaskan haknya secara sukarela, dan kedua ada satu perbuatan hukum yang mendahuluinya, seperti transaksi jual beli atau hibah," paparnya.
Lagi pula, lanjut dia, kalau tanah tersebut dinyatakan terlantar oleh pemerintah, tentu kembali lagi ke negara, tidak bisa langsung divonis atau diambil alih oleh pribadi atau per kelompok.
"Dalam permasalahan ini, saya cenderung kita sebagai masyarakat harus mengikuti hukum, karena setelah tanah itu kembali lagi ke pemerintah, barulah masyarakat bisa mengajukan untuk memperolehnya, dan negara tentu akan memberikan hak tanah tersebut kepada masyarakat," tegasnya. (Antara)
Editor: Rusdianto