OJK : Investasi bodong pasti berbohong

id penipuan, ojk, investasi

OJK : Investasi bodong pasti berbohong

Polisi menghadirkan tersangka dan barang bukti saat rilis tindak pidana penipuan dan penggelapan investasi pasar modal di Kantor Bareskrim, Polri, Jakarta, Rabu (17/10/2018). Polisi membongkar aksi penipuan yang dilakukan seorang mantan karyawan PT Reliance Securities Tbk, Esther Pauli Larasati yang menggelapkan dana nasabah hingga Rp55 miliar. ANTARA FOTO/Reno Esnir

Batam (Antaranews Kepri) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat untuk berhati-hati terhadap investasi bodong yang kian marak dan menjanjikan bagi hasil yang besar kepada para calon nasabahnya. 

Kasubag pengawasan pasar modal OJK perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, Adim Imaduddin, di Batam, Jumat, mengatakan ciri investasi bodong adalah menjanjikan bagi hasil yang besar dan mengklaim tanpa resiko.

"Investasi bodong itu pasti bohong dan yang membuat masyarakat mudah percaya, mereka (pelaku investasi bodong) kerap mengandeng tokoh masyarakat dan tokoh agama," katanya. 

Kata Adim, bergabungnya tokoh masyarakat dan agama di dalam perusahaan investasi bodong membuat masyarakat tidak berpikir logis dan mudah terjerumus ke investasi ilegal. 

Menurutnya, salah satu cara agar masyarakat tidak mudah terjerumus ke investasi ilegal adalah dengan berpikir logis. 

"Selain itu perusahaan investasi bukan hanya harus memiliki SIUP, tapi juga harus memiliki surat izin menjual investasi," ujarnya. 

Kata Adim, bagi masyarakat mengetahui ada aktivitas investasi bodong dapat mengkontak layanan OJK di 157.

Atau mengirimkan email ke konsumen@ojk.go.id dan waspadainvestasi@ojk.go.id. "Yang bukan merupakan produk jasa keuangan adalah virtual currency," paparnya.

Menurutnya, berdasarkan peraturan OJK Nomor 18 Tahun 2016 tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum, perbankan harus menerapkan manajemen resiko pada setiap produk dan kegiatan usaha bank. 

"Sementara virtual currency justru memiliki unsur spekulasi yang sangat tinggi," tuturnya. 

Tidak hanya itu, kata Adim, di POJK Nomor 12 Tahun 2017 tentang penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di SJK disebutkan, pelaku usaha keuangan bertanggungjawab melakukan analisis secara berkala penilaian resiko tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme terkait nasabah dan lain-lain. 

"OJK tegas melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan dan memasarkan produk yang tidak memiliki legalitas izin dari otoritas terkait, termasuk dalam hal ini produk berupa cryptocurrency," katanya. 

Adim mengatakan, guna melindungi masyarakat dari investasi bodong, pemerintah membentuk satuan tugas (Satgas) waspada yang terdiri dari 13 Kementerian/Lembaga. 

Yaitu OJK, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kepolisian, Kejaksaan, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Kementerian Dalam Negeri. 

Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Bank Indonesia serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

"Pada 2017 tim satgas waspada menangani sekitar 80 entitas dan di 2018 ada 108 entitas yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dan berpotensi merugikan masyarakat," paparnya.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE