Jakarta (ANTARA) - Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor mendesak DPR untuk mengembalikan RUU Cipta Kerja (omnibus law) kepada pemerintah guna dikaji ulang.

Hal ini karena RUU tersebut memiliki sejumlah masalah sejak awal pembentukannya, demikian dalam pernyataan sikap GP Ansor yang disampaikan Ketua Umum Yaqut Cholil Qoumas dan Sekretaris Jenderal Abdul Rochman melalui keterangan tertulis, Selasa.

Dalam pernyataan sikapnya, GP Ansor melihat RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang sebelum diserahkan ke DPR disosialisasikan oleh Pemerintah sebagai RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tersebut, lebih merupakan RUU yang menitikberatkan pada investasi dan investor daripada menciptakan lapangan kerja dan para pekerja.

Baca juga: Menaker sebut RUU Cipta Kerja belum final, ruang dialog selalu terbuka

GP Ansor juga mencermati bagaimana pemerintah meyakinkan publik agar menerima RUU ini lebih pada argumen "memperbanyak investasi dan menarik investor" daripada narasi bagaimana menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja bagi banyak usia kerja produktif Indonesia agar lebih berdaya pada era Industri 4.0.

Selain itu, menurut GP Ansor, ada komunikasi publik yang buruk dari pemerintah kepada rakyat, dan sebaliknya, hingga akhirnya RUU ini disusun.

Menurut GP Ansor, jika pemerintah memiliki komunikasi publik yang baik, rakyat bisa diyakinkan bahwa revisi UU Investasi dan Penanaman Modal agar lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tren ekonomi yang lebih ramah lingkungan (eco-friendly) sekaligus berkelanjutan, sama pentingnya dengan RUU Cipta Lapangan Kerja yang menjamin dan mengupayakan semua usia produktif Indonesia, khususnya para pemuda, bisa bekerja dan memiliki kehidupan yang baik, sejajar dengan para pekerja di negara-negara maju.

Baca juga: Pemerintah sosialisasikan Omnibus Law Ciptaker kepada masyarakat

GP Ansor juga menilai bahwa penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini tidak mengikuti pola penyusunan undang-undang yang baik dan demokratis karena hanya dikonsultasikan kepada publik melalui Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Konsultasi Publik Omnibus Law (Kepmenko Perekonomian No. 378 Tahun 2019) yang melibatkan hampir seluruh asosiasi pengusaha, pengusaha, dan pejabat pemerintahan (provinsi dan kabupaten/kota).

Namun, tidak dikonsultasikan kepada asosiasi atau serikat pekerja dan organisasi kepemudaan yang juga ikut menaungi banyak pemuda berusia produktif Indonesia, yang sebenarnya menjadi principal role occupants atau pelaksana norma utama, sekaligus target sesungguhnya dari pemberlakuan RUU tersebut

Baca juga: Asosiasi DPRD dukung Omnibus Law untuk tertibkan perda yang tumpang tindih
.
GP Ansor juga tidak melihat, membaca, dan mendengar bagaimana Anies Baswedan, Airin Rachmi Diany, Abdullah Azwar Anas, James Riyadi, Didik Rachbini, Erwin Aksa, Joko Supriyono, Pandu Patra Sjahrir, Indroyono Soesilo, dan 117 anggota Satgas Omnibus Law menyuarakan kepentingan para pekerja maupun pemuda usia produktif terkait dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut.

"Oleh karena itu, GP Ansor mendesak DPR mengembalikan RUU tersebut ke pemerintah agar dikaji lagi dengan benar, kemudian mengomunikasikannya dengan baik dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama para principal role occupants," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi tekankan "omnibus law" agar Indonesia lebih kompetitif
 

Pewarta : M Arief Iskandar
Editor : Rusdianto Syafruddin
Copyright © ANTARA 2024