Batam (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) tengah menangani dan melayani 10 kasus kehamilan pada usia anak yang ditemukan sepanjang Januari-November 2025.
Plt Kepala UPTD PPA Batam Suratin mengatakan bahwa angka ini menjadi perhatian serius karena kehamilan di usia remaja memiliki risiko tinggi baik secara fisik, kesehatan reproduksi, maupun psikologis.
“Kehamilan pada usia di bawah usia risikonya besar. Usia, kesehatan reproduksi, dan kondisi psikologis mereka belum siap. Kasus seperti ini harus menjadi atensi khusus, termasuk potensi bayi yang lahir stunting,” ujar Suratin saat dihubungi di Batam, Jumat.
Baca juga: BP Batam buka peluang kolaborasi tenaga kerja lintas batas dengan Johor Malaysia
Secara keseluruhan, hingga November, UPTD PPA Batam mencatat 247 kasus kekerasan terhadap anak.
Rinciannya terdiri dari 206 anak perempuan dan 41 anak laki-laki dengan bentuk kekerasan didominasi kekerasan seksual sebanyak 171 kasus, dan kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan 10 kasus.
Suratin menjelaskan, sebagian besar anak yang mengalami kehamilan datang ke UPTD dalam kondisi kehamilan yang sudah memasuki trimester kedua, di usia sekitar 14-18 tahun.
Banyak dari mereka menutupi kondisinya sehingga tidak mendapatkan layanan kesehatan sejak awal.
“Korban biasanya datang setelah orang tua melihat perubahan fisik anak. Ada yang sudah hamil 4-5 bulan. Ini kami beri atensi khusus karena anak harus mendapatkan perhatian medis sesuai dengan kebutuhannya,” ujarnya.
Baca juga: DPMDdukcapil : 104.173 warga Kepri sudah aktivasi IKD
Untuk kasus yang membutuhkan perlindungan, UPTD PPA Batam merujuk korban ke Rumah V sebagai rumah aman. Di sana, korban yang sedang hamil mendapatkan pendampingan kesehatan, perlindungan, serta dukungan psikososial.
Karena kompleksitas kasus, UPTD PPA Batam telah menggelar rapat koordinasi bersama sejumlah dinas terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, serta Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) untuk memastikan penanganan terpadu bagi korban remaja.
Salah satu fokusnya adalah memastikan anak tetap dapat mengakses pendidikan.
“Korban biasanya masih sekolah di tingkat SMP maupun SMA. Mereka tidak mungkin kembali bersekolah seperti biasa. Maka kami koordinasikan opsi pendidikan daring, kejar paket, atau homeschooling. Intinya hak pendidikan harus tetap terpenuhi,” katanya.
Suratin menegaskan, kekerasan seksual masih menjadi bentuk kekerasan tertinggi di Batam dan mengingatkan bahwa angka yang tercatat mungkin hanya sebagian kecil dari kasus yang terjadi di lapangan.
“Ini yang dilaporkan. Yang tidak dilaporkan mungkin lebih banyak. Karena itu kami butuh dukungan semua pihak untuk pencegahan dan perlindungan,” tutupnya.
Baca juga: KPU Kepri coret 40.689 pemilih di PDPB semester II 2025

Komentar