Tanjungpinang (ANTARA) - Aktivitas pertambangan bauksit di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau berhenti sejak beberapa hari lalu, namun masih tampak tumpukan batu bauksit yang diperkirakan mencapai ratusan ribu ton di bibir pulau-pulau.
Penelusuran Antara di perairan Kecamatan Matang, Bintan, Minggu, tampak lokasi bekas pertambangan di Pulau Tanjung Elong, Pulau Koyang, Pulau Dendang, Pulau Angkut, dan Pulau Buton.
Dari atas kapal perahu juga tampak tumpukan batu bauksit yang tidak sempat diangkut ke kapal tongkang. Di Pulau Tanjung Elong dan Pulau Buton masih tampak segel dan papan pengumuman penghentian aktivitas pertambangan yang dipasang penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Beberapa orang juga tampak beraktivitas dengan mengendarai sepeda motor di pulau-pulau yang rusak akibat pertambangan bauksit itu.
Dari hasil penelusuran Antara, tidak tampak kapal tongkang. Padahal beberapa pekan lalu, lima kapal tongkang sempat antre untuk mengangkut batu bauksit tersebut.
Salah seorang warga Desa Mantang Lama mengatakan warga menagih kompensasi yang belum dibayar PT Buana Sinar Khatuliswa. Perusahaan itu bermodal IMB yang diterbitkan pihak kecamatan dan izin penjualan bauksit yang diterbitkan Dinas PTSP Kepri berdasarkan rekomendasi Dinas ESDM Kepri, melakukan pertambangan di Pulau Dendang. Padahal perusahaan itu bukan bergerak di bidang pertambangan, melainkan memanfaatkan izin membangun rumah jaga untuk melakukan aktivitas pertambangan.
"Kami tagih uang kompensasi yang sudah dua bulan tidak dibayar perusahaan tersebut," kata warga yang sehari-hari bekerja sebagai tekong perahu.
Ketua Kelompok Diskusi Anti 86, Ta'in Komari, mengatakan seharusnya aktivitas pertambangan bauksit itu dihentikan sejak lama.
Namun, ada kekuatan besar yang membuat aktivitas pertambangan bauksit berlangsung selama lebih dari setahun, meski melanggar peraturan pertambangan.
Permasalahan utama yang dihadapi negara sekarang, yakni mengungkap kasus pertambangan bauksit tersebut, termasuk menindak oknum aparat pemerintah yang terlibat di dalamnya.
"Harus ada yang bertanggung jawab terhadap kasus ini, mulai dari pertambangan bauksit ilegal, kasus 19 izin penjualan bauksit yang diterbitkan Pemprov Kepri, perusakan lingkungan, pajak dan lainnya. Kami sudah laporkan kasus ini kepada KPK dan kementerian terkait lainnya," katanya.
Ta'in juga mempertanyakan kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan bauksit yang diselidiki KLHK.
Ia berharap penyidik KLHK tidak tebang pilih dalam menangani kasus itu.
"Sampai hari ini kami belum mendengar pihak-pihak yang mengeluarkan 19 izin itu diperiksa penyidik, seperti Amjon, mantan Kadis ESDM Kepri dan Azman Taufik, mantan Kadis PTSP Kepri. Apa peran Gubernur Kepri Nurdin Basirun dalam pertambangan bauksit juga harus diungkap kepada publik, termasuk peranan Bupati Bintan Apri Sujadi, dan kenapa DPRD Bintan senyap sampai sekarang," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Inspektorat Kepri Mirza Bachtiar membenarkan Dinas PTSP Kepri mencabut 19 izin penjualan bauksit di Kabupaten Bintan setelah berkasus.
Namun, Mirza enggan membeberkan hasil pemeriksaan Inspektorat Kepri terhadap izin tersebut.
"Sesuai UU Nomor 23/2014 dan PP 12/2017 Pasal 23 laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kepada publik, dan tidak boleh diberikan kepada publik, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Lihat Video:
Baca juga: Pengamat: Pertambangan bauksit di Bintan lecehkan negara
Baca juga: Pemprov Kepri cabut 19 izin penjualan bauksit di Bintan
Baca juga: Empat Fraksi DPRD Kepri ajukan hak angket untuk gubernur
Komentar