KEF 2025, Hilirisasi perikanan bisa jadi mesin baru pertumbuhan ekonomi Kepri

id Kepri,batam ,BI Kepri,bank indonesia kepri,Kepri Economic Forum (KEF) 2025,ekonomi biru ,perikanan ,hilirisasi,bi kepri

KEF 2025, Hilirisasi perikanan bisa jadi mesin baru pertumbuhan ekonomi Kepri

Tangkapan layar dari Youtube yang menampilkan Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dalam kegiatan Kepri Economic Forum (KEF) 2025 yang diselenggarakan Bank Indonesia Kepri (4/11/2025). (ANTARA/ Jessica Hidayat)

Batam (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dalam kegiatan Kepri Economic Forum (KEF) 2025 yang diselenggarakan Bank Indonesia Kepri, menyampaikan hilirisasi perikanan bisa menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi di wilayah setempat.

Josua di Batam, Selasa, mengatakan sektor perikanan mempunyai potensi yang cukup besar, tapi belum dikelola dengan optimal.

Sektor perikanan disebut menjadi penyumbang terbesar di bidang agrikultur Kepri dengan kontribusi 1,78 persen pada 2024, mengungguli subsektor perkebunan dan peternakan.

“Namun, potensi ini belum dioptimalkan sepenuhnya, karena fokus ekonomi daerah masih bertumpu pada manufaktur elektronik di Batam,” kata Josua.

Maka dari itu, Provinsi Kepri perlu segera mengembangkan sektor perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru di luar industri manufaktur Batam.

“Langkah ini dinilai penting untuk mengurangi ketergantungan ekonomi daerah terhadap satu wilayah dan satu sektor yang selama ini menjadi tulang punggung utama Kepri,” ujar Josua.

Menurutnya, selama ini struktur ekonomi Kepri masih sangat bergantung pada tiga sektor besar, di antaranya manufaktur yang menyumbang 41 persen terhadap PDRB, konstruksi sebesar 20 persen, dan pertambangan.

Dari sisi wilayah, Kota Batam menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar sejak 2011 hingga 2024, sementara kontribusi kabupaten lain relatif kecil.

“Ketergantungan ekonomi Kepri terhadap Batam sangat tinggi. Jika terjadi guncangan eksternal di Batam, dampaknya langsung terasa ke seluruh provinsi. Karena itu, Kepri perlu menyiapkan sumber pertumbuhan baru yang lebih berkelanjutan, dan salah satunya adalah sektor perikanan,” ujar dia.

Subsektor manufaktur elektronik sendiri berkontribusi hingga 66 persen terhadap total industri manufaktur Kepri, dengan pertumbuhan mencapai 8 persen pada 2024.

Meski kontribusinya besar, Josua menilai dominasi industri ini belum cukup menjamin keberlanjutan ekonomi daerah dalam jangka panjang.

“Selama ini kinerja ekspor Kepri masih didominasi produk elektronik. Padahal, dari 20 besar komoditas ekspor, produk perikanan belum masuk di dalamnya. Ke depan, industri pengolahan ikan perlu dikembangkan agar menjadi komoditas ekspor unggulan baru,” kata dia.

Lebih lanjut, Josua menjelaskan pentingnya penerapan konsep ekonomi biru (blue economy) sebagai arah pembangunan Kepri ke depan.

Konsep ini menekankan pengelolaan sumber daya laut secara bertanggung jawab, efisien, dan berkelanjutan, di mana setiap hasil laut dimanfaatkan seoptimal mungkin, bahkan limbahnya dijadikan bahan baku industri lain.

“Ekonomi biru telah menjadi tren global. Di Eropa pengembangannya sudah maju, sementara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, masih pada tahap menengah. Kepri memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pionir ekonomi biru di Indonesia,” kata dia.

Merujuk laporan OECD 2016, industri pengolahan ikan diproyeksikan menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi kedua secara global setelah energi angin lepas pantai, seiring meningkatnya kebutuhan protein dunia.

Hal ini menunjukkan bahwa perikanan bisa menjadi sektor strategis bagi Kepri di masa mendatang.

Josua juga menilai Indonesia merupakan pemain global dalam pemenuhan dalam sektor perikanan, dan Kepri mempunyai posisi strategis terhadap hal itu.

“Secara nasional, Indonesia menempati posisi produsen udang terbesar keempat dan penghasil rumput laut nomor dua di dunia, dengan produksi perikanan tangkap mencapai 6,84 juta ton per tahun,” ujar dia.

Dengan letak geografis Kepri yang strategis di jalur perdagangan internasional, ia menilai provinsi ini memiliki peluang besar menjadi simpul penting industri pengolahan hasil laut nasional.

Josua juga menegaskan bahwa keberhasilan hilirisasi perikanan tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan daerah, tetapi perlu dukungan dan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku industri.

Pembangunan infrastruktur kelautan dan pemerataan investasi di luar Batam, seperti di Lingga dan Anambas, dinilai penting untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan.

“Investasi di Kepri masih terkonsentrasi di Batam. Padahal, wilayah lain punya potensi besar di sektor perikanan. Pemerintah harus mampu mengarahkan investasi ke daerah pesisir agar ekonomi Kepri lebih inklusif,” kata Josua.

Pewarta :
Editor: Yuniati Jannatun Naim
COPYRIGHT © ANTARA 2025


Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE