Batam (ANTARA Kepri) - Istri dari sastrawan Riau almarhum Hasan Junus berniat menjual koleksi buku berupa naskah kuno Melayu dan ribuan buku lainnya, baik karya Hasan Junus maupun koleksi pribadinya dalam tujuh bahasa, untuk menopang hidup keluarganya.
"Sejak almarhum Hasan Junus wafat, istrinya T. Arfah saat ini dalam kondisi sakit dan tidak ada yang menanggung hidupnya. Itu sebabnya, dia yang merupakan ahli waris ingin menjual buku-buku koleksi almarhum," ujar kerabat almarhum Herlela Ningsih di Pekanbaru, Rabu.
Hasan Junus yang dikenal sebagai Paus Sastra Indonesia wafat pada tanggal 30 Maret 2012 dalam usia 71 tahun karena penyakit komplikasi yang dideritanya. Almarhum meninggalkan seorang istri dan tidak punya anak.
Menurut Herlela, naskah kuno Melayu yang menjadi koleksi Hasan Junus telah berumur ratusan tahun dan di perpustakaan pribadinya tersimpan naskah serta buku-buku berbahasa asing karena almarhum merupakan sastrawan Riau yang menguasai tujuh bahasa asing.
"Desakan hidup yang memaksa keluarga merencanakan menjual koleksi HJ (sapaan Hasan Junus,red.)," ujar Herlela.
Herlela yang juga sastrawati Riau itu mengatakan, sejak Hasan Junus sakit, keluarganya telah berniat menjual buku-bukunya. Namun, niat tersebut belum terwujud. Niat untuk menjual buku itu dulu adalah untuk membiayai perawatan Hasan Junus.
"Kini, istrinya pula yang dalam kondisi sakit, harus segera menjalani operasi di kakinya. Jangankan biaya berobat, biaya hidup juga tidak ada. Selama ini, HJ tidak mendapatkan royalti dari karya bukunya," ungkap Herlela.
Ia mengakui bahwa telah ada penawaran dari sastrawan asing untuk membeli buku dan naskah kuno tersebut. Namun, pihak keluarga masih berpikir untuk melepaskannya.
"Saya khawatir, tawaran sudah ada nanti tertarik pula ahli warisnya untuk menjual ke pihak asing. Naskah kuno Melayu dengan tulisan Arab gundul yang telah berumur ratusan tahun itu merupakan koleksi yang langka," ujar Herlela.
Hasan Junus lahir pada tanggal 12 Januari 1941 di Pulau Penyengat, Tanjungpinang. Pada tahun 196,0 dia meneruskan pendidikannya di Universitas Padjajaran Bandung pada Jurusan Sejarah dan Antropologi. Pada masa-masa itu dia juga menyempatkan diri sebagai mahasiswa Institute for Foreign Languages atau Akademi Ahli Bahasa Asing Bandung.
Namun, seperti yang ditulis pada kulit buku karyanya "Raja Ali Haji Budayawan di Gerbang XX", tak satu pun yang dirampungkan sampai selesai.
Pada tahun 1970, kembali ke Tanjungpinang. Rajin menulis untuk beberapa media terbitan lokal dan media terbitan Jakarta, antara lain, esai dan artikel kebudayaannya mengisi lembaran "Khatulistiwa" Media Indonesia Raya dan Ruang Kebudayaan surat kabar Suara Karya.
Media lain tempatnya menulis adalah Horison, Haluan, media-media di Riau. Selain itu, tulisan kreatifnya juga pernah dimuat, antara lain, di majalah Femina dan Matra.
Di samping menulis karya asli juga menerjemahkan karya sastra asing. Karya-karyanya, antara lain, Jelaga (1979), karya bersama Iskandar Leo dan Eddy Mawuntu), salah satu bagian dalam Antropologi of Asean Literature-Oral Literature of Indonesia (1983); Raja Ali Haji-Budayawan di Gerbang Abad XX (1988), Burung Tiung Seri Gading (1992), Peta Sastra Daerah Riau (1993) bersama Edi Ruslan Pe Amanriza).
Cerpen "Pengantin Boneka" diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Jeanette Linagrd dan diterjemahkan dalam Diverse Lives-con-temporary Stories from Indonesia (Oxford Universitas Press,1995). Mencari Junjungan Buih Karya Sastra di Riau dan Furuk al-Makmur (1996). Tiada Mimpi Lagi (1998), Sekuntum Mawar untuk Emily dan Lima Belas Cerita lainnya (1998).
Cakap-cakap Rampai-rampai dan Pada Masa Ini Sukar Dicari (1998), Dari Saudagar Bodoh dan Fakir yang Pintar Menuju yang Mendunia (1999). Salah satu cerpen disertakan dalam antropologi pemenang dan unggulan sayembara Kincir Emas Paradoks Kilas Balik dan Raja Haji Fisabilillah Hannibal dari Riau. (*)
Editor: Dedi
"Sejak almarhum Hasan Junus wafat, istrinya T. Arfah saat ini dalam kondisi sakit dan tidak ada yang menanggung hidupnya. Itu sebabnya, dia yang merupakan ahli waris ingin menjual buku-buku koleksi almarhum," ujar kerabat almarhum Herlela Ningsih di Pekanbaru, Rabu.
Hasan Junus yang dikenal sebagai Paus Sastra Indonesia wafat pada tanggal 30 Maret 2012 dalam usia 71 tahun karena penyakit komplikasi yang dideritanya. Almarhum meninggalkan seorang istri dan tidak punya anak.
Menurut Herlela, naskah kuno Melayu yang menjadi koleksi Hasan Junus telah berumur ratusan tahun dan di perpustakaan pribadinya tersimpan naskah serta buku-buku berbahasa asing karena almarhum merupakan sastrawan Riau yang menguasai tujuh bahasa asing.
"Desakan hidup yang memaksa keluarga merencanakan menjual koleksi HJ (sapaan Hasan Junus,red.)," ujar Herlela.
Herlela yang juga sastrawati Riau itu mengatakan, sejak Hasan Junus sakit, keluarganya telah berniat menjual buku-bukunya. Namun, niat tersebut belum terwujud. Niat untuk menjual buku itu dulu adalah untuk membiayai perawatan Hasan Junus.
"Kini, istrinya pula yang dalam kondisi sakit, harus segera menjalani operasi di kakinya. Jangankan biaya berobat, biaya hidup juga tidak ada. Selama ini, HJ tidak mendapatkan royalti dari karya bukunya," ungkap Herlela.
Ia mengakui bahwa telah ada penawaran dari sastrawan asing untuk membeli buku dan naskah kuno tersebut. Namun, pihak keluarga masih berpikir untuk melepaskannya.
"Saya khawatir, tawaran sudah ada nanti tertarik pula ahli warisnya untuk menjual ke pihak asing. Naskah kuno Melayu dengan tulisan Arab gundul yang telah berumur ratusan tahun itu merupakan koleksi yang langka," ujar Herlela.
Hasan Junus lahir pada tanggal 12 Januari 1941 di Pulau Penyengat, Tanjungpinang. Pada tahun 196,0 dia meneruskan pendidikannya di Universitas Padjajaran Bandung pada Jurusan Sejarah dan Antropologi. Pada masa-masa itu dia juga menyempatkan diri sebagai mahasiswa Institute for Foreign Languages atau Akademi Ahli Bahasa Asing Bandung.
Namun, seperti yang ditulis pada kulit buku karyanya "Raja Ali Haji Budayawan di Gerbang XX", tak satu pun yang dirampungkan sampai selesai.
Pada tahun 1970, kembali ke Tanjungpinang. Rajin menulis untuk beberapa media terbitan lokal dan media terbitan Jakarta, antara lain, esai dan artikel kebudayaannya mengisi lembaran "Khatulistiwa" Media Indonesia Raya dan Ruang Kebudayaan surat kabar Suara Karya.
Media lain tempatnya menulis adalah Horison, Haluan, media-media di Riau. Selain itu, tulisan kreatifnya juga pernah dimuat, antara lain, di majalah Femina dan Matra.
Di samping menulis karya asli juga menerjemahkan karya sastra asing. Karya-karyanya, antara lain, Jelaga (1979), karya bersama Iskandar Leo dan Eddy Mawuntu), salah satu bagian dalam Antropologi of Asean Literature-Oral Literature of Indonesia (1983); Raja Ali Haji-Budayawan di Gerbang Abad XX (1988), Burung Tiung Seri Gading (1992), Peta Sastra Daerah Riau (1993) bersama Edi Ruslan Pe Amanriza).
Cerpen "Pengantin Boneka" diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Jeanette Linagrd dan diterjemahkan dalam Diverse Lives-con-temporary Stories from Indonesia (Oxford Universitas Press,1995). Mencari Junjungan Buih Karya Sastra di Riau dan Furuk al-Makmur (1996). Tiada Mimpi Lagi (1998), Sekuntum Mawar untuk Emily dan Lima Belas Cerita lainnya (1998).
Cakap-cakap Rampai-rampai dan Pada Masa Ini Sukar Dicari (1998), Dari Saudagar Bodoh dan Fakir yang Pintar Menuju yang Mendunia (1999). Salah satu cerpen disertakan dalam antropologi pemenang dan unggulan sayembara Kincir Emas Paradoks Kilas Balik dan Raja Haji Fisabilillah Hannibal dari Riau. (*)
Editor: Dedi