Batam (ANTARA) - Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), melakukan evaluasi terhadap rendahnya penyerapan dana dalam program pinjaman tanpa bunga dan tanpa agunan sebesar Rp20 juta bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang diluncurkan pada Juni 2025.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro (Diskum) Kota Batam Salim menyebutkan bahwa program yang bertujuan untuk memperkuat permodalan pelaku usaha kecil ini mencatat 857 pemohon namun hanya 16 yang telah menandatangani akad pinjaman.
“Ada beberapa persyaratan dari pihak perbankan yang belum bisa terpenuhi oleh pelaku usaha. Seperti radius lokasi usaha dari kantor bank di Batu Aji dan Batam Center maksimal 10 kilometer dan sektor usaha yang diprioritaskan oleh pihak bank juga terbatas, hanya sepuluh sektor,” kata Salim dihubungi di Batam, Jumat.
Baca juga: Penggunaan QRIS di Kepri tumbuh 181,9 persen secara tahunan
Maka dari itu, pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan pihak perbankan untuk meluaskan radius lokasi usaha, serta untuk memperluas sektor agar dapat mencakup bidang perikanan dan pertanian.
Ia menambahkan, selain keterbatasan jangkauan lokasi dan jenis usaha, kendala lain yang cukup besar muncul dari hasil BI checking calon pemohon yang tidak memenuhi kriteria.
“Untuk mengajukan, yang penting sudah punya NIB dan usaha berjalan minimal enam bulan. Tempat usaha boleh rumah sendiri, tidak harus permanen, asalkan jelas dan memiliki perjanjian sewa jika menempati tempat orang lain,” katanya.
Sebagai informasi, Pemkot Batam menjadi pihak yang membayar bunga 6 persen per-bulan atas pinjaman Rp20 juta tersebut, dan telah menganggarkan Rp3,6 miliar di tahun 2025 ini.
Baca juga: Rute tambahan kapal BN 01 lintas Letung-Anambas
Wali Kota Batam Amsakar Achmad menegaskan bahwa program permodalan ini merupakan bagian dari intervensi pemerintah untuk membantu UMKM naik kelas.
Namun, pihaknya mengakui bahwa serapan program masih belum efektif sehingga perlu dilakukan evaluasi menyeluruh.
“Spirit kami bersama Ibu Wakil adalah bagaimana UMKM Batam bisa naik kelas. Kalau program ini belum efektif, kami akan cari formula lain yang lebih tepat,” ujarnya.
Amsakar juga memaparkan lima persoalan utama yang dihadapi UMKM di Batam.
Pertama, masalah tata kelola usaha, di mana sebagian pelaku UMKM belum bisa membedakan antara keuangan usaha dan keuangan rumah tangga. Kedua, akses permodalan yang masih terbatas dan kerap membuat pelaku usaha terjebak pada pinjaman rentenir.
Baca juga: BNNP Kepri bersama 300 personel gabungan razia di Kampung Madani
Masalah ketiga adalah kemasan produk yang belum modern, serta kendala pemasaran yang masih lemah.
“Kami sudah siapkan pelatihan manajemen di dinas, lalu dorong peningkatan promosi dan pemasaran lewat acara seperti acara seperti Gebyar UMKM. Jadi bukan hanya bantuan modal, tapi juga penguatan dari sisi kapasitas dan daya saing,” kata Amsakar.
Gebyar UMKM merupakan acara Pemkot Batam yang memiliki fungsi untuk mempromosikan dan memasarkan produk-produk usaha mikro lokal kepada publik, sekaligus mendukung pelaku usaha dalam menjual produk secara langsung.
Ia berharap hasil evaluasi nanti dapat menjadi dasar penyempurnaan program agar lebih tepat sasaran dan benar-benar membantu UMKM Batam.
Baca juga:
KKP tambah kapal pengawas untuk memperkuat daerah rawan ilegal fishing
KKP optimalkan patroli udara jaga Laut Natuna Utara

Komentar