Semarang (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, menyatakan penyikapan wacana pembubaran Ahmadiyah jangan hanya melihat Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, melainkan perlu pengkajian secara mendalam karena menyangkut masalah keyakinan dan kepercayaan yang dijamin undang-undang dan negara.
Selain pengkajian mendalam, pembahasan masalah Ahmadiyah harus dilakukan secara komprehensif, holistik, dan substansif, katanya, seusai mengikuti Rapat Koordinasi Pengendalian Wilayah Jawa Tengah, di Semarang, Kamis.
"Hal yang harus disepakati semua pihak sebelum membahas permasalahan Ahmadiyah adalah tidak ada satupun kelompok masyarakat, perorangan, atau organisasi massa apapun yang boleh melakukan tindak kekerasan terhadap kelompok masyarakat lain," ujarnya.
Terkait dengan rencana Front Pembela Islam (FPI) menggulingkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ia mengatakan, suatu organisasi massa yang bertindak anarki termasuk melakukan pembunuhan bisa dibubarkan sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
"Selama ada suatu organisasi massa yang bertindak di luar ketentuan hukum maka harus diterapkan UU tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.
Djoko meminta semua pihak menerapkan UU Ormas.
Menurut dia, UU tersebut untuk memenuhi aspek legal suatu pembubaran organisasi massa dan harus dibaca secara lengkap, tidak hanya sekadar pembubarannya.
Tidak terkait
Pada kesempatan tersebut Menkopolhukam Djoko Suyanto juga mengatakan bahwa kasus penyerangan Ahmadiyah di Pandeglang, Banten, kerusuhan di Temanggung, Jawa Tengah, dan penyerangan pondok pesantren di Pasuruan, Jawa Timur, tidak saling terkait.
Meskipun dinyatakan tidak ada hubungannya berdasarkan hasil penyelidikan dan keterangan masing-masing kapolda dan kepala daerah di tiga wilayah tersebut, katanya, pemerintah akan tetap melakukan penyelidikan.
Pejabat negara lain yang menghadiri rapat koordinasi rutin tersebut antara lain Gubernur Jateng, Bibit Waluyo, Pangdam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Langgeng Sulistyono, Kapolda Jateng, Irjen Edward Aritonang, Kajati Jateng, Widyopramono, dan seluruh kepala daerah se-Jawa Tengah.
(ANT-WSN/M029/Btm1)
Selain pengkajian mendalam, pembahasan masalah Ahmadiyah harus dilakukan secara komprehensif, holistik, dan substansif, katanya, seusai mengikuti Rapat Koordinasi Pengendalian Wilayah Jawa Tengah, di Semarang, Kamis.
"Hal yang harus disepakati semua pihak sebelum membahas permasalahan Ahmadiyah adalah tidak ada satupun kelompok masyarakat, perorangan, atau organisasi massa apapun yang boleh melakukan tindak kekerasan terhadap kelompok masyarakat lain," ujarnya.
Terkait dengan rencana Front Pembela Islam (FPI) menggulingkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ia mengatakan, suatu organisasi massa yang bertindak anarki termasuk melakukan pembunuhan bisa dibubarkan sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
"Selama ada suatu organisasi massa yang bertindak di luar ketentuan hukum maka harus diterapkan UU tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.
Djoko meminta semua pihak menerapkan UU Ormas.
Menurut dia, UU tersebut untuk memenuhi aspek legal suatu pembubaran organisasi massa dan harus dibaca secara lengkap, tidak hanya sekadar pembubarannya.
Tidak terkait
Pada kesempatan tersebut Menkopolhukam Djoko Suyanto juga mengatakan bahwa kasus penyerangan Ahmadiyah di Pandeglang, Banten, kerusuhan di Temanggung, Jawa Tengah, dan penyerangan pondok pesantren di Pasuruan, Jawa Timur, tidak saling terkait.
Meskipun dinyatakan tidak ada hubungannya berdasarkan hasil penyelidikan dan keterangan masing-masing kapolda dan kepala daerah di tiga wilayah tersebut, katanya, pemerintah akan tetap melakukan penyelidikan.
Pejabat negara lain yang menghadiri rapat koordinasi rutin tersebut antara lain Gubernur Jateng, Bibit Waluyo, Pangdam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Langgeng Sulistyono, Kapolda Jateng, Irjen Edward Aritonang, Kajati Jateng, Widyopramono, dan seluruh kepala daerah se-Jawa Tengah.
(ANT-WSN/M029/Btm1)