KemenPPPA dan Pemkot Batam koordinasi dampingi anak terdampak bentrokan

id Rempang,batam,pengembangan kawasan rempang,perlindungan anak,anak dalam situasi darurat,kementerian pppa,rempang

KemenPPPA dan Pemkot Batam koordinasi dampingi anak terdampak bentrokan

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar. (ANTARA/ HO-Kemen PPPA)

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berkoordinasi dengan Pemkot Batam Kepulauan Riau terkait pendampingan anak terdampak bentrol agar proses belajar mengajarnya tetap dapat dilakukan meskipun untuk sementara secara daring sampai situasi kondusif.

"UPTD PPA Kota Batam telah melakukan pendampingan kepada anak yang terdampak (bentrok) dan UPTD PPA Provinsi Kepri berkoordinasi dengan UPTD PPA Kota Batam untuk mengawal proses penanganan kasusnya," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar dalam keterangan, di Jakarta, Senin.

Hal ini menanggapi peristiwa bentrok warga Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), dengan aparat gabungan saat pengamanan pengukuran lahan untuk pengembangan Proyek Rempang Eco City, pada 7 September 2023. 

Kementerian PPPA prihatin bentrokan tersebut menyebabkan 11 anak mengalami perih pada mata serta kepala pusing dan segera dilarikan ke RSUD di Kota Batam.

"Ada 11 anak yang sempat dilarikan ke RSUD Batam karena mengalami perih di mata, pusing, lemas, dan sesak nafas, karena terkena gas air mata. Semoga akar masalahnya dapat diselesaikan dengan baik dan anak-anak tetap dapat dipenuhi hak kesehatan, hak belajar, dan berada dalam lingkungan yang aman dari segala bentuk kekerasan," kata Nahar.

Nahar mengatakan anak-anak ini tidak terlibat secara langsung namun menerima dampaknya, sehingga mereka memerlukan perlindungan khusus karena masuk kategori anak dalam situasi darurat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

"Sangat disayangkan bahwa bentrokan tersebut berdampak hingga masuk ke lingkungan sekolah, dimana anak sedang belajar dan menciptakan situasi mencekam sehingga anak-anak harus dievakuasi," katanya.

Padahal, menurut dia, aparat maupun masyarakat harus menjaga keamanan dan keselamatan anak-anak agar tidak berada di lokasi konflik sesuai dengan Pasal 15 huruf b dan c UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan "Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari pelibatan sengketa bersenjata dan kerusuhan sosial".

 Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. meminta aparat keamanan berhati-hati dalam menangani masalah pengosongan lahan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

"Saya berharap kepada aparat penegak hukum di daerah, aparat keamanan supaya berhati-hati menangani ini," ujar Mahfud kepada wartawan di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Senin.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Menkopolhukam meminta aparat keamanan turut menyosialisasikan bahwa sudah ada kesepakatan antara pemda, pengembang, DPRD, dan masyarakat pada tanggal 6 September 2023 bahwa Pemerintah akan membangun rumah bagi masyarakat di sana.

Baca juga: Rudi temui pengunjuk rasa Pulau Rempang

Mahfud menjelaskan bahwa persoalan hukum di Rempang sudah selesai. Menurut dia, pada tahun 2001 dan 2002 diputuskan pengembangan wisata di pulau-pulau yang terlepas dari pulau induknya, salah satunya Pulau Rempang.

Pada tahun 2004 dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara BP Batam atau pemda untuk pengembangan kawasan wisata di pulau-pulau tersebut.

Sebelum pengembangan, kata Mahfud, pemda sudah mengeluarkan lagi izin-izin kepada pihak lain.

"Ketika akan masuk, di situ sudah ada kegiatan, sudah ada penghuni lama dan seterusnya sehingga diselesaikan. Izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU itu dibatalkan semua oleh Menteri LHK," jelasnya.

Mahfud lantas berkata, "Nah, di situ terjadi perintah pengosongan karena pada tahun ini akan masuk kegiatan-kegiatan yang sudah diteken pada tahun 2004 sesuai dengan kebijakan tahun 2001, dan 2002."

Baca juga: Mahfud MD minta aparat berhati-hati tangani masalah di Rempang

Selanjutnya, kata dia, pada tanggal 6 September 2023 sudah dilakukan musyawarah antara pemda, pengembang, DPRD, dan masyarakat yang menghasilkan kesepakatan relokasi terhadap 1.200 kepala keluarga.

Setiap kepala keluarga diberi tanah 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan tipe 45 senilai Rp120 juta. Masyarakat juga diberi uang tunggu sebelum relokasi, masing-masing senilai Rp1.034.000,00, serta diberi uang sewa rumah Rp1 juta sambil menunggu pembangunan rumah di lahan relokasi.

"Nah, semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan pada tanggal 6. Itu rakyatnya yang hadir sekitar 80 persen sudah setuju semua. Nah, itu yang kemudian belum terinformasikan sehingga orang-orang (terjadi bentrokan), ya, ada provokatornya juga, buktinya delapan orang ditangkap," katanya.

Mahfud melanjutkan, "Itu 'kan tidak pernah Anda beritakan bahwa mereka akan direlokasi ke daerah terdekat di dekat pantai, mendapat tanah 500 meter, jumlahnya 1.200 KK gitu. Itu di atas tanah 2.000 hektare."

Baca juga: Petugas pukul mundur massa di depan Kantor BP Batam

Dengan demikian, kata dia, yang masuk dalam MoU itu 17.500 hektare, yang dipakai investasi itu untuk pengembangan usaha sebesar 2.000 hektare, dan 1.200 KK diberi tadi ganti rugi, relokasi, dan sebagainya.

"Bahwa ada yang keberatan, tidak setuju atau apa, ada yang memprovokasi atau apa, itu iya," imbuhnya.

Ia mengatakan bahwa orang-orang yang memprovokasi masyarakat di sana diduga tidak memiliki kepentingan terkait dengan relokasi. Oleh sebab itu, dia meminta aparat berhati-hati dalam menangani masalah Rempang.

Baca juga:
Beberapa petugas terluka akibat kericuhan di depan kantor BP Batam

Anggota DPR harapkan negara hadir untuk selesaikan persoalan warga Rempang

Unjuk rasa di depan kantor BP Batam ricuh

Tim Percepatan pastikan Gubernur Ansar dukung investasi di Rempang


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kementerian PPPA prihatin anak terdampak bentrokan di Rempang Batam

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE