Tanjungpinang, Kepri (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Berencana Nasional (BKKBN) mengajak Pemkot Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), mencegah angka pernikahan dini guna menekan kasus stunting di daerah tersebut.

"Pernikahan dini rentan memicu stunting, dan perceraian. Kalau cerai anak berpotensi terlantar dan minim perhatian, karena kurang diurus orangtuanya," kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto dalam acara pencanangan kampung berkualitas (KB) di Makodim 0315/Tanjungpinang, Selasa.

Oleh karena itu, kata dia, pernikahan usia dini harus dicegah bersama-sama dengan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait.

Menurutnya BKKBN juga gencar melakukan roadshow ke Kantor Urusan Agama (KUA) guna menyikapi dispensasi angka pernikahan dini yang masih tinggi di Indonesia.

Selain itu, pihaknya turut menggandeng tokoh agama dalam hal memberikan pemahaman tentang bahaya nikah usia dini, baik sari segi kesehatan maupun psikologis.

"Usia ideal nikah itu, bagi perempuan 21 tahun dan lelaki 25 tahun. Untuk usia 19 tahun masih bisa, dan dijamin oleh undang-undang," ujarnya.

Ia juga menyarankan pasangan yang akan menikah supaya mengisi aplikasi elektronik siap nikah dan hamil (Elsimil) guna mendeteksi faktor risiko stunting sejak dini.

Selanjutnya, tiga bulan sebelum menikah pasangan calon pengantin sebaiknya memeriksakan kesehatan diri, khususnya kaum perempuan harus mengecek kadar hemoglobin (Hb) hingga lingkaran lengan atas normal ialah 23,5 centimeter.

"Jika kedapatan kurang Hb atau lingkar lengan atas perempuan belum normal tapi dipaksakan tetap nikah, maka saat hamil sangat berisiko melahirkan anak dalam keadaan stunting atau kerdil," ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa ancaman stunting tidak boleh dianggap enteng, karena dapat menghambat tumbuh kembang anak menjadi anak yang sehat dan cerdas.

Lanjut dia menyampaikan meskipun ada target penurunan stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024, namun penanganan stunting tak boleh berhenti dan akan terus berlanjut sampai kapanpun.

"Sebanyak 14 persen di 2024 itu hanya target angka saja, sebab ancaman stunting bisa saja terjadi, salah satunya ketika kita lupa merencanakan pernikahan dan hamil secara matang," ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, ia sangat mengapreiasi angka stunting di Tanjungpinang turun dari 18,8 persen di 2022 menjadi 15,7 persen di 2023, sehingga tinggal 1,7 persen untuk mengejar target 14 persen di 2024.

Dia optimistis gerakan pencanangan kampung keluarga berkualitas di Tanjungpinang menjadi bukti bahwa pemkot bersama unsur TNI, Polri, dan semua perangkat daerah itu berkomitmen menanggulangi kasus stunting di ibukota Provinsi Kepri tersebut.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain memberikan tablet tambah darah (TDD) kepada anak-anak usia remaja, termasuk memaksimalkan tim pendampingan mendampingi keluarga berisiko stunting.

"Dengan kolaborasi yang ada, saya yakin kasus stunting dapat ditekan hingga zero stunting," demikian  Bonivasius Prasetya Ichtiarto.
 

Pewarta : Ogen
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2024