Tanjungpinang (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau menyatakan kasus stunting atau kekerdilan di wilayah itu mencapai 17 persen, tergolong rendah dibanding angka nasional yang mencapai 24 persen.

Kepala Dinas Kesehatan Kepri Mohammad Bisri, di Tanjungpinang, Kamis, mengatakan, angka stunting yang  berdasarkan data dari hasil Survei Status Gizi Indonesia tahun 2021 di wilayah itu dihitung berdasarkan kondisi anak-anak balita.

"Target nasional yang harus dicapai, kami harus tekan hingga 14 persen sebelum tahun 2024," katanya.

Baca juga:
Serapan pinjaman UMKM Kepri di bank daerah capai Rp10 miliar

Tingkat kesembuhan dari COVID-19 di Batam capai 96,96 persen

Bisri tidak merinci penyebaran kasus stunting di Kepri, dengan alasan merupakan data dari hasil Survei Status Gizi Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, jumlah anak usia 0-4 tahun di Kepri mencapai 259.389 orang, yang tersebar di Kabupaten Karimun 22.192 orang, Bintan 17.194 orang, Natuna 8.496 orang, Lingga 7.965 orang, Kepulauan Anambas 4.348 orang, Batam 178.905 orang dan Tanjungpinang 20.289 orang.

Sementara tahun 2021, jumlah balita di Kepri sebanyak 191.988 orang, terdiri dari laki-laki 98.376 orang dan perempuan 93.612 orang.

"Kasus kekerdilan tidak berhubungan dengan kondisi perekonomian keluarga, melainkan konsumsi makanan yang bergizi," ucapnya.

Bisri menambahkan makanan yang bergizi dan seimbang banyak pilihan, tidak selalu mahal. Banyak sayur-sayuran dan ikan yang dapat dibeli dengan harga yang relatif murah.

Sejumlah kasus stunting ditemukan di Kepri dari kalangan keluarga yang mampu. Remaja yang beranjak dewasa menikah, namun tidak memahami kebutuhannya saat mengandung bayi.

Baca juga:
Pemprov Kepri dorong UMKM manfaatkan pinjaman modal bunga nol persen dari Bank Riau Kepri

Kasus COVID-19 di Kepri naik 100 persen dalam sepekan

Hasilnya, makanan yang dikonsumsi sesuai keinginan, bukan kebutuhan gizi yang mempengaruhi kondisi bayi setelah ibu itu melahirkan.

"Lebih tepat akar persoalan stunting itu adalah ketidakpahaman terhadap kondisi kesehatan diri sejak remaja hingga melahirkan. Hal ini yang menyebabkan bayi yang lahir tidak dalam kondisi normal," ujarnya.

Ia mengimbau seluruh wanita yang ingin menikah agar lebih banyak berdiskusi dengan petugas kesehatan. Mereka tidak perlu ke rumah sakit atau Puskesmas untuk memperoleh informasi penting terkait perawatan kandungan dan pemberian gizi kepada bayi.

"Cukup ke Posyandu secara rutin. Berdiskusi, dapat pengetahuan yang bermanfaat untuk masa depan ibu dan bayi," tuturnya.

Pewarta : Nikolas Panama
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2024