Tanjungpinang (ANTARA) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah pusat dan daerah menyikapi dengan serius penahanan sejumlah nelayan Natuna, Kepulauan Riau, di Malaysia karena diduga melanggar batas wilayah tangkapan ikan.
Ketua KNTI Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Syukur Haryanto mengatakan persoalan nelayan lokal ditahan di Malaysia sudah berulang kali terjadi sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan yang lebih serius dari pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait.
"Sejak tahun 2020, berapa nelayan di Bintan yang juga ditangkap aparat penegak hukum di Malaysia, ada yang sempat dipenjara dan ada pula yang langsung dipulangkan saat itu juga," kata Syukur di Bintan, Kamis.
KNTI Bintan memberikan saran dan masukan kepada pemerintah dalam penanganan kasus delapan nelayan Kabupaten Natuna yang saat ini masih ditahan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), tepatnya di Kuching, ibukota Sarawak.
KNTI meminta pemerintah daerah memberikan bantuan kepada keluarga dari nelayan yang ditinggalkan tersebut karena penahanan itu mengakibatkan pemenuhan kebutuhan pokok anak dan istrinya menjadi terganggu.
"Pemerintah membantu kebutuhan pokok dan pendidikan anak-anak mereka selama nelayan itu ditahan di Malaysia," kata dia.
Kemudian, pemerintah jangan hanya memikirkan memulangkan para nelayan itu dari Malaysia, tetapi juga mengupayakan alat tangkap dan kapal yang digunakan ikut dipulangkan.
Dari beberapa kasus nelayan ditahan di Malaysia, lalu dipulangkan ke Indonesia tanpa membawa peralatan tangkap mereka. Alat tangkap nelayan disita penegak hukum di Malaysia.
"Ini masih jadi PR (pekerjaan rumah) besar kita yang tidak pernah dilakukan kepada nelayan pascapenahanan di Malaysia," katanya.
Syukur pun meminta pemerintah daerah atau pusat melakukan sosialisasi masif mengenai batasan melaut kepada nelayan supaya mereka mengetahui secara persis letak batas teritorial laut antara Indonesia dan Malaysia.
Di samping itu, para nelayan perlu diperkuat dengan alat satelit dan radar sehingga mudah terpantau pihak berwenang saat melakukan aktivitas penangkapan ikan, terutama di wilayah perbatasan sempadan laut dengan negara tetangga.
Berikutnya, pemerintah diharapkan dapat membentuk satu kelompok kerja agar lebih memudahkan penanganan dan komunikasi ketika terjadi kasus nelayan lokal ditahan di Malaysia.
Pokja itu melibatkan semua pemangku kepentingan terkait, seperti KJRI di Malaysia, Bakamla, PSDKP, hingga Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) hingga jajaran di tingkat pemerintah daerah.
"Harus ada satu pokja yang sifatnya satu pintu informasi. Jadi, ketika ada nelayan kita yang ditahan di Malaysia terkait batas tangkap, akan lebih mudah bagi kita berkomunikasi dengan negara tetangga," katanya pula.
Syukur juga tak menampik bahwa memang ada sebagian nelayan tradisional yang ditahan di Malaysia karena sudah beberapa kali diperingatkan untuk tidak menangkap ikan wilayah perairan mereka, tetapi tetap tidak diindahkan oleh nelayan bersangkutan.
"Informasi itu kita peroleh dari beberapa nelayan di Bintan yang pernah ditahan di Malaysia," ujar Syukur.
Sebelumnya, delapan orang nelayan asal Kabupaten Natuna ditahan APMM di wilayah perbatasan antara Serasan dengan Kuching pada tanggal 19 April 2024.
Mereka menggunakan tiga unit kapal berkapasitas 3 GT yang dituding melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Malaysia, berikut sejumlah alat bukti hasil tangkapan ikan.
Saat ini Pemprov Kepulauan Riau melalui Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BPPD) aktif berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri RI dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching agar kedelapan nelayan tersebut dapat segera dibebaskan dan dipulangkan ke tanah air.
"Kita tetap hormati proses hukum di Malaysia, sambil berupaya memulangkan nelayan Natuna. Untuk keluarga dari nelayan yang ditinggal itupun, sudah kita bantu terkait kebutuhan pokoknya," kata Kepala BPPD Kepulauan Riau Doli Boniara.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KNTI minta pemerintah sikapi serius penahanan nelayan di Malaysia