Anambas (Antara Kepri) - Nelayan pembudidaya ikan napoleon di Kepulauan Anambas mengeluhkan kebijakan Pemerintah Pusat yang melarang ikan jenis itu diekspor keluar negeri.
Dodo, salah seorang nelayan budidaya ikan napoleon di Desa Air Sena, Kecamatan Siantan Tengah, mengaku tidak habis pikir dengan langkah pemerintah pusat tersebut.
"Kami ini tidak mengerti, kok bisanya orang itu keluarkan kebijakan yang boleh dibilang merugikan masyarakat ini. Mengenai hal ini pun juga tidak ada penjelasan. Kalau memang betul tak boleh, tolong dijelaskan kalau memang betul dilindungi. Sampai saat ini belum ada pengumuman dan kejelasan mengenai pengiriman ikan napoleon ini. Ini barang bukan main-main," katanya, Rabu di Tarempa.
Dodo sempat menceritakan keluh-kesahnya dimana dia telah merintis usaha budidaya ikan-ikan napoleon semenjak tahun 1992 . Ia mengetahui adanya kebijakan setelah usahanya itu didatangi pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepulauan Anambas.
Ia mengaku hanya hanya bisa pasrah, karena omset penjualan ikan napoleon terus berkurang. "Memang, untuk pengiriman ikan Napoleon hidup ini biasa untuk pemenuhan pangsa pasar luar negeri salah satunya Hong Kong," kata dia.
Untuk satu kali pengiriman, jelas dia, ia mampu mengirimkan ikan napoleon mencapai 500-700 kg dengan harga Rp1 juta per kg.
"Sekarang sudah kewalahan. Mereka tak mau menerima karena ketakutan. Tak berani masuk kapal mereka. Ujung-ujungnya kami masyarakat budidaya ini yang mati", kesahnya.
Dia kembali menuturkan, sudah lima bulan kapal penampung ikan tidak datang. "Yang menguntungkan ini kan ikan Napoleon dibandingkan dengan ikan budidaya lainnya. Paling tidak, ada solusi lah untuk kami terkait langkah yang diambil", harapnya.
Terkait langkah yang diambil Pemerintah Pusat ini, beberapa upaya diketahui telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).
Pertemuan yang dilakukan Pemkab bersama Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) bersama Pemkab dan DPRD Anambas juga sudah dilakukan beberapa kali.
Kepala Bidang Budidaya DKP Kabupaten Kepulauan Anambas, Defrian, mengatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan data rinci nelayan budidaya yang ada di tujuh kecamatan didaerah ini . Pengiriman data nelayan budidaya ini menurutnya merupakan tindaklanjut dari pertemuan terakhir antara Pemerintah Pusat dengan Pemda Anambas bersama DPRD di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Data kami kirim minggu kemarin. Paling tidak ini dasar mereka untuk mengeluarkan kebijakan tadi. Kami pun ingin memperlihatkan ke pusat bahwa ketersediaan ikan napoleon ini masih ada. Meski demikian, pada prinsipnya, kami menunggu keputusan akhirnya," ujar Defrian.
Dari data yang dikirimkan oleh DKP kepada Pemerintah pusat diketahui, jumlah ikan dengan masa pembesaran lebih dari empat tahun serta sudah siap untuk dipasarkan pada tahun 2014 sebanyak 36.825 ekor. Total ikan yang siap untuk dipasarkan ini berasal dari 395 nelayan budidaya yang tersebar di tujuh kecamatan yang ada di Anambas. (Antara)
Editor: Rusdianto
Dodo, salah seorang nelayan budidaya ikan napoleon di Desa Air Sena, Kecamatan Siantan Tengah, mengaku tidak habis pikir dengan langkah pemerintah pusat tersebut.
"Kami ini tidak mengerti, kok bisanya orang itu keluarkan kebijakan yang boleh dibilang merugikan masyarakat ini. Mengenai hal ini pun juga tidak ada penjelasan. Kalau memang betul tak boleh, tolong dijelaskan kalau memang betul dilindungi. Sampai saat ini belum ada pengumuman dan kejelasan mengenai pengiriman ikan napoleon ini. Ini barang bukan main-main," katanya, Rabu di Tarempa.
Dodo sempat menceritakan keluh-kesahnya dimana dia telah merintis usaha budidaya ikan-ikan napoleon semenjak tahun 1992 . Ia mengetahui adanya kebijakan setelah usahanya itu didatangi pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepulauan Anambas.
Ia mengaku hanya hanya bisa pasrah, karena omset penjualan ikan napoleon terus berkurang. "Memang, untuk pengiriman ikan Napoleon hidup ini biasa untuk pemenuhan pangsa pasar luar negeri salah satunya Hong Kong," kata dia.
Untuk satu kali pengiriman, jelas dia, ia mampu mengirimkan ikan napoleon mencapai 500-700 kg dengan harga Rp1 juta per kg.
"Sekarang sudah kewalahan. Mereka tak mau menerima karena ketakutan. Tak berani masuk kapal mereka. Ujung-ujungnya kami masyarakat budidaya ini yang mati", kesahnya.
Dia kembali menuturkan, sudah lima bulan kapal penampung ikan tidak datang. "Yang menguntungkan ini kan ikan Napoleon dibandingkan dengan ikan budidaya lainnya. Paling tidak, ada solusi lah untuk kami terkait langkah yang diambil", harapnya.
Terkait langkah yang diambil Pemerintah Pusat ini, beberapa upaya diketahui telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).
Pertemuan yang dilakukan Pemkab bersama Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) bersama Pemkab dan DPRD Anambas juga sudah dilakukan beberapa kali.
Kepala Bidang Budidaya DKP Kabupaten Kepulauan Anambas, Defrian, mengatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan data rinci nelayan budidaya yang ada di tujuh kecamatan didaerah ini . Pengiriman data nelayan budidaya ini menurutnya merupakan tindaklanjut dari pertemuan terakhir antara Pemerintah Pusat dengan Pemda Anambas bersama DPRD di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Data kami kirim minggu kemarin. Paling tidak ini dasar mereka untuk mengeluarkan kebijakan tadi. Kami pun ingin memperlihatkan ke pusat bahwa ketersediaan ikan napoleon ini masih ada. Meski demikian, pada prinsipnya, kami menunggu keputusan akhirnya," ujar Defrian.
Dari data yang dikirimkan oleh DKP kepada Pemerintah pusat diketahui, jumlah ikan dengan masa pembesaran lebih dari empat tahun serta sudah siap untuk dipasarkan pada tahun 2014 sebanyak 36.825 ekor. Total ikan yang siap untuk dipasarkan ini berasal dari 395 nelayan budidaya yang tersebar di tujuh kecamatan yang ada di Anambas. (Antara)
Editor: Rusdianto