Jisamsir (43) ditunjuk sebagai perwakilan dari 215 kepala keluarga terdampak Proyek Strategis Nasional (SPN) Rempang Eco City untuk tampil ke panggung sebagai penerima simbolis penyerahan santunan nilai rumah asal dari Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau.
Santunan nilai rumah asal yang diterima Jisamsir sebesar Rp130 juta itu diserahkan Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara pada Minggu (21/12) di Tanjung Banun.
Penyerahan santunan itu dibarengi dengan penyerahan bantuan perbekalan kepada kepala keluarga yang mengikuti program Transmigrasi Lokal atau eks relokasi yang dilaksanakan oleh kementerian di kawasan Tanjung Banun, yang jaraknya dekat dari kampung asal mereka.
Dulunya, Jisamsir bersama 214 kepala keluarga penerima santunan nilai rumah asal itu adalah warga Pulau Rempang, Kota Batam yang setuju untuk direlokasi ke kawasan Tanjung Banun. Dia mendapat pengganti rumah dan lahan senilai Rp130 juta yang dipotong dari ganti rugi rumah yang ditinggalkannya.
Program relokasi ini kini berganti menjadi Transmigrasi Lokal yang dibawa oleh Menteri Iftitah sejak awal 2025 usai Shalat Idul Fitri di Tanjung Banun.
Nilai rumah asal Jisamsir kala itu ditaksir Rp260 juta, kemudian dia mendapatkan rumah serta lahan pengganti di Tanjung Banun senilai Rp130 juta, sisanya Rp130 juta diberikan kepadanya sebagai ganti rugi.
Begitu juga dengan 214 kepala keluarga lainnya, namun nominalnya berbeda-beda ada yang Rp40 juta dan Rp70 juta. Jisamsir satu-satunya yang paling besar menerima santunan nilai rumah asal karena nilai rumah asalnya memang lebih tinggi.
Jisamsir mengaku seperti mendapatkan durian runtuh usai menerima santunan nilai rumah asal tersebut. Soalnya, dia sudah mendapat rumah di lahan seluas 500 meter persegi dengan segala fasilitas perlengkapannya dan dilengkapi sertifikat hak milik (SHM) pula.
Secara di Kota Batam ini ada keunikan; seluruh tanah di wilayah itu dimiliki oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Tidak semua warga bisa memiliki SHM, hanya sertifikat hak guna bangunan (HGB), dan hanya warga di pemukiman Kampung Tua saja yang bisa memiliki SHM.
“Alhamdulillah uang kami dikembalikan semua. Uang itu akan kami pergunakan untuk usaha. Kedua mau bikin dapur, dan yang ketiga untuk biaya pendidikan anak,” kata Jisamsir.
Aspirasi warga

Penyerahan santunan nilai rumah asal ini berawal dari aspirasi warga sejak masuknya Program Transmigrasi Lokal di kawasan relokasi Tanjung Banun. Awalnya 300 rumah dibangun Pemerintah Kota Batam dan warga yang direlokasi ikut berpartisipasi dalam pembangunan.
Kemudian Kementrans masuk dengan program Transmigrasi Lokal membangun 200 rumah gratis di kawasan Tanjung Banun. Total sekarang sudah ada 504 rumah di kawasan tersebut yang ditempati oleh warga terdampak Rempang Eco City.
Sebanyak 215 kepala keluarga yang menempati kawasan Tanjung Banun yang dibangun oleh Pemkot Batam awalnya membayar dengan nominal yang berbeda dari nilai rumah asal. Inilah yang membuat warga mempertanyakan, kenapa ada yang berbayar dan tidak berbayar dengan nominal berbeda.
Masalah itu disampaikan warga dalam dialog antara Mentrans dan warga Tanjung Banun pada Idul Fitri 2025.
Aspirasi warga itu didengar oleh Mentrans Iftitah dan kemudian disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Sementara itu, Wali Kota Batam yang juga Kepala BP Batam Amsakar Achmad dan Waki Wali Kota Li Claudia Chandra yang hadir mendampingin Mentras kala itu juga menjadikan aspirasi warga sebagai atensi dan berembuk dengan Kementrans.
Hasil rembukan akhirnya disepakati seluruh nilai rumah asal warga dikembalikan sehingga warga mendapatkan rumah tersebut secara free atau gratis.
Amsakar menyebut penyerahan santunan nilai rumah asal ini adalah janji Pemkot Batam kepada warga Tanjung Banun setelah berdiskusi dengan Mentrans terkait selisih rumah tersebut.
Pemkot Batam memenuhi janji kepada warga dengan mengalokasikan anggaran kurang lebih Rp14,5 miliar untuk 215 kepala keluarga penerima santunan nilai rumah asal.
Harapannya, kebijakan perbekalan dan bantuan santunan nilai rumah asal supaya masyarakat di kawasan Transmigrasi Lokal (eks relokasi) Tanjung Banun bisa lebih nyaman, dan fokus menata kehidupannya seiring dengan penyiapan infrastruktur yang terus dilakukan oleh pemerintah.
“Ini kami lakukan semata-mata bagaimana masyarakat yang ikut program ini mendapatkan dampak yang positif dari kebijakan pemerintah,” kata Amsakar.
Pusat perekonomian baru
Melalui program Transmigrasi Lokal yang dibawa oleh Mentrans Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, kawasan relokasi Tanjung Banun terus disiapkan sebagai pusat perekonomian baru. Sejumlah fasilitas umum dibangun di kawasan tersebut, mulai dari pelabuhan yang dilengkapi fasilitas tempat penyimpanan ikan, sekolah, Asrama Kampus Patriot, sarana ibadah, fasilitas kesehatan, hingga SPBU.
Tanjung Banun menjadi salah satu dari tiga pilot project baru Kementrans memperkuat kawasan transmigrasi sebagai pendampingan modern dan pengembangan potensi lokal berkelanjutan yang dimulai tahun 2026.
Untuk mendukung hal itu, Mentrans menghadirkan langsung dua orang pakar yang melihat potensi perekonomian di Tanjung Banun. Mereka adalah Rika Fatiman, akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Agus Joko Susilo, Kepala Desa Jambu, Kabupaten Kediri.
Rika Fatimah dihadirkan untuk meninjau potensi Tanjung Banun untuk wirausaha di sektor pariwisata. Luas tanah milik warga yang masing-masingc500 meter per segi bisa diberdayakan untuk model hotel kampung (homestay) dan sentra kuliner.
Ide ini muncul setelah sejumlah warga negara Singapura yang berkunjung ke Tanjung Banun berminat untuk memiliki rumah di kawasan tersebut. Namun, ditegaskan bahwa kawasan itu hanya untuk warga lokal, tidak untuk warga dari luar Rempang, apalagi warga negara asing.
Mentrans Iftitah juga membawa langsung Kades Jambu, Kediri, Agus Joko Susilo, yang juga wirausahawan, pengembang alpukat albino yang sukses membangun destinasi wisata edukasi dan agrowisata alpukat di desanya.
Agus siap mendampingi warga Kampung Banun untuk mengembangkan budidaya alpukat aligator dan menjadikan kawasan itu menjadi agrowisata buah yang dapat mendongkrak penghasilan masyarakat.
Selain mempersiapkan fasilitas umum, sarana dan prasarana, Kementrans juga melengkapi peralatan rumah untuk warga, mulai dari kursi tamu, lemari, tempat tidur, kulkas, kompor, penanak nasi, panci, perkakas, pirung, gelas hingga ember, kipas angin, sampai sarung bantal dan seprai kasur juga diberikan.
Mentrans Ifititah menegaskan kehadiran Transmigrasi Lokal bukan sekedar relokasi memindahkan orang dan rumah, tetapi bagaimana menciptakan masa depan, ekosistem ekonomi baru di Tanjung Banun.
Dia mendefinisikan transmigrasi adalah konsolidasi penduduk, pemusatan penduduk dalam satu kawasan pemukiman yang terintegrasi. Di dalamnya terdapat pendidikan, kesehatan, aktivitas ekonomi, bahkan pemakaman, sehingga menjadi satu lingkaran kehidupan akibat adanya konsolidasi pembangunan ekonomi dan investasi.
“Jadi sebetulnya, investasi itu bisa hidup berdampingan dengan masyarakat lokal,” kata Iftitah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Membangun pusat perekonomian baru di Tanjung Banun
Keterangan : Isi dan maksud tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi

Komentar