Menyiasati Penurunan Drastis DBH Migas Kepri

id Penurunan,Drastis,DBH,Migas,Kepri,dana,bagi,hasil

Pemerintah provinsi dalam kondisi rumit karena anggaran tahun ini kembali mengalami defisit akibat pengurangan dana bagi hasil
ASA pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mendapatkan dana bagi hasil (DBH) migas mendekati Rp1 triliun perlahan-lahan mulai sirna dalam dua tahun terakhir.

DBH migas yang dijatahi pusat ke provinsi penghasil migas itu menurun drastis pada tahun ini, jauh di bawah target yang ditetapkan dalam APBD Kepri 2016.

Pemerintah Kepri dalam pembahasan rancangan anggaran tahun 2016 yang dimulai sekitar empat bulan lalu menargetkan pemerintah pusat memberi DBH migas sebesar Rp400 miliar, namun ternyata meleset. Kepri tahun ini hanya mendapat Rp12 miliar.

Keputusan pemerintah pusat pada Januari 2016 atau beberapa hari menjelang Ranperda APBD Kepri 2016 disahkan, mengagetkan pemerintah Provinsi Kepri.

"Pemerintah provinsi dalam kondisi rumit karena anggaran tahun ini kembali mengalami defisit akibat pengurangan dana bagi hasil," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Kepri Naharuddin.

Kondisi yang sama juga terjadi pada 2015. Tim anggaran pemerintah menetapkan target DBH migas saat itu sekitar Rp800 miliar, namun terealisasi hanya 50 persen.

Spekulasi terhadap keputusan pemerintah pusat dalam menetapkan DBH migas pun mulai bermunculan. Nyaris tidak ada pejabat di Kepri yang percaya dengan kondisi ini.

Apalagi DBH migas yang diberikan kepada provinsi penghasil migas lainnya semakin besar tahun ini. "Mungkin pemerintah pusat salah menghitungnya," katanya.

Naharudin mengatakan kondisi ini memaksa Pemerintah Kepri melakukan rasionalisasi anggaran. Sejumlah kegiatan pemerintahan terpaksa dipangkas.

"Belanja untuk perjalanan dinas juga dikurangi, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran," ujarnya.

Tutup

Usaha untuk melobi pemerintah pusat agar DBH migas yang diberikan kepada Kepri bertambah, ternyata sia-sia setelah Komisi II DPRD Kepri bertemu dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.

Pertambangan migas di Kabupaten Natuna sebaiknya ditutup karena tidak ekonomis dibanding kerusakan alam yang ditanggung daerah, kata anggota DPRD Kepulauan Riau Onward Siahaan, yang ikut melobi di Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.

"Kalau DBH migas hanya Rp12 miliar untuk Kepri, buat apa? Lebih bagus Pemprov Kepri fokus mengelola parkir, mungkin dalam setahun pendapatan dari retribusi parkir lebih dari Rp12 miliar," singgungnya.

Pernyataan Onward itu merupakan bentuk kekecewaannya. Perjuangannya bersama Ketua Komisi II Ing Iskandarsyah, Ketua Fraksi Demokrasi DPRD Kepri Hotman Hutapea dan Dinas Pertambangan Kepri untuk melobi agar DBH migas dinaikkan, tidak berhasil.

"Kami akan menghadap Komisi VII DPR. Kami menemukan hal yang tidak wajar dalam penghitungan DBH. Kami tuntut keadilan, karena yang merasakan dampak negatif dari pertambangan migas itu, masyarakat Natuna dan Kepri pada umumnya," ujarnya.

Tiga perusahaan yang melakukan pertambangan di Natuna yakni Premier Oil, Conoco Phillips dan Star Energy.

Dia mengatakan pemerintah sebaiknya meninjau kembali izin yang diberikan kepada ketiga perusahaan itu karena tidak terlalu menguntungkan bagi daerah dan masyarakat Kepri.

Bahkan jika dibandingkan dengan kerusakan alam yang ditimbulkan akibat pengeboran migas itu, Kepri mengalami kerugian.

"Daripada dikelola perusahaan asing, tidak terlalu menguntungkan, lebih baik dikelola oleh BUMD," ujarnya.

Menurut dia, pihak Kementerian ESDM sudah menjelaskan penurunan DBH dari Rp400 miliar menjadi Rp12 miliar disebabkan oleh "lifting dan cost recovery".

Lifting migas artinya produksi migas yang siap jual, yang besarannya ini bisa berbeda dengan besaran produksi karena tidak semua produksi migas yang baru keluar dari dalam bumi bisa langsung dijual.

Sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor untuk menghasilkan migas tersebut dikenal dengan istilah "cost recovery". Biaya-biaya ini akan terus dibawa ke tahun-tahun berikutnya (carry forward) sampai seluruh biaya sudah terpulihkan.

Laporan dari "cost recovery" itu, menurut Onward, tidak transparan. Namun pihak kementerian membantahnya karena laporan itu diketahui BPK dan KPK.

"Kami menilai pemerintah lebih melindungi, menyelamatkan dan mengistimewakan kontraktor," katanya.

Sementara itu Ketua Komisi II DPRD Kepri Ing Iskandarsyah mengatakan penurunan DBH migas menyebabkan perubahan postur anggaran daerah, karena Kepri masih bergantung pada DBH migas yang didistribusikan pusat.

Penurunan DBH migas yang terlalu tinggi menimbulkan kecurigaan, apalagi Pemprov Kepri sebelumnya tidak pernah mengetahui "lifting migas" dan "cost recovery".

"Dalam kondisi yang sama, wilayah lain seperti Riau dan Sumsel malah mendapat DBH migas lebih tinggi dari tahun 2015. Ada kenaikan lebih dari Rp100 miliar," katanya.

Menurut dia, penghitungan DBH migas tidak transparan sehingga menimbulkan permasalahan besar di daerah. Bahkan pemerintah pusat terkesan berpihak kepada perusahaan yang mengelola migas tersebut.

Hal itu dapat dilihat dari "cost recovery" perusahaan yang terlalu tinggi.

"Selama pembahasan hingga persetujuan anggaran, tim anggaran pemerintah daerah dan pihak legislatif tidak mengetahui berapa DBH migas untuk Kepri. Pemerintah pusat menunjukkan sikap tidak transparan," tambah politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

Pemerintah Kepri terpaksa menghitung DBH migas berdasarkan kondisi tahun sebelumnya. Padahal Pemerintah Kepri sudah berulang kali meminta data terkait DBH migas tersebut.

Pemerintah Kepri baru mengetahui nilai DBH migas akhir Desember 2015. Padahal pembahasan anggaran 2016 sudah dilaksanakan sejak Oktober 2015.

Sumber Pendapatan

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau optimistis sektor pariwisata bisa terus ditingkatkan sehingga dapat menambah pendapatan asli daerah.

Gubernur Kepri HM Sani mengatakan sektor pariwisata dapat dikembangkan karena wilayah ini memiliki objek wisata yang belum dikelola secara maksimal.

Kepri memiliki pulau-pulau yang indah, pasir putih yang terbentang luas di tepi pantai, dan ekosistem bawah laut yang indah.

"Kepri memiliki tempat yang indah, memesona dan menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara. Jika dikelola secara maksimal dapat menambah pendapatan asli daerah," katanya.

Selain sektor pariwisata, lanjutnya sektor kelautan dan perikanan juga akan ditingkatkan. Kepri, terutama Natuna dan Anambas memiliki banyak ikan.

"Ini harus diperhatikan oleh satuan kerja perangkat daerah agar menganalisa persoalan-persoalan yang dihadapi dalam meningkatkan investasi dan pengelolaan sumber daya alam," ujar Gubernur.

Dia mengatakan pendapatan asli daerah Kepri masih kecil. Tahun 2016 ditargetkan pendapatan asli daerah Rp1,19 triliun, sementara belanja mencapai Rp3,056 triliun.

Dari kondisi, kata Gubernur, suka atau tidak suka Kepri harus melepaskan ketergantungan anggaran dari pusat. Setelah DBH migas yang diterima Kepri turun dari Rp400 miliar menjadi Rp12 miliar, seluruh satuan kerja perangkat daerah harus bekerja keras untuk mengelola potensi daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.

"DBH migas terjun bebas, jangan-jangan tahun depan Kepri tidak mendapat DBH migas, meski sebagai wilayah penghasil migas," katanya.

Bayar Utang

Gubernur Kepri HM Sani memerintahkan kepada bawahannya untuk membayar seluruh utang tahun 2015 kepada pihak kontraktor, namun harus sesuai ketentuan yang berlaku.

"Ini (utang) memang agak sedikit unik jika ada yang mempertanyakannya. Utang terjadi karena defisit anggaran yang baru diketahui pada akhir Februari 2015," kata Sani.

Dia mengatakan mekanisme pembayaran utang itu sesuai volume penyelesaian pekerjaan yang dilakukan pihak ketiga. Jika tidak dibayar, dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan.

Mekanisme pelaksanaan pekerjaan sudah dilakukan sehingga seluruh utang harus dibayar, sesuai ketentuan yang berlaku.

Sani mengingatkan pembayaran utang harus dilakukan secara berhati-hati, tidak boleh melanggar hukum. Karena itu, kata dia Pemprov Kepri telah meminta pendapat hukum dari pihak kejaksaan terkait rencana tersebut.

"Kami sudah konsultasi kepada Kejati Kepri," katanya.

Berdasarkan laporan seluruh satuan kerja perangkat daerah, anggaran yang terserap tahun 2015 mencapai 83 persen.

Jika seluruh utang dibayar, diperkirakan penyerapan anggaran tahun 2015 lebih dari 90 persen.

"Ini sudah cukup baik, tetapi harus ditingkatkan. Sebab ukuran pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat itu salah satunya dilihat dari penyerapan anggaran," ujarnya.

Sementara itu, Dinas Pendidikan Kepri belum dapat memastikan beasiswa untuk mahasiswa strata satu hingga tiga bisa direalisasikan atau tidak, sebab APBD 2016 kembali defisit seperti tahun lalu.

Kepala Seksi Pendidikan Tinggi Dinas Pendidikan (Disdik) Kepri Fansuri mengatakan ketidakpastian beasiswa itu disebabkan defisit anggaran daerah kembali terjadi tahun ini.

"Anggaran Kepri turun sekitar Rp400 miliar tahun ini. Kami belum mengetahui apakah memengaruhi beasiswa atau tidak," katanya.

Fansuri menjelaskan sampai saat ini belum mengetahui hasil evaluasi Kemendagri terhadap Ranperda APBD Kepri 2016.

Disdik Kepri mengajukan anggaran untuk beasiswa mahasiswa di Kepri sebesar Rp10 miliar. Jika beasiswa ditiadakan, maka harapan sekitar 400 orang mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa tersebut sirna.

"Banyak mahasiswa dari pulau-pulau di Kepri yang berharap mendapatkan beasiswa tersebut," ucapnya.

Menurut dia, tahun 2015 Pemprov Kepri juga terpaksa menghapus beasiswa lantaran anggaran defisit. Anggaran tersebut diketahui defisit pada Februari 2015. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE