Batam (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Riau menangani 16 dugaan pelanggaran netralitas ASN selama Pilkada Kepri 2024. 

Ketua Bawaslu Kepri Zulhadril di Batam, Kamis mengatakan selain dugaan pelanggaran netralitas ASN, pihaknya juga menangani dua dugaan pelanggaran administrasi pemilihan. 

“Kami juga telah melakukan proses penanganan pelanggaran baik administrasi, pidana pemilu, maupun pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Dalam melakukan penanganan pelanggaran khususnya yang terkait dengan pidana pemilu, kami juga telah bekerjasama dengan baik dalam Sentra Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian dan juga Kejaksaan,” kata Zulhadril. 

Ia menjelaskan dalam Pilkada, Bawaslu Kepri juga  telah memproses tujuh temuan dugaan pelanggaran, dan 44 laporan dengan rincian 25 laporan di registrasi dan 19 laporan tidak diregistrasi.

Selain itu, dalam bidang pencegahan, Zulhadril menyebutkan telah melakukan upaya pencegahan di mulai dari penyusunan pemetaan kerawanan dan menghasilkan satu rumusan Indeks Kerawanan Pemilihan (IKP) yang telah disosialisasikan dan kemudian menjadi rujukan dalam memetakan potensi kerawanan Pilkada 2024.

“Dalam melakukan upaya pencegahan, kami juga telah membina pengawas partisipatif yang berasal dari berbagai organisasi pemuda dan organisasi kemasyarakatan yang kemudian tergabung dalam komunitas pengawas partisipatif dan sebagian besar mereka juga telah menjadi pemantau baik dalam pemilu maupun pilkada,” ujar dia. 

Selain itu, Zulhadril juga menyoroti rendahnya tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024. 

Menurutnya, partisipasi pemilih menjadi salah satu perhatian utama mengingat memilih adalah hak, bukan kewajiban.

“Kesadaran untuk menggunakan hak pilih harus ditingkatkan. Ini bukan hanya soal keuntungan finansial, tetapi juga terkait penguatan nasionalisme,” kata dia. 

Zulhadril menambahkan pemahaman politik dan diskusi bersama antar elemen masyarakat diperlukan untuk mendorong partisipasi yang lebih baik.

Salah satu kelompok yang disoroti adalah pelajar dan mahasiswa dari luar daerah yang tidak menggunakan hak pilihnya. 

“Ada berbagai faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pemilih, seperti waktu pelaksanaan yang dinilai terlalu singkat, format baru pemilihan serentak yang pertama kali diterapkan, hingga kejenuhan politik akibat pilpres, pileg, pilkada yang digelar dalam waktu berdekatan,” ujar Zulhadril.


Pewarta : Jessica Allifia Jaya Hidayat
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2025