Lingga, Kepri (ANTARA) - Orang Melayu yang bermukim di Provinsi Kepulauan Riau khususnya di Kabupaten Lingga, serai wangi merupakan salah satu tumbuhan, yang paling banyak dicari ketika bulan Ramadhan.
Serai wangi selain dapat dimanfaatkan sebagai salah satu penyedap rasa kuah kari roti kirai, lakse dan roti canai makanan khas Melayu, serai wangi juga dapat dijadikan minyak wangi dan pelengkap adat istiadat majelis Melayu.
"Orang dulu kalau tidak menanam serai di rumah, belum lengkap jadi orang Melayu," kata Sumarni, salah satu warga pulau Singkep, Kabupaten Lingga, ketika ditemui di rumahnya yang menanam serai wangi.
Khusus di bulan puasa serai wangi paling banyak dicari di pasaran, seikat serai wangi biasanya dijual Rp2.000 sampai Rp5.000. Sumarni sendiri mengaku meski tidak menjual secara khusus di pasaran, namun tidak jarang para tetangga dan kerabatnya yang datang membeli serai wangi saat di bulan Ramadhan.
Bagi masyarakat Melayu manfaat serai wangi selain sebagai bumbu utama kuah kari roti kirai, atau roti canai, serai wangi juga menjadi bahan pokok khusus dalam membuat bunga rampai yang dipadu dengan aroma pandan wangi, dan beberapa campuran bunga lainnya.
"Kalau dibuat bunga rampai, dicampur dengan daun pandan, dan beberapa bunga lainnya biasanya tujuh jenis tergantung adat wilayah," ujar wanita yang juga berprofesi sebagai mak andam (perias pengantin) ini.
Bunga rampai tersebut, selain digunakan dalam beberapa majelis adat juga banyak digunakan untuk ziarah tradisi makam, jelang Ramadhan.
Kalau di Aceh dikenal dengan nama minyak atsiri yang biasa digunakan sebagai wewangian di saat bulan Ramadhan, di masyarakat Melayu dengan sebutan minyak serai yang proses pembuatannya hampir mirip dengan pengolahan yang dilakukan untuk membuat minyak atsiri.
Hanya saja masyarakat Melayu khususnya di Kabupaten Lingga, memproduksi minyak serai biasanya hanya untuk kebutuhan sendiri, dan diproduksi secara manual dengan peralatan seadanya.
"Buat untuk di rumah sendiri, selain untuk minyak shalat, juga bisa dipakai kalau anak-anak ‘kembong’ perut, (masuk angin)," ujar Datok Nilam, salah satu warga yang juga menanam serai wangi di rumahnya.
Puncak penggunaan serai wangi yang paling banyak, adalah saat Hari Raya Idul Fitri, karena kari khas melayu yang tidak menambahkan serai di karinya atau gulainya menjadi tidak khas gulai ayam atau daging khas Melayu yang akan disantap dengan ketupat. Demikian juga dengan proses pembuatan sambal lengkong yang santannya wajib ditambahkan aroma daun serai wangi agar terasa gurih.
Tumbuhan yang juga dapat dimanfaatkan untuk pengusir nyamuk ini, sangat mudah ditanam di wilayah Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, dengan potensi geografis daerah di ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut serta curah hujan yang cukup baik. Lama penanaman serai wangi hanya butuh 6-7 bulan sudah bisa dipanen. (Antara)
Komentar