Tanjungpinang (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau memanfaatkan data Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) melalui fasilitasi kajian kolaboratif.
IDSD merupakan instrumen pengukuran daya saing daerah pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang dilakukan oleh BRIN dengan update data dari walidata kementerian dan lembaga pusat.
"Pengukuran itu berdasarkan konsep dan metode yang mengadopsi pada Global Competitiveness Index (GCI) dari World Economic Forum (WEF) dengan penyesuaian sesuai konteks daerah di Indonesia," kata Yogi Octavian MP, Pelaksana Fungsi Pemantauan Pelaksanaan Riset dan Inovasi di Daerah, Deputi Bidang Riset dan Inovasi Daerah BRIN selaku Koordinator Daerah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), di Tanjungpinang, Selasa.
Kajian kolaboratif tersebut, kata dia, merupakan salah satu bentuk pembinaan teknis yang dilakukan BRIN untuk mendorong pemanfaatan data informasi IDSD, sebagai referensi perumusan kebijakan berbasis bukti untuk mendukung pembangunan daerah.
Baca juga: Penduduk miskin di Kepri berkurang 4,2 ribu orang
Untuk IDSD 2023, lanjutnya, diharapkan menjadi data dasar dalam melakukan riset dan menyusun kebijakan terkait daya saing daerah di Indonesia. "Salah satu tujuannya untuk menggambarkan kondisi daya saing daerah dan faktor-faktor pendorong produktivitas yang membentuk daya saing suatu daerah,” ujarnya.
Yogi menjelaskan pada IDSD 2023 Provinsi Kepri memiliki skor IDSD 3,38 atau masih sedikit di bawah skor nasional 3,44. Pilar yang memiliki skor di atas nasional yaitu pilar satu institusi, pilar dua infrastruktur, pilar tiga adopsi TIK, pilar enam keterampilan, pilar delapan pasar tenaga kerja, dan pilar sepuluh ukuran pasar.
Kemudian terdapat pilar yang skornya sama dengan nasional yaitu pilar lima kesehatan. Sementara, pilar yang skornya di bawah nasional ada pilar empat stabilitas ekonomi makro, pilar tujuh pasar produk, pilar sembilan sistem keuangan, pilar 11 dinamisme Bisnis, dan pilar 12 kapabilitas inovasi.
"Pilar yang rentang skornya cukup lebar di bawah skor nasional adalah pilar tujuh pasar produk,” ungkapnya.
BRIN merekomendasikan Provinsi Kepri agar membuat program atau kegiatan dengan memperhatikan kekuatan pada pilar atau indikator yang kuat. Hal ini untuk mengurangi permasalahan yang masih ada pada pilar atau indikator yang lemah.
Baca juga: Kunjungan wisman ke Kepri bulan Mei 2024 naik 20,83 persen
Yogi mencontohkan terkait indikator tingkat dominasi pasar tergambarkan di pilar pasar produk yang masih lemah, dengan membuat kajian/rekomendasi kebijakan untuk menguatkan UKM/UMKM dengan memanfaatkan teknologi atau TIK.
Contoh lainnya yaitu membuat kajian/rekomendasi kebijakan terkait kontribusi sektor jasa dalam perekonomian daerah pada indikator persaingan sektor jasa.
Berdasarkan data BPS, kata dia, profil Industri Mikro dan Kecil (IMK) 2020 di Provinsi Kepri terdapat sekitar 8.333 usaha/perusahaan IMK (60,48 persen) yang beraktivitas di Kelompok Industri Makanan (KBLI10), industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur), barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya (KBLI 16) sekitar 1.510 usaha (10,96 persen), industri pakaian jadi (KBLI 14) sebanyak 1.471 usaha (10,68 persen).
Dari total 13.779 usaha/perusahaan IMK, ada sebanyak 68,80 persen mengalami kesulitan. Sedangkan usaha yang menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha hanya sebesar 31,20 persen.
Berdasarkan data survei BPS tersebut pemodalan, pemasaran, dan persaingan merupakan tiga besar kesulitan yang dialami oleh IMK.
"Hal ini terkonfirmasi saat kunjungan lapangan ke sentra UKM yang ada di Provinsi Kepri, yaitu sentra industri kerupuk, sentra UMKM otak-otak, dan sentra kerajinan sisik ikan," katanya.
Baca juga: KPU telah coklit 330.000 pemilih di Batam
IDSD merupakan instrumen pengukuran daya saing daerah pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang dilakukan oleh BRIN dengan update data dari walidata kementerian dan lembaga pusat.
"Pengukuran itu berdasarkan konsep dan metode yang mengadopsi pada Global Competitiveness Index (GCI) dari World Economic Forum (WEF) dengan penyesuaian sesuai konteks daerah di Indonesia," kata Yogi Octavian MP, Pelaksana Fungsi Pemantauan Pelaksanaan Riset dan Inovasi di Daerah, Deputi Bidang Riset dan Inovasi Daerah BRIN selaku Koordinator Daerah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), di Tanjungpinang, Selasa.
Kajian kolaboratif tersebut, kata dia, merupakan salah satu bentuk pembinaan teknis yang dilakukan BRIN untuk mendorong pemanfaatan data informasi IDSD, sebagai referensi perumusan kebijakan berbasis bukti untuk mendukung pembangunan daerah.
Baca juga: Penduduk miskin di Kepri berkurang 4,2 ribu orang
Untuk IDSD 2023, lanjutnya, diharapkan menjadi data dasar dalam melakukan riset dan menyusun kebijakan terkait daya saing daerah di Indonesia. "Salah satu tujuannya untuk menggambarkan kondisi daya saing daerah dan faktor-faktor pendorong produktivitas yang membentuk daya saing suatu daerah,” ujarnya.
Yogi menjelaskan pada IDSD 2023 Provinsi Kepri memiliki skor IDSD 3,38 atau masih sedikit di bawah skor nasional 3,44. Pilar yang memiliki skor di atas nasional yaitu pilar satu institusi, pilar dua infrastruktur, pilar tiga adopsi TIK, pilar enam keterampilan, pilar delapan pasar tenaga kerja, dan pilar sepuluh ukuran pasar.
Kemudian terdapat pilar yang skornya sama dengan nasional yaitu pilar lima kesehatan. Sementara, pilar yang skornya di bawah nasional ada pilar empat stabilitas ekonomi makro, pilar tujuh pasar produk, pilar sembilan sistem keuangan, pilar 11 dinamisme Bisnis, dan pilar 12 kapabilitas inovasi.
"Pilar yang rentang skornya cukup lebar di bawah skor nasional adalah pilar tujuh pasar produk,” ungkapnya.
BRIN merekomendasikan Provinsi Kepri agar membuat program atau kegiatan dengan memperhatikan kekuatan pada pilar atau indikator yang kuat. Hal ini untuk mengurangi permasalahan yang masih ada pada pilar atau indikator yang lemah.
Baca juga: Kunjungan wisman ke Kepri bulan Mei 2024 naik 20,83 persen
Yogi mencontohkan terkait indikator tingkat dominasi pasar tergambarkan di pilar pasar produk yang masih lemah, dengan membuat kajian/rekomendasi kebijakan untuk menguatkan UKM/UMKM dengan memanfaatkan teknologi atau TIK.
Contoh lainnya yaitu membuat kajian/rekomendasi kebijakan terkait kontribusi sektor jasa dalam perekonomian daerah pada indikator persaingan sektor jasa.
Berdasarkan data BPS, kata dia, profil Industri Mikro dan Kecil (IMK) 2020 di Provinsi Kepri terdapat sekitar 8.333 usaha/perusahaan IMK (60,48 persen) yang beraktivitas di Kelompok Industri Makanan (KBLI10), industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur), barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya (KBLI 16) sekitar 1.510 usaha (10,96 persen), industri pakaian jadi (KBLI 14) sebanyak 1.471 usaha (10,68 persen).
Dari total 13.779 usaha/perusahaan IMK, ada sebanyak 68,80 persen mengalami kesulitan. Sedangkan usaha yang menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha hanya sebesar 31,20 persen.
Berdasarkan data survei BPS tersebut pemodalan, pemasaran, dan persaingan merupakan tiga besar kesulitan yang dialami oleh IMK.
"Hal ini terkonfirmasi saat kunjungan lapangan ke sentra UKM yang ada di Provinsi Kepri, yaitu sentra industri kerupuk, sentra UMKM otak-otak, dan sentra kerajinan sisik ikan," katanya.
Baca juga: KPU telah coklit 330.000 pemilih di Batam