Natuna (ANTARA) - Direktur Jendral Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan l, M. Zulficar Mochtar menegaskan penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang masih tetap dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 71 Tahun 2016.

"Berdasarkan Permen tersebut, sampai hari ini cantrang masih dilarang, itu masih berlaku dan belum dicabut," tegas Zulficar saat melakukan diskusi bersama nelayan Natuna melalui program Kopi Pagi dengan tema Kisruh Penolakan Nelayan Pantura ke Natuna yang diselenggarakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Ranai, kerjasama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Natuna di Pelabuhan Nelayan Lubuk Lumbang, Pring, Kelurahan Bandarsyah, Bunguran Timur, Natuna, Jum'at.

Menanggapi hal tersebut, Rodhial Huda mewakili nelayan Natuna dalam dialog tersebut menyampaikan terima kasih kepada Dirjen perikanan tangkap KKP RI, M. Zulficar Mochtar atas penegasan tersebut, sebelumnya Ketua Aliansi Nelayan Indonesia, Riyono mengatakan alat tangkap cantrang tidak dilarang.

"Bicara NKRI, kami lebih NKRI, dan lebih merah putih, Natuna meskipun di perbatasan jangan ragukan itu, terima kasih pak Dirjen atas penjelasannya membuat kami agak lega, tidak seperti yang dikatakan ketua ANNI tadi, demi NKRI tidak lalu kita juga membenarkan kegiatan merusak," kata Rodhial.

Sebelumnya, pada kesempatan yang sama melaui sambungan telepon, Ketua Aliansi Nelayan Indonesia, Riyono saat berdialog bersama nelayan Natuna mengaku sejak tahun 2016 penggunaan alat tangkap  cantrang tidak dilarang dan masih tetap beroperasi hingga sekarang.

" Misi kita adalah merah putih, NKRI, kita telah melakukan rapat bersama KKP pusat untuk membicarakan mobililisasi ke Natuna, kami akan memanfaatkan potensi di laut natuna utara," kata Riyono.

Menurutnya, perlu adanya komunikasi antara mereka dengan nelayan Natuna, Ia juga menyampaikan pada prinsipnya mereka membuka diri untuk berkaloborasi dengan nelayan Natuna.

"Cantrang sampai saat ini masih di izinkan, dari priode pertama Bapak Jokowi cantrang masih di izinkan," kata Riyono.

Selanjutnya ia menyampaikan bahwa mereka sudah siap untuk membicarakan dan turun beroperasi di Laut Natuna Utara jika diizinkan oleh pemerintah pusat.

"Harusnya dari pemerintah dan nelayan Natuna lebih meningkatkan komunikasi ke pemerintah pusat," tutupnya.

Menanggapi pernyataan itu, Nelayan Natuna, Tedi, langsung mengatakan alasan atas nama NKRI itu sudah menjadi alasan klasik bagi para pihak tertentu.

"Itu hanya alasan mereka saja, kami tidak mau laut Natuna  jadi seperti laut Jawa, pantura sana, sudah tidak ada ikannya lagi akibat ulah nelayan mereka sendiri, intinya kami menolak mereka beroperasi ke sini, kami menjaga keberlanjutan dan ramah lingkungan," tegasnya.

Untuk diketahui, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

BAB V. Alat Penangkapan Ikan yang mengganggu dan merusak pasal 21, ayat 1 menyatakan API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumberdaya ikan merupakan API yang dioperasikan sebagai berikut: a. Mengancam kepunahan biota, b. Mengakibatkan kehancuran habitat, dan c. Membahayakan keselamatan pengguna.

Ayat 2, API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumberdaya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari, poin (a) pukat tarik (seine nets) yang meliputi dogol (danish seines), scottish seines, Pair seines, cantrang dan lampara dasar.

Ditegaskan lagi pada Ayat 3 menyebitkan pengaturan API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagai mana di maksud ayat 1 dilarang dioperasikan pada semua jalur penangkapan ikan di seluruh WPPNRI sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.

Ayat 2 tidak hanya poin a, namun masih ada poin b dan c menerangkan berbagai alat yang juga dilarang untuk dioperasikan di wilayah perairan Negara Republik Indonesia.

 

Pewarta : Cherman
Editor : Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024