Batam (ANTARA) - Balai Pengawasan Obat dan Makanan di Batam bersinergi lintas sektor dengan sejumlah instansi dan lembaga guna meningkatkan kualitas serta daya saing UMKM di Kepulauan Riau, demi memastikan keamanan pangan untuk masyarakat.
“Tentunya BPOM bermitra dengan lintas sektor, ada BUMN, Bank Indonesia, juga dengan lembaga kampus, hingga organisasi masyarakat membina, mendampingi dan mengawasi kualitas produk UMKM,” kata Kepala BPOM di Batam Musthofa Anshori di Batam, Jumat.
Dia menyebut BPOM memiliki sejumlah program pendampingan dan pembinaan terhadap UMKM di Kepri, dimulai dari program rekrutmen fasilitator pangan.
Dalam program rekrutmen fasilitas pangan ini, BPOM bekerja sama dengan organisasi masyarakat, seperti organisasi keagamaan dan kepemudaan, di mana anggota organisasi tersebut dijadikan fasilitator pangan.
Dia menjelaskan BPOM berperan dalam pengawasan produk obat dan makanan, terkait pembinaan BPOM melakukan pengawasan pre market dan post market.
“Kalau pre market ini titik singgungannya dengan post market itu adalah keluarnya nomor izin edar (NIE),” katanya.
BPOM mendampingi UMKM di Kepri untuk mendapatkan NIE agar produknya bisa dipasarkan di masyarakat. UMKM didampingi dalam menyiapkan dokumen administrasi untuk mengajukan izin edar.
Menurut dia, untuk mengeluarkan nomor izin edar, tidak serta merta dikeluarkan oleh BPOM, tetapi melalui proses pendampingan terkait dengan dokumen pelaku usaha, standar operasi prosedur (SOP) dalam memproduksi pangan, hingga pembuatan label.
Terkait dengan sarana prasarana milik pelaku usaha, BPOM juga mendampingi, ada alur mulai dari alur produksi, dari bahan baku, pemrosesan sampai bahan akhirnya, pengemasan.
“BPOM membantu untuk men-settingkan alurnya itu, ndak bolak-balik, jangan sampai mau ke ruang produksi balik lagi ke ruang penyiapan kan akan terjadi kontaminasi. Itu salah satunya,” katanya.
BPOM juga mendampingi pelaku UMKM untuk mengurus HAKI dari produknya ke pemerintahan, lalu menyediakan layout untuk renov.
BPOM juga mendampingi UMKM untuk mendapatkan sertifikat cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB) yang diurus via aplikasi. Sertifikat ini terkait infrastruktur/bangunan dari rumah produksi UMKM tersebut.
Jika CPPOB sudah terbut, baru didaftarkan ke BPOM pusat untuk mendapatkan nomor izin edar.
Dia mengatakan pembinaan dan pendampingan UMKM tidak hanya sampai NIE keluar, tetapi akan dilakukan pengawasan secara berkala apakah sarana dan prasarana tetap terjaga sesuai SOP. Pengawasan ini setiap satu tahun sekali, jika ada penurunan SOP dari sarana prasaran tersebut, maka NIE dapat ditangguhkan sampai UMKM tersebut memperbaiki lagi SOP.
“Kalau sarananya tidak memenuhi syarat biasanya kami lakukan penutupan sementara. Sambil mereka (UMKM) memperbaiki sarananya, kalau sudah ada perbaikan bisa dibuka lagi atau boleh bereda lagi,” katanya.
Pada September, melalui program Desktop UMKM, BPOM mendampingi penerbitan 77 NIE untuk sejumlah UMKM di Kepri.
Selain itu, UMKM juga memiliki aplikasi Sipandan yang memudahkan pelaku usaha di dalam maupun di luar negeri untuk mendapatkan izin mengedarkan produk pangan dan kosmetiknya dengan pengurusan Surat Izin Impor (SKI) dan Surat Izin Ekspor (SKE).
Dengan kemudahan layanan ini, telah mendorong peningkatan produk UMKM Kepri yang menembus pasar internasional.