Menengok keunikan Kampung Eropa dan Kampung Arab di Surabaya

id kamoung eropa,kampung arab,heritage,tematik,pemkot surabaya Oleh Abdul Hakim

Menengok keunikan Kampung Eropa dan Kampung Arab di Surabaya

Sejumlah peserta mengabadikan area pemakaman yang berada di Makam Belanda Peneleh, Surabaya, Minggu (9/4/2023). (ANTARA/Naufal Ammar Imaduddin)

Surabaya (ANTARA) - Setelah pengembangan wisata Pecinan Kembang Jepung, Pemkot Surabaya, Jawa Timur,  pada tahap berikutnya  menata kawasan Wisata Kampung Eropa atau Kampung Londo (Belanda). Kampung Eropa ini terletak di sebelah barat Kalimas yang langsung berseberangan dengan Kampung Pecinan.

Kawasan bekas Kampung Eropa ini sebelumnya kawasan yang aktif, bukan kawasan yang mati. Berbeda dengan di Semarang dan Jakarta. Sebelum direvitalisasi sudut sudut  "Kota Tua" di  Jakarta dan Semarang adalah kawasan yang kumuh.

Hingga sekarang jejak dan bekas Kampung Eropa masih mudah dikenali baik berdasarkan bangunan kolonial, museum, monumen yang tersebar di sejumlah titik di Surabaya.

Di Surabaya, kawasan Kampung Eropa sendiri ada di tiga titik, yakni Kampung Eropa pertama membentang di sekitar kawasan Jalan Rajawali, Kalisosok, Jalan Garuda, Internatio, Taman Sejarah, PTPN 11-12, Gedung Singa, Jembatan Merah, Jalan Veteran, Polrestabes, Jalan Merak, Jalan Kepanjen, Jalan Pahlawan, kawasan Gubernuran, dan Kemayoran.

Pada masa pendudukan Belanda di Surabaya, Jalan Rajawali bernama Heerenstraat atau berarti jalan para tuan. Derah ini menjadi kawasan pusat kegiatan ekonomi maupun pemerintahan. Banyak bangunan tua yang berfungsi sebagai perkantoran, seperti Gedung Internatio yang digunakan oleh Asosiasi Perdagangan dan Kredit Internasional Rotterdam. Di sana ada bunker, Gedung Gubernuran dan Penjara Kalisosok.

Jembatan Merah (Willemskade) juga menyimpan kisah heroik pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Selain itu, Jembatan Merah juga sebagai pemisah antara daerah tempat tinggal etnis Belanda dengan etnis pendatang seperti etnis China, Arab dan Melayu.

Kampung Eropa kedua, meliputi kawasan Siola, Jalan Tunjungan, Hotel Majapahit, Gedung BPN, Inna Simpang, eks Apotek Simpang, Gedung Grahadi, Balai Pemuda, eks Balai Kota, dan Delta Plaza.

Kawasan Tunjungan mulai menjadi pusat niaga pada 1923, setelah sebuah perusahaan perdagangan Inggris Whiteaway Laidlaw & Co, membangun toko di kawasan ini. Selain itu terdapat juga toko Aurora yang berganti menjadi gedung bioskop, Toko Mattalitti yang menjual piringan hitam gramaphone dan terdapat Hotel Oranye yang sekarang menjadi Hotel Majapahit.

Untuk mengoptimalkan kawasan Jalan Tunjungan menjadi destinasi wisata, salah satunya dengan mengubah konsep Jalan Tunjungan menjadi "Tunjungan Romansa" yang menyuguhkan perpaduan konsep lifestyle, modern dan heritage. Tunjungan Romansa telah diluncurkan Wali Kota Surabaya, Eri Cahaydi, pada Minggu malam, 21 November 2021.

Di tempat itu, disuguhkan kuliner dari para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Surabaya. Bahkan, suguhan ini semakin lengkap dengan beragam jenis pertunjukan seni dan budaya.

Sedangkan Gedung Siola merupakan mal pertama di Surabaya yang berdiri pada tahun 1877. Saat ini, Siola difungsikan sebagai mal pelayanan publik bagi masyarakat Surabaya.

Begitu juga dengan Hotel Majapahit yang dulunya bernama Hotel Yamato. Hotel ini sebagai tempat berlangsungnya kejadian ikonik dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Ada juga Gedung Grahadi yang menjadi kediaman penguasa VOC Gezaghebber sekarang menjadi kantor Gubernur Jawa Timur. Sedangkan Balai Pemuda dahulunya atau tempat pesta kini menjadi tempat kegiatan seni dan budaya.



Kampung Arab

Beberapa daerah di Indonesia memiliki kampung yang sebagian besar dihuni etnis Arab. Seperti di Jakarta, Palembang, Pekalongan dan Surabaya. Kampung Arab di Surabaya berada di kawasan wisata religi Sunan Ampel.
 
Dokumentasi - Warga beraktivitas di kawasan wisata religi Masjid Agung dan Makam Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/6/2020). Komplek Makam Sunan Ampel telah dibuka kembali bagi peziarah setelah ditutup pada 24 Maret 2020. (Antara Jatim/Didik/Zk)


Dahulunya Kampung Arab dihuni oleh Sunan Ampel yang punya nama kecil Raden Rahmat Rahmatullah, putra Sunan Gresik dengan putri Raja Champa, Dewi Candrawulan. Di kawasan tersebut kemudian dibangun masjid dan juga pondok pesantren yang kemudian berkembang luas dan berpengaruh di Indonesia. Memang sejak tahun 1451, orang-orang Timur Tengah mulai datang ke wilayah Ampel.

Gelombang pertama ini datang untuk berdagang selain karena mendengar ada wali di wilayah itu. Gelombang selanjutnya terjadi pada tahun 1820, ketika pendatang dari Hadhami datang dari Hadramaut, Yaman Selatan datang ke Surabaya.

Pada era 1900, lebih banyak lagi Hadhami yang datang karena negara asal mereka terjadi konflik politik. Sejak itu wilayah Ampel juga dikenal sebagai Kampung Arab. Apalagi karena usahanya meningkat, mereka bisa membeli rumah-rumah di kawasan Ampel.

Meski namanya Kampung Arab, tapi banyak bangunannya bercorak Hindu Jawa seperti terlihat dari Masjid Ampel. Banyak juga bangunan bercorak Eropa, China, dan Melayu seperti yang terlihat di Jalan Panggung, kawasan Kampung Arab.

Di wilayah Ampel, sebenarnya adalah Kampung Melayu yang dihuni oleh masyarakat Melayu dari Sumatera seperti Palembang bahkan Malaysia. Menurut arsip sejarah, koloni berdasar etnis itu dibuat pemerintah Belanda sejak abad 19.

Kawasan Ampel memang banyak didatangi karena roda perekonomian dan pelayanan masyarakat bisa berputar sendiri. Selama puluhan tahun, Kampung Arab Ampel Surabaya merupakan kawasan mandiri.

Salah satu magnet terkuat masyarakat Arab memilih tinggal di Kampung Arab karena keberadaan makam Sunan Ampel. Sehingga keberadaan sejarah dan perkembangan wilayah Ampel itu membuat para wisatawan tertarik datang ke sana.

Di sepanjang jalan menuju ke kompleks makam dan masjid Ampel, banyak penduduk lokal yang menawarkan barang khas kampung Arab semisal perlengkapan ibadah, siwak (sikat gigi zaman Rasul), minyak wangi, kacang Arab dan kurma.




 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menengok keunikan Kampung Eropa-Arab di Surabaya

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE