Tanjungpinang (ANTARA) - BPS mendata jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada Maret 2024 mencapai 138,30 ribu orang atau berkurang sebesar 4,2 ribu orang dibandingkan Maret 2023, yaitu dari 5,69 persen menjadi 5,37 persen.

"Jika dibandingkan periode September 2022, penduduk miskin di Kepri turun sebesar 10,59 ribu orang," kata Kepala BPS Kepri Darwis Sitorus di Tanjungpinang, Senin.

Darwis menyatakan penurunan penduduk miskin di Kepri, salah satunya dipicu keberhasilan pemerintah daerah bersama pemangku kepentingan terkait dalam upaya mengendalikan angka inflasi di daerah tersebut.

Keberhasilan itu ditandai dengan penghargaan TPID Award 2024 yang diperoleh Pemprov Kepri dari Pemerintah Pusat sebagai provinsi berkinerja terbaik mengendalikan inflasi di wilayah Pulau Sumatera.

"Inflasi harus tetap dijaga supaya garis kemiskinan tidak naik, kalau semakin membengkak maka jumlah penduduk miskin akan bertambah pula," ujar Darwis.

Ia menyebut berdasarkan daerah tempat tinggal, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan dari Maret 2023 ke Maret 2024, yaitu dari 30,60 ribu orang (10,69 persen) menjadi 26,03 ribu orang (9,94 persen).

Sedangkan penduduk miskin di daerah perkotaan juga turun, yakni dari 111,90 ribu orang (4,85 persen) pada Maret 2023, menjadi 112,28 ribu orang (5,05 persen) pada Maret 2024.

Adapun garis kemiskinan per kapita di Kepri naik 6,02 persen, yaitu dari Rp742.526 per kapita per bulan pada Maret 2023, menjadi Rp787.211 per kapita per bulan pada Maret 2024.

Sementara pada periode September 2022 hingga Maret 2023, garis kemiskinan juga mengalami kenaikan sebesar 1,65 persen.

"Garis kemiskinan digunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan," ungkapnya.

Dia menyampaikan komoditi makanan memberikan kontribusi terbesar terhadap garis kemiskinan di perkotaan pada Maret 2024 yaitu beras sebesar 13,76 persen, kemudian diikuti komoditi rokok kretek filter yang sebesar 9,77 persen, lalu daging ayam ras memberikan kontribusi terbesar ketiga terhadap garis kemiskinan, yaitu 6,25 persen.

Sementara untuk wilayah perdesaan, beras dan rokok kretek filter memberikan kontribusi terbesar terhadap garis kemiskinan, masing-masing sebesar 16,62 persen dan 16,42 persen.

"Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan garis kemiskinan terbesar baik pada perkotaan dan perdesaan adalah perumahan, listrik, dan bensin," ucap Darwis.

Secara terpisah, Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pembangunan (Barenlitbang) Pemprov Kepri Misni menyatakan pihaknya terus berupaya menurunkan angka kemiskinan di daerah tersebut, terutama kemiskinan ekstrem.

"Sebagaimana diketahui, pemerintah menargetkan angka kemiskinan ekstrem di tanah air dapat mencapai nol persen di tahun 2024," kata Misni.

Misni menyampaikan ada empat program pengentasan kemiskinan ekstrem di Kepri, pertama penanganan infrastruktur dasar berupa rehabilitasi rumah tidak layak huni, sanitasi, air bersih, dan listrik. Program ini, terus dilakukan secara kontinyu.

Kedua adalah bantuan sosial dan jaminan sosial terpadu seperti jaminan kesehatan nasional (JKN), bantuan beras bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah dan program keluarga harapan (PKH).

Ketiga, pemberdayaan masyarakat dan penguatan pelaku usaha mikro dan kecil seperti posyandu, RT/RW, Bumdes, UMKM, perikanan, pertanian, dan ketahanan pangan.

Sedangkan yang keempat melalui program beasiswa bagi siswa tidak mampu termasuk penanganan kasus anak stunting di lokus kemiskinan ekstrem.

“Intinya kita fokus pada pembangunan infrastruktur, jaminan sosial, penguatan ekonomi dan penanganan stunting," ucap Misni.*


Pewarta : Ogen
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2024