"ANAK-anak kami sudah satu bulan tidak mandi. Kami mau wudhu pun susah," kata warga Pulau Panjang Kota Batam, Imat Rahmat mengeluh.

Kekeringan tahun ini adalah yang terparah sepanjang hidupnya. Bayangkan saja, sudah dua bulan Batam tidak diguyur hujan, tidak setitik air pun jatuh dari langit.

Saat ini tengah terjadi iklim ekstrem di beberapa wilayah Indonesia yang menyebabkan wilayah di Batam, Kepri kering. Bahkan, dalam catatan  Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sejak awal Februari Batam tidak pernah diguyur hujan.

Padahal, sejatinya tidak ada musim di wilayah Kepri, melainkan hujan sepanjang tahun. Itu yang berulang kali ditegaskan petugas-petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Batam.

Wilayah Batam terdiri dari 329 pulau kecil yang tersebar di tengah perairan Selat Malaka. Dengan banyaknya air (laut), maka potensi hujan di wilayah itu tinggi. Makanya BMKG selalu menyebut Batam tidak mengenal musim.

Namun, sejak akhir Januari hingga mendekati pertengahan Maret 2013 2014 ini, awan-awan pembawa hujan hanya melintas wilayah Batam sebelum sempat menumpahkan hujan. Awan-awan itu tertiup angin kencang dan menjauhi wilayah Batam.

Kepala BMKG Hang Nadim Batam Phillip Mustamu mengatakan daerah di Batam tidak memiliki bendung untuk menghalangi tiupan angin seperti gunung dan lainnya. Itu yang menyebabkan awan mudah tersapu menjauh saat angin bertiup kencang.

"Pembentukan awan tersapu tiupan angin dari timur laut ke selatan. Sehingga ada awan belum tentu hujan," kata dia.

Kekeringan

Anomali cuaca menyebabkan kekeringan di beberapa wilayah, terutama di pulau-pulau kecil.

Bagaimana tidak, selama ini warga pulau mengandalkan hujan sebagai sumber air bersih. Biasanya, warga menyiapkan drum-drum besar di halaman rumah untuk menampung air hujan yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, sudah nyaris dua bulan ini drum milik warga kosong.

Selain drum, beberapa pulau juga memiliki sumur yang airnya dinikmati warga dari beberapa pulau sekitar. Contohnya saja, sumur di Pulau Akar, airnya biasa dinikmati warga Pulau Panjang. Namun, sumur di Pulau Akar sudah kering. Warga pun terpaksa menghemat air bersih dengan tidak mandi.

Begitu pula yang terjadi di Pulau Bulang Kebam dan Pulau Bulang lintang. Warga di sana, Soleha mengatakan sumur di pulau itu sudah kering sehingga sulit mendapatkan air bersih. Waduk yang baru dibangun Pemkot Batam pun persediaan airnya semakin menipis.

"Sumur sudah kering, padahal bertahun-tahun tidak pernah kering. Kalau tidak ada hujan, dari mana kami mendapatkan air bersih," kata dia.

Sayang, jeritan warga yang disampaikan langsung ke Kepala Daerah hanya dijawab ringan, tanpa solusi.

Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani justru membandingkan kekeringan yang terjadi di Batam dengan di Tanjungpinang, ibu kota provinsi.

"Bukan hanya di sini, Tanjungpinang juga kekeringan. Ini menjadi perhatian," kata Gubernur.

Bukannya langsung memecahkan persoalan Gubernur justru meminta Pemkot Batam mencari solusi agar kebutuhan air bersih warga bisa dipenuhi.

Ditantang Gubernur memecahkan persoalan, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan tidak bisa menjawab, dengan alasan normatif; keterbatasan anggaran.

"Saya sudah tanya ke Bappeda dan jawabannya harus menunggu ABT, bisa September. Itu bisa buat beli drum," kata Wali Kota.

Padahal, sejak Februari warga pulau sudah kesulitan mendapatkan air bersih. Apakah, warga harus merapel mandi hingga September?

Kebakaran

Anomali cuaca juga menyebabkan Batam dilanda kebakaran hutan. Dalam satu hari, bisa terjadi empat kebakaran di tempat yang berbeda.

Sejak akhir Februari, dalam suratnya, BMKG memberikan peringatan agar mengantisipasi potensi kebakaran lahan akibat suhu udara yang tinggi, kurangnya jumlah curah hujan serta kecepatan angin yang kencang.

Suhu udara yang tinggi serta tidak adanya hujan membuat pepohonan dan semak belukar di Batam kering hingga mudah terbakar. Dan bila api sudah tersulut, maka diperkirakan akan mudah menyebar akibat kecepatan angin yang tinggi.

Dinas Kelautan Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan Kota Batam mencatat sejak Januari hingga awal Maret 2014 seluas 265 hektare hutan lindung di wilayahnya terbakar akibat cuaca panas, kesengajaan dan kelalaian manusia.

Kepala Bidang Kehutanan Dinas KP2K Batam, Emri Zuharmen menduga, kebakaran disebabkan cuaca panas, juga unsur kesengajaan dan kelalaian.

"Banyak masyarakat membuang puntung rokok sembarangan sehingga mengakibatkan rumput kering terbakar dan merembet ke hutan," kata dia.

Ada 19 lokasi hutan terbakar di Batam, di antaranya Sei Harapan, Sei Temiang, Mata Kucing, Bukit Dangas, Bukit Harimau Sekupang, dan Sei Pancur.

Selain hutan lindung, dalam periode yang sama sejumlah hutan konservasi di Batam juga terbakar.

"Untuk hutan konservasi ada sekitar 20 hektare. Tempatnya di hutan Taman Wisata Alam Mukakuning," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, Nur Patria Kurniawan.

Kepala Kantor Penanggulangan Bahaya Kebakaran, Direktorat Pengamanan BP Batam, Slamet Sriyono mengatakan selama dua bulan terakhir terjadi hampir 150 kali kebakaran di berbagai wilayah Batam termasuk di Pulau Rempang dan Galang.

Ia mengimbau agar masyarakat tidak membakar semak-semak dan sembarangan membuang puntung rokok.

"Kondisi seluruh semak-semak dan hutan di Batam sangat kering. Aktivitas pembakaran sekecil apapun, bahkan puntung rokok sangat berpotensi menimbulkan kebakaran," kata dia. (antara)

Editor: Rusdianto

Pewarta :
Editor : Jo Seng Bie
Copyright © ANTARA 2024