PDS merenggut hak karyawan

id PDS merenggut hak karyawan

PDS merenggut hak karyawan

Sejumlah pekerja tengah mengupas daging rajungan di Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang (Ogen)

Kalau perusahaannya kecil dan mikro itu minimal tiga program, yaitu JHT, JKM dan JKM. Sementara perusahaan menengah dan besar wajib tambah satu program, yaitu Jaminan Pensiun

Tanjungpinang (Antaranews Kepri) - Terhitung sejak akhir tahun 2014 hingga awal tahun 2019, sudah sekitar empat tahun lebih Tasya Kartika Sari (26) bekerja di salah satu perusahaan media televisi swasta lokal yang ada di wilayah Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Beranjak dari gaji sebesar Rp1,9 juta ketika tahun pertama bekerja, kini wanita yang akrab disapa Tasya ini sudah mengantongi pendapatan tetap senilai Rp2,5 juta perbulan, sesuai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) saat ini.

Sebagai seorang presenter atau pembaca berita di tempatnya bekerja, Tasya hanya menerima gaji pokok Rp2,5 juta, ia tidak mendapatkan tunjangan apapun dari perusahaan. Kecuali, lembur tanggal merah atau hari-hari besar keagamaan, pihak perusahaan akan membayarnya sebesar Rp50.000 perhari.

Kendati demikian, situasi ini tidak pernah dipersoalkan oleh wanita berhidung mancung tersebut. Ia beranggapan penghasilan yang ada, sudah sesuai dengan pekerjaan yang dilakoninya sehari-hari.

Namun, di sisi lain, kondisi cukup memperihatinkan dialami oleh Tasya, karena dalam kurun waktu empat tahun bekerja, dia belum mendapatkan sepenuhnya hak-haknya sebagai seorang pekerja yang pada dasarnya juga berhak atas kehidupan yang sejahtera dan dilindungi. Sebagaimana yang diatur oleh pemerintah dan Undang-Undang.

Di tempatnya bekerja, lulusan Sarjana Ilmu Akuntasi dan Manajemen itu ternyata belum terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK). Padahal merujuk UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 15 ayat (1) menyatakan pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

Selain Tasya, rekan-rekan sekantor lainnya yang jumlah totalnya mencapai 25 karyawan itupun, diakuinya masih banyak yang belum terdaftar.

“Sejak awal itu, perusahaan menyampaikan daftar secara bertahap.Tapi sudah empat tahun ini baru sembilan orang yang didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan,” kata Tasya kepada Antara, Selasa (1/1).

Tasya tak patah arang, dalam waktu dekat dia mengaku akan kembali menanyakan persoalan serupa kepada pihak perusahaan, bahkan jika tidak kunjung didaftarkan. Tasya bertekad melaporkan permasalahan ini ke BPJS Ketenagakerjaan terdekat.

“Saya targetkan awal tahun ini sudah terdaftar di BPJS-TK. Karena saya tidak ingin kecolongan lagi seperti empat tahun belakangan ini,” tuturnya.

Contoh kasus di atas menjadi atensi khusus BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2019 mendatang. Khususnya di kantor cabang Tanjungpinang.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Tanjungpinang, Rini Suryani menegaskan, persoalan yang dialami oleh Tasya, karyawan salah satu perusahaan swasta di Tanjungpinang itu menunjukan pemberi kerja masih banyak yang mendaftarkan sebagian pekerjanya, atau disebut dengan istilah Perusahaan Daftar Sebagian (PDS).

Menurut Rini, ada tiga PDS yang lazim terjadi, yaitu PDS Tenaga Kerja ialah perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya, misalnya jumlah pekerja 500 orang, namun yang didaftarkan hanya 200 orang.

Kemudian PDS Upah ialah perusahaan dalam melaporkan besaran upah pekerja ke BPJS Ketenagakerjaan tidak sesuai dengan upah yang diterima oleh si pekerja, misalnya upah yang diterima pekerja Rp5 juta, namun yang dilaporkan ke BPJS hanya Rp3 juta.

Selanjutnya PDS Program. Di mana, terdapat empat program yang harus didaftar oleh pemberi kerja, antara lain program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP). Namun, pada praktiknya banyak perusahaan hanya memasukan dua atau tiga program saja.

“Kalau perusahaannya kecil dan mikro itu minimal tiga program, yaitu JHT, JKM dan JKM. Sementara perusahaan menengah dan besar wajib tambah satu program, yaitu Jaminan Pensiun,” imbuhnya.

Menurut Rini, ada beberapa kemungkinan besar pemicu Perusahaan Daftar Sebagian (PDS) ini. Diantaranya, masih banyak perusahaan yang belum mengetahui secara utuh tentang aturan BPJS Ketenagakerjaan, masih kurangnya sosliasi BPJS Ketenagakerjaan ke pihak perusahaan, serta asumsi pemberi kerja yang menganggap iuran BPJS Ketenagakerjaan merupakan beban pengeluaran tambahan bagi mereka.

Padahal, jelas Rini, dengan membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan setiap bulannya, segala bentuk resiko yang dialami pekerja menjadi tanggungjawab BPJS-TK. Bukan lagi dibebankan kepada perusahaan.

“Fungsi BPJS itu adalah pengalihan resiko yang tadinya dipikul oleh perusahaan, kini jadi tanggungjawab kami. Misalnya terjadi resiko kecelakaan kerja atau kematian,” ungkapnya.

Dalam kesempatan ini, selain meminta agar jangan ada lagi Perusahaan Daftar Sebagian (PDS). Rini juga mengimbau kepada para pekerja agar aktif melaporkan kepada pihaknya terkait cakupan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan diperusahaan tempat mereka bekerja. Laporan bisa disampaikan melalui aplikasi BPJSTKU yang dapat didownload di play store versi android maupun IOS.

Sejauh ini, kata Rini, pihaknya sudah menerima berbagai laporan maupun keluhan dari peserta dan masyarakat terkait BPJS-TK. Paling dominan laporan tentang perusahaan belum mendaftarkan seluruh pekerjanya di BPJS Ketenagakerjaan, serta adanya ketidakcocokan antara upah yang diterima pekerja dengan upah yang dilaporkan perusahaan ke BPJS Ketenagakerjaan atau PDS Upah. Menyangkut pelaporan PDS Upah, identitas si pelapor akan dirahasiakan oleh BPJS-TK.

“Soal PDS Upah, data upah yang diterima pekerja dan dilaporkan perusahaan ke kami itu harus sama. Konsekuensi dari pelaporan data upah yang salah berakibat pada berkurangnya manfaat yang akan diterima oleh peserta, antara lain manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja(JKK), dan manfaat Jaminan Pensiun (JP),” tegasnya.

Lewat aplikasi BPJSTKU juga, lanjutnya, pekerja juga dapat mengetahui saldo JHT, melihat informasi kartu BPJS aktif atau non aktif, termasuk masyarakat yang belum terdaftar peserta BPJS-TK dan ingin mendaftar secara online. Dan berbagai fitur menarik lainnya seputar BPJS-TK bisa diakses dari aplikasi tersebut.

“Selain BPJSTKU, kami juga punya situs lapor 1x24 jam dan siap melayani peserta maupun masyarakat tentang BPJS Ketenagakerjaan,” terangnya.


Tantangan penerapan sanksi TMP2T terhadap PDS

Sementara, Petugas Pengawas dan Pemeriksa BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Tanjungpinang, Nicko Alfiansa, mengungkapkan di tahun 2019 pihaknya tidak akan mentoleransi Perusahaan Daftar Sebagian (PDS). Baik PDS Tenaga Kerja, PDS Upah, dan PDS Program.

“Sesuai arahan Kakacab, tahun 2019 jika masih ditemukan PDS langsung ditindaklanjuti,” ucap Nicko, Selasa.

Nicko menegaskan, Perusahaan Daftar Sebagian (PDS) akan dikenakan sanksi administratif berdasarkan PP No. 86 Tahun 2013. Adapun jenis sanksi administratif yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan adalah dengan melakukan teguran tertulis, denda, kemudian meminta pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja merekomendasikan Tidak Mendapatkan Pelayanan Publik Tertentu (TMP2T) sesuai Pasal 9 ayat (1) PP No. 86 Tahun 2013. Yakni, perizinan terkait usaha, izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin memperkerjakan tenaga kerja asing, izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, serta izin mendirikan bangunan (IMB).

“Sebelum itu, kita tetap akan melakukan upaya persuasif terlebih dahulu kepada PDS terkait. Seperti pembinaan, sosialisasi, maupun mengirim surat peringatan,” paparnya.

Kendati begitu, di tahun 2019 mendatang, ada tantangan penerapan sanksi TMP2T sebagaimana yang tercantum di dalam PP No. Tahun 2013. Menurut Nicko, sanksi itu dapat berjalan efektif bila dalam penerapannya didukung oleh aspek pemerintah. Dukungan dimaksud ialah pemerintah mendukung BPJS TK ketika diminta mencabut izin perusahaan-perusahaan yang tidak patuh. Tentunya setelah melalui tahapan-tahapan persuasif.

“Jadi ketika kami minta dengan pemerintah daerah kabupaten/kota, ini harus dijalankan. Agar, takada lagi PDS di Kacab Tanjungpinang,” tukasnya.

Selain aspek pemerintah, kemudian ada tantangan aspek pengawasan. Dalam hal ini, BPJS-TK ke depan sangat memerlukan pengawasan yang berkelanjutan dari Dinas Tenaga kerja setempat terhadap tingkat kepatuhan perusahaan. Agar, perusahaan tidak patuh dapat ditindaklanjuti segera.

Selanjutnya, aspek politik-hukum terkait kebijakan pemerintah mengenai hukum mana yang akan dipertahankan. BPJS-TK akan meminta pemda setempat mengeluarkan surat edaran dan regulasi tambahan agar perusahaan bisa mematuhi seluruh aturan BPJS-TK.

Terakhir, sambung Nicko ialah aspek regulasi, penyusuanan peraturan dan harmonisasi sistem yang tengah dikoordinasikan dengan pemerintah daerah.

Dia katakan, sampai Desember 2018 BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Tanjungpinang sudah melakukan perjanjian kerjasama perihal penerapan sanksi TMP2T bersama Pemprov Kepri, Pemko Tanjungpinang dan Pemkab Anambas. Menyusul dalam waktu dekat Pemkab Bintan, Pemkab Lingga dan Pemkab Natuna. Pemprov Kepri dan lima kabupaten/kota itu merupakan wilayah kerja BPJS Ketenagakerjaan Kacab Tanjungpinang.

“Tahun 2019 kita akan memberlakukan sanksi Tidak Mendapatkan Pelayanan Publik Tertentu (TMP2T),” tukasnya.

PDS belum terdeteksi sepenuhnya

Terpisah, Kepala Bidang Pemasaran, Iwan Kurniawan memaparkan, hingga 1 Januari 2019 jumlah perusahaan yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan Kacab Tanjungpinang sebanyak 5.426 perusahaan kecil, mikro, menengah dan besar. Dengan angkatan kerja mencapai 72.089 peserta.

Namun, ketika disinggung terkait jumlah Perusahan Daftar Sebagian (PDS). Menurut Iwan, hal itu belum dapat dipastikan oleh pihaknya. Karena pemeriksaan lebih mendalam terhadap PDS ini akan diintensifkan pada tahun 2019 ini. Bahkan dalam waktu BPJS TK akan turun ke kawasan pariwisata Lagoi, Kabupaten Bintan guna memeriksa status kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan perusahan dan pekerja di sana.

“Secara kasat mata memang belum diketahui jumlahnya. Tapi saya yakin masih banyak PDS di wilayah kami. Baik itu PDS Tenaga Kerja, PDS Upah, dan PDS Program,” jelasnya.

Oleh karena itu, Iwan turut menegaskan, seluruh perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya mengikuti program jaminan sosial yang telah ditetapkan. Meskipun tenaga kerja tersebut baru satu hari bekerja di perusahaannya.

“Sekali lagi kami tekankan, perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya minimal untuk tiga program, dan dengan upah yang sesuai. Jika tidak, akan kami kejar terus,” tegasnya.

Iwan juga memaparkan, besaran iuran yang harus disetor oleh perusahaan kepada BPJS-TK setiap bulannya. Antara lain, Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dibayarkan sebesar 5,7% dari gaji per bulan. Perusahaan wajib membayar sebanyak 3,7 % dari gaji per bulan dan 2% sisanya dibayar oleh pekerja. Kemudian Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), iuran yang harus dibayarkan berdasarkan 5 kelompok. Kalau pekerja bersangkutan tingkat resiko rendah, maka yang wajib dibayar sebesar 0,54 %.

Selanjutnya, sambung Iwan, Jaminan Kematian (JKM) iuran yang harus dibayarkan adalah sebesar 0,3% dari penghasilan bulanan. Sedangkan, khusus program Jaminan Pensiun, iuran yang dibayarkan sebesar 3% dari penghasilan.

“Contoh gaji karyawan sebesar Rp3 juta. Iuran JHT yang harus dibayar perusahaan sebesar RP111.000, dan yang dibayar pekerja Rp60.000. Kemudian iuran JKK sebesar Rp16.000, iuran JKM sebesar Rp9.000, dan iuran jaminan pensiun sebesar Rp90.000,” paparnya.

Kemudian lanjutnya, ketika iuran tersebut sudah dipotong, tapi tidak disetorkan ke BPJS TK. Sesuai UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS Pasal 19 ayat (1) dan (2) setiap pemberi kerja wajib memungut dan menyetorkannya ke BPJS. ketika ayat (1) dan ayat (2) dilanggar oleh pemberi kerja, maka akan dikenakan pasal 55, di mana pihak pemberi kerja akan dikenakan sanksi hukuman kurungan penjara maksimal 8 tahun atau denda maksimal Rp1 miliar.

200.000 tenaga kerja belum terdaftar BPJS-TK
Sambung Iwan, saat ini jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Tanjungpinang yang membawahi 5 wilayah kerja kabupaten/kota secara umum masih tergolong rendah, yakni baru mencapai 28 persen. Dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 259.748 orang, perserta BPJS-TK sebanyak 72.093 orang dan 5.426 perusahaan yang terdaftar.

Rincian capaian kepesertaan di 5 kabupaten/kota, antara lain Tanjungpinang 96.000 tenaga kerja, terdaftar baru 24.000. Bintan tenaga kerja 67.000, terdaftar baru 22.000. Lingga tenaga kerja 48.000, terdaftar baru 1.000. Natuna tenaga kerja 36.000, terdaftar baru 3.000. Anambas tenaga kerja 18.000, terdaftar baru 5.000. ada sekitar 200.000 tenaga kerja yang belum terdaftar BPJS-TK.

"Sesuai target nasional, tahun 2019 kami menargetkan kepesertaan BPJS-TK Kacab Tanjungpinang sudah di angka 55%," tuturnya.

Untuk memenuhi target itu, Iwan mengaku, pihaknya akan bekerja keras dengan melaksanakan sosialisasi program BPJS Ketenagakerjaan ke pemerintah daerah, pihak perusahaan atau pemberi kerja, dan masyarakat pekerja.

BPJS-TK, sebutnya, di 2019 ini juga akan menggarap Kawasan Ekonomi Khusus di Galang Batang, Kabupaten Bintan, dengan potensi tenaga kerja sebanyak 22.000 orang. Sektor ini diharapkan menjadi angin segar dalam mendongkrak kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Kacab Tanjungpinang pada tahun ini.

"Geografis Kepri sebagai daerah kepulauan, selama ini menjadi salah satu kendala bagi kami untuk mensosialisasikan program BPJS-TK ke tengah-tengah masyarakat. Tapi, kami tetap optimis target kepesertaan di 2019 itu terpenuhi," ujar Iwan.

Iwan juga menambahkan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Tanjungpinang selama tahun 2018 juga telah mengucurkan anggaran senilai Rp44,9 miliar untuk pembayaran klaim dari para pesertanya.

"Klaim itu kami bayar sejak 1 Januari hingga 21 Desember 2018," kata Iwan.

Klaim tersebut menurutnya dibayarkan untuk 5.526 kasus, mulai dari Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Pensiun .

Lanjutnya, Jaminan Hari Tua dibayarkan sebesar Rp40 miliar untuk 4.753 kasus, Jaminan Kecelakaan Kerja dibayarkan sebesar Rp1,8 miliar untuk 338 kasus, Jaminan Kematian dibayarkan sebesar 2,3 miliar untuk 89 kasus, dan Jaminan Pensiun dibayarkan sebesar Rp347 juta untuk 346 kasus.

"Klaim terbesar dari Januari sampai Desember 2018 ialah Jaminan Hari Tua. Yaitu sebesar Rp40 miliar untuk 4.753 kasus," tegasnya.

Selain itu, pada tahun 2018 ini BPJS Ketenagakerjaan Kacab Tanjungpinang juga sudah menyerahkan 166 Surat Kuasa Khusus (SKK) ke Kejaksaan Negeri Tanjungpinang dan Bintan. SKK itu terkait persoalan perusahaan penunggak iuran BPJS-TK, dengan potensi tunggakan sebesar Rp1,6 miliar, dan sudah tertagih Rp1,2 miliar.

“Masih ada Rp400 juta yang harus kami tagih dari sekitar 10 perusahaan. SKK ini cukup efektif untuk menagih perushaan-perusahaan yang enggan membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan,” pungkas Iwan. (Antara)
 

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE