Batam (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lingga Kepulauan Riau bertekad menurunkan angka stunting di daerah setempat, hingga menjadi nol persen.
"Kita berusaha semoga terwujud. Oleh karena itu OPD terkait mulai Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Kominfo dan pihak lain harus bersama sama mengentaskan stunting ini. Tidak bisa hanya melalui Dinas Kesehatan saja," kata Wakil Bupati yang juga Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Lingga Neko Wesha Paweloy dalam keterangan yang di terima di Batam, Selasa.
Neko menyebutkan pihaknya meminta Dinas Kesehatan Lingga untuk melakukan penghitungan kembali anggaran yang diperlukan dalam menurunkan angka stunting di daerah setempat.
Ia menambahkan saat ini angka stunting di Kabupaten Lingga sekitar 7 persen lebih berdasarkan Aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) tahun 2022.
"Saat ini masih pembahasan anggaran untuk tahun 2023, Dinkes harus hitung kembali anggaran yang diperkirakan untuk percepatan penurunan stunting di Lingga. Kita keroyok di semua OPD terkait," kata dia.
Sementara itu Neko juga mengapresiasi terhadap gerakan tim Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Lingga yang turun langsung dalam penanganan anak stunting.
"Sebagai Ketua TPPS saya memberikan apresiasi kepada Tim PKK yang turun langsung dan pihak Puskesmas yang langsung ke titik lokasi stunting sehingga anak-anak stunting dapat ditangani," kata Neko.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kepulauan Riau Rohina menyatakan angka stunting di Lingga berdasarkan e-PPGBM mengalami penurunan dari 13 persen menjadi 7 persen.
"Ada penurunan di tahun 2022 angka stunting di Lingga. Tentu ini kerjasama yang baik dan harus kita tingkatkan agar terus turun," kata Rohina.
Ia menyebutkan BKKBN terus berupaya menurunkan angka stunting dengan pencegahan dari hulu dan hilir salah satunya dengan meminta kepada calon pengantin untuk mengisi aplikasi elektronik siap nikah dan hamil (Elsimil) agar dapat mengetahui kondisi kesehatannya.
"Akan diukur soal anemia atau tidak, atau lingkar lengan pengantin perempuan. Jika status anemia, makan harus diberikan pil tambah darah yang harus dikonsumsi selama tiga bulan agar jika mereka punya anak tidak menjadi anak stunting," ujar dia.
Secara nasional, Rohina menyebutkan Provinsi Kepri menduduki peringkat terendah ke-empat angka stunting dari 34 provinsi di Indonesia.
"Walaupun kita di bawah, namun kita tidak boleh lengah. Stunting ini masalah serius yang harus bangun sinergitas semua pemangku kebijakan agar sukses dalam menekan angka stunting," demikian Rohina.
"Kita berusaha semoga terwujud. Oleh karena itu OPD terkait mulai Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Kominfo dan pihak lain harus bersama sama mengentaskan stunting ini. Tidak bisa hanya melalui Dinas Kesehatan saja," kata Wakil Bupati yang juga Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Lingga Neko Wesha Paweloy dalam keterangan yang di terima di Batam, Selasa.
Neko menyebutkan pihaknya meminta Dinas Kesehatan Lingga untuk melakukan penghitungan kembali anggaran yang diperlukan dalam menurunkan angka stunting di daerah setempat.
Ia menambahkan saat ini angka stunting di Kabupaten Lingga sekitar 7 persen lebih berdasarkan Aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) tahun 2022.
"Saat ini masih pembahasan anggaran untuk tahun 2023, Dinkes harus hitung kembali anggaran yang diperkirakan untuk percepatan penurunan stunting di Lingga. Kita keroyok di semua OPD terkait," kata dia.
Sementara itu Neko juga mengapresiasi terhadap gerakan tim Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Lingga yang turun langsung dalam penanganan anak stunting.
"Sebagai Ketua TPPS saya memberikan apresiasi kepada Tim PKK yang turun langsung dan pihak Puskesmas yang langsung ke titik lokasi stunting sehingga anak-anak stunting dapat ditangani," kata Neko.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kepulauan Riau Rohina menyatakan angka stunting di Lingga berdasarkan e-PPGBM mengalami penurunan dari 13 persen menjadi 7 persen.
"Ada penurunan di tahun 2022 angka stunting di Lingga. Tentu ini kerjasama yang baik dan harus kita tingkatkan agar terus turun," kata Rohina.
Ia menyebutkan BKKBN terus berupaya menurunkan angka stunting dengan pencegahan dari hulu dan hilir salah satunya dengan meminta kepada calon pengantin untuk mengisi aplikasi elektronik siap nikah dan hamil (Elsimil) agar dapat mengetahui kondisi kesehatannya.
"Akan diukur soal anemia atau tidak, atau lingkar lengan pengantin perempuan. Jika status anemia, makan harus diberikan pil tambah darah yang harus dikonsumsi selama tiga bulan agar jika mereka punya anak tidak menjadi anak stunting," ujar dia.
Secara nasional, Rohina menyebutkan Provinsi Kepri menduduki peringkat terendah ke-empat angka stunting dari 34 provinsi di Indonesia.
"Walaupun kita di bawah, namun kita tidak boleh lengah. Stunting ini masalah serius yang harus bangun sinergitas semua pemangku kebijakan agar sukses dalam menekan angka stunting," demikian Rohina.