Natuna (ANTARA) - Nelayan di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, protes keras karena sejumlah nelayan cantrang dengan kapasitas kapal 100 GT dari Pulau Jawa melakukan penangkapan ikan di bawah 12 mil bahkan mendekati 6 mil dari bibir pantai, khususnya di Pulau Subi dan Pulau Serasan.
Ketua Aliansi Nelayan Kabupaten Natuna, Herman di Natuna, Rabu, menyebut penggunaan cantrang dapat mengganggu hasil tangkapan nelayan lokal yang beraktivitas di bawah 12 mil dengan alat tangkap tradisional, seperti sampan maupun pompong (kapal motor).
Menurutnya, alat tangkap cantrang dapat mengeksploitasi ikan secara besar-besaran hingga ke dasar perairan. Termasuk merusak lingkungan bawah laut, seperti terumbu karang.
"Seharusnya mereka melaut di atas 12 mil, karena Natuna ini kan memiliki kearifan lokal, di mana ada area tangkap yang perlu dijaga dan tidak boleh diganggu, sebab itu menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan tradisional hingga ke anak cucu mereka nanti," kata Herman.
Herman meminta Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memikirkan solusi, agar jangan sampai keberadaan kapal nelayan cantrang itu justru merugikan nelayan tempatan, apalagi 90 persen masyarakat di daerah itu berprofesi sebagai nelayan dan bergantung hidup dari hasil tangkapan laut.
Secara tegas, katanya, nelayan Natuna tidak melarang nelayan cantrang beroperasi di pulau terluar Indonesia tersebut, namun Kementerian KKP harus menetapkan zonasi tangkap yang sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Jangan sedikit-sedikit bicara Undang-Undang, tapi lihatlah kondisi dan fakta di lapangan. Kami juga warga negara Indonesia dan tentunya butuh makan," tegasnya.
Lebih lanjut, Herman mengaku saat ini nelayan setempat hanya hanya bisa pasrah dengan aktivitas kapal nelayan cantrang tersebut, sebab kebijakan itu sepenuhnya menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sementara Pemprov Kepri maupun Kabupaten Natuna tidak bisa membuat suatu keputusan.
"Nelayan semakin mengeluh, semuanya mengadu ke saya, di satu sisi Pemda tidak bisa mengambil kebijakan. Maka dengan siapa lagi kami mengadu, kalau tidak ke Pemerintah Pusat, khususnya Pak Menteri KKP," tuturnya.
Herman pun khawatir jika persoalan nelayan cantrang ini tidak segera diatasi, maka laut Natuna akan bergejolak.
Dia tidak menampik jika suatu saat nelayan setempat bisa saja bertindak di luar dugaan.
"Saya takut ada nelayan lokal bakar-bakar kapal atau membuat bom ikan," demikian Herman.
Ketua Aliansi Nelayan Kabupaten Natuna, Herman di Natuna, Rabu, menyebut penggunaan cantrang dapat mengganggu hasil tangkapan nelayan lokal yang beraktivitas di bawah 12 mil dengan alat tangkap tradisional, seperti sampan maupun pompong (kapal motor).
Menurutnya, alat tangkap cantrang dapat mengeksploitasi ikan secara besar-besaran hingga ke dasar perairan. Termasuk merusak lingkungan bawah laut, seperti terumbu karang.
"Seharusnya mereka melaut di atas 12 mil, karena Natuna ini kan memiliki kearifan lokal, di mana ada area tangkap yang perlu dijaga dan tidak boleh diganggu, sebab itu menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan tradisional hingga ke anak cucu mereka nanti," kata Herman.
Herman meminta Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memikirkan solusi, agar jangan sampai keberadaan kapal nelayan cantrang itu justru merugikan nelayan tempatan, apalagi 90 persen masyarakat di daerah itu berprofesi sebagai nelayan dan bergantung hidup dari hasil tangkapan laut.
Secara tegas, katanya, nelayan Natuna tidak melarang nelayan cantrang beroperasi di pulau terluar Indonesia tersebut, namun Kementerian KKP harus menetapkan zonasi tangkap yang sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Jangan sedikit-sedikit bicara Undang-Undang, tapi lihatlah kondisi dan fakta di lapangan. Kami juga warga negara Indonesia dan tentunya butuh makan," tegasnya.
Lebih lanjut, Herman mengaku saat ini nelayan setempat hanya hanya bisa pasrah dengan aktivitas kapal nelayan cantrang tersebut, sebab kebijakan itu sepenuhnya menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sementara Pemprov Kepri maupun Kabupaten Natuna tidak bisa membuat suatu keputusan.
"Nelayan semakin mengeluh, semuanya mengadu ke saya, di satu sisi Pemda tidak bisa mengambil kebijakan. Maka dengan siapa lagi kami mengadu, kalau tidak ke Pemerintah Pusat, khususnya Pak Menteri KKP," tuturnya.
Herman pun khawatir jika persoalan nelayan cantrang ini tidak segera diatasi, maka laut Natuna akan bergejolak.
Dia tidak menampik jika suatu saat nelayan setempat bisa saja bertindak di luar dugaan.
"Saya takut ada nelayan lokal bakar-bakar kapal atau membuat bom ikan," demikian Herman.