Jakarta (ANTARA) - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah salah satunya dipengaruhi oleh antisipasi pelaku pasar terhadap pidato Ketua The Fed Jerome Powell yang dapat mengarah ke hawkish terkait kebijakan suku bunga acuannya.
"Rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang 'rebound' oleh antisipasi pidato hawkish Powell dalam beberapa kesempatan pekan ini, diantaranya risalah FOMC dan Jackson Hole," ujar Lukman saat dihubungi oleh Antara di Jakarta, Selasa.
Dari mancanegara, pidato Jerome Powell akan menjadi perhatian pelaku pasar dalam pertemuan para pejabat bank sentral dunia pada Simposium Jackson Hole di AS tanggal 21-23 Agustus 2025.
Selanjutnya, pelaku pasar juga akan memperhatikan pidato Jerome Powell pada pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) Minutes pada Kamis (21/08) pekan ini.
Berdasarkan laporan FedWatch CME, ada kemungkinan sebesar 83 persen The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan September 2025, namun sikap hawkish bank sentral AS menjadi langkah antisipasif pelaku pasar saat ini.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin menggelar pertemuan pada Jumat (15/08), yang tidak menghasilkan kesepakatan gencatan senjata atau kesepakatan formal untuk mengakhiri perang Ukraina.
Sebelumnya, pada Rabu (13/08), Trump mengancam akan memberikan "konsekuensi berat" apabila Putin tidak menyetujui perdamaian, mengingat Trump telah mengancam tarif tinggi terhadap pembeli utama minyak Rusia, yaitu India dan China.
Para analis mengatakan pembatasan yang lebih ketat terhadap ekspor energi dari Moskow dapat memperburuk kendala pasokan yang ada, terutama di Eropa, dan sebagian Asia yang masih sangat bergantung pada minyak mentah dan produk olahan Rusia.
Dari kawasan Asia, perekonomian China melambat di hampir semua sektor pada Juli 2025, yang mana aktivitas pabrik, investasi, dan penjualan ritel mengecewakan ekspektasi, dipengaruhi pengetatan Beijing terhadap perang harga serta dampak lanjutan tarif impor dari Trump.
Pada Jumat (15/08), data Biro Statistik Nasional (NBS) China menunjukkan produksi pabrik dan tambang hanya naik 5,7 persen year-on-year (yoy) atau terendah sejak November 2025 dan di bawah proyeksi, dibandingkan kenaikan 6,8 persen (yoy) pada Juni 2025.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mencatat ULN periode Juni 2025 sebesar 433,3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp6.976,1 triliun (kurs Jisdor Rp16.109 per dolar AS per 14 Agustus 2025), atau menurun dibandingkan sebesar Rp7.100,28 triliun pada Mei 2025.
Tingkat pertumbuhan ULN juga melambat, yang mana tumbuh 6,1 persen (yoy) pada kuartal II-2025, dibandingkan pertumbuhan 6,4 persen (yoy) pada kuartal I-2025, yang dipengaruhi oleh ULN swasta yang melanjutkan kontraksi pertumbuhan. Berdasarkan komposisi, ULN pemerintah pada April-Juni 2025 sebesar 210,1 miliar dolar AS atau setara Rp3.382,6 triliun.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Selasa di Jakarta melemah sebesar 32,50 poin atau 0,20 persen menjadi Rp16.230 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.198 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat (15/08) tercatat di level Rp16.162 per dolar AS.
Baca selanjutnya
IHSG menguat...
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa pagi bergerak menguat seiring optimisme pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral di tingkat global.
IHSG dibuka menguat 6,97 poin atau 0,09 persen ke posisi 7.905,35. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 1,26 poin atau 0,15 persen ke posisi 819,80.
"Pekan ini akan menjadi periode penuh agenda penting bagi pelaku pasar, dengan sejumlah rilis kebijakan dan data ekonomi dari dalam negeri maupun global,” sebut Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Selasa.
Dari mancanegara, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed tetap akan menjadi sorotan sepanjang pekan, di saat para pejabat bank sentral menghadiri simposium kebijakan ekonomi tahunan di Jackson Hole, Wyoming, AS.
Pelaku pasar akan memantau acara itu untuk mencari sinyal mengenai arah suku bunga ke depan. Berdasarkan FedWatch CME, pelaku pasar menilai ada kemungkinan sebesar 83 persen bank sentral akan memangkas suku bunga pada pertemuan September 2025.
Dari kawasan Asia, Bank Rakyat China (PBoC) dijadwalkan mengumumkan kebijakan suku bunga periode Agustus 2025 pada Rabu (20/08). Pelaku pasar menanti langkah otoritas moneter China di tengah melambatnya konsumsi domestik dan pertumbuhan ekonomi yang mulai kehilangan momentum.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuannya pada Rabu (20/08), yang diperkirakan akan menahan setelah memangkasnya pada pertemuan terakhir.
Selain itu, BI dijadwalkan akan merilis data transaksi berjalan periode kuartal II-2025 pada Jumat (22/08).
Pada perdagangan Senin (18/08), bursa saham Eropa ditutup variatif, diantaranya Euro Stoxx 50 melemah 0,25 persen, indeks FTSE 100 Inggris menguat 0,21 persen, indeks DAX Jerman naik 0,18 persen, serta indeks CAC Prancis turun 0,50 persen.
Bursa saham AS di Wall Street juga ditutup variatif pada perdagangan Senin (18/08), diantaranya Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 33,93 poin atau 0,08 persen ditutup di level 44.912,19, indeks S&P 500 melemah 0,64 persen ke level 6.449,91, indeks Nasdaq Composite menguat 1,69 poin atau 0,03 persen dan ditutup di level 23.713,02.
Bursa saham regional Asia pagi ini, antara lain indeks Nikkei melemah 567,52 poin atau 1,31 persen ke 42.709,00, indeks Shanghai menguat 17,15 poin atau 0,47 persen ke 3.700,87, indeks Hang Seng menguat 106,69 poin atau 0,42 persen ke 25.720,55, dan indeks Strait Times melemah 17,45 poin atau 0,41 persen ke 4.255,45.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rupiah melemah seiring antisipasi pidato "hawkish" Ketua The Fed