Peran Ibu di tengah zaman

id Ibu ,hari ibu,zaman baru

Peran Ibu di tengah zaman

Refleksi Hari Ibu adalah tentang memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi berikutnya. ANTARA/ (Sizuka)

Hari Ibu kerap hadir sebagai seremoni tahunan yang penuh bunga, ucapan terima kasih, dan nostalgia tentang sosok perempuan di dalam rumah.

Namun, di balik perayaan itu, realitas keibuan hari ini bergerak jauh lebih kompleks. Ibu tidak lagi hanya berdiri di dapur atau ruang keluarga, tetapi juga berada di garis depan persoalan sosial, pendidikan, kesehatan, hingga perlindungan anak.

Berbagai laporan menunjukkan bahwa Hari Ibu kini relevan dibaca sebagai cermin perubahan zaman, sekaligus alarm tentang pekerjaan rumah yang belum selesai.

Di satu sisi, negara dan masyarakat terus mendorong penguatan peran perempuan dan ibu dalam pembangunan. Di sisi lain, muncul persoalan serius yang justru terjadi di ruang paling privat, yakni keluarga.

Kasus pencabutan kekuasaan orang tua akibat kekerasan seksual terhadap anak di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) misalnya, menjadi penanda bahwa keibuan dan kebapakan tidak bisa lagi dipahami semata-mata sebagai status biologis, melainkan tanggung jawab moral dan sosial yang harus dijaga bersama.

Hari Ibu, dalam konteks kekinian, bukan sekadar tentang penghormatan, tetapi tentang keberanian menata ulang makna peran orang tua di tengah tantangan zaman digital, krisis pengasuhan, dan tuntutan pembangunan manusia yang berkelanjutan.


Era digital

Berita tentang ajakan agar ibu menjadi orang tua canggih dan tidak gagap teknologi mencerminkan pergeseran besar dalam peran keibuan.

Anak dan remaja hari ini hidup di dunia yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Informasi datang tanpa saringan, nilai berubah cepat, dan identitas sering dibentuk oleh media sosial.

Dalam situasi ini, pendekatan otoriter tidak lagi efektif. Pengasuhan menuntut dialog, empati, dan kemampuan memahami dunia anak. Menekan ego, membuka diri, dan menjadi pendengar aktif bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk kecanggihan baru dalam menjadi orang tua.

Pembatasan penggunaan gawai pada anak juga menjadi isu penting. Data tentang jumlah anak yang besar dan upaya mewujudkan kabupaten dan kota layak anak menunjukkan bahwa negara mulai menyadari dampak jangka panjang dari pola asuh yang abai. Anak yang terlalu dini terpapar gawai berisiko mengalami hambatan perkembangan motorik, bahasa, dan sosial.

Namun kebijakan pembatasan saja tidak cukup. Ibu dan keluarga membutuhkan ruang publik yang ramah anak, sistem pendidikan yang adaptif, serta dukungan komunitas.


Masa depan bangsa

Peran ibu tidak berhenti di rumah. Berbagai dorongan agar perempuan terlibat dalam politik, pembangunan, dan pengambilan keputusan menegaskan bahwa keibuan dan kepemimpinan publik bukan dua hal yang bertentangan.

Justru pengalaman mengasuh, merawat, dan mendidik memberi perspektif etis yang penting dalam kebijakan publik.

Isu stunting, misalnya, memperlihatkan bagaimana peran keluarga dan negara saling terkait.

Hari Ibu juga berkaitan erat dengan cita-cita Indonesia Emas 2045. Pembangunan sumber daya manusia tidak mungkin tercapai tanpa keluarga yang sehat dan setara. Ibu yang berdaya, terdidik, dan didukung kebijakan akan melahirkan generasi yang lebih tangguh.

Di sinilah refleksi Hari Ibu menemukan maknanya. Menghormati ibu bukan hanya dengan seremoni, tetapi dengan memastikan negara hadir melindungi anak, memperkuat keluarga, dan memberi ruang bagi perempuan untuk tumbuh.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ibu di tengah zaman baru



Keterangan : Isi dan maksud tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi
Penulis :

COPYRIGHT © ANTARA 2025


Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE