Tanjungpinang (ANTARA) - Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang dibentuk Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, PT. Pelabuhan Kepri hingga Oktober tercacat menghimpun pendapatan Rp200 juta, atau baru 20 persen dari target sekitar Rp1 miliar pada tahun ini.
Direktur PT Pelabuhan Kepri Awaluddin mengatakan, pendapatan tersebut berasal dari sektor pelayanan kapal angkutan penumpang MV Lintas Kepri dan pelabuhan yang menjadi wewenang mereka, yaitu pelabuhan Kuala Riau dan Segara.
"Bisnis yang kita kelola sejauh ini ada tiga sektor, yakni kapal, pelabuhan, dan labuh jangkar. Tapi, khusus pendapatan dari labuh jangkar masih nol, karena wewenang pungutannya belum dilimpahkan dari Kementerian Perhubungan ke Pemprov Kepri," kata Awaluddin di Tanjungpinang, Sabtu.
Menurutnya pendapatan terbesar perusahaan daerah milik Pemprov Kepri itu sampai saat ini masih didominasi kapal MV Lintas Kepri yang melayani penumpang rute Tanjungpinang-Lingga.
Namun demikian, katanya, untuk tahun ini kemungkinan terjadi penurunan pendapatan, karena kapal MV Lintas Kepri baru beroperasi sekitar bulan April 2023 setelah sempat mengalami kerusakan
Sementara pendapatan dari sektor pelabuhan Kuala Riau dan Segara juga masih minim, sebab kedua pelabuhan itu sifatnya masih regional dan tidak dikomersialkan, melainkan untuk membantu pemerintah daerah dalam memperlancar distribusi barang dan kebutuhan pokok masyarakat.
Oleh karena itu, pihaknya tidak bisa menetapkan tarif besar bagi kapal-kapal angkutan barang yang masuk melalui dua pelabuhan itu.
"Kami hanya memungut pendapatan dari jasa keamanan pelabuhan, hingga pelayanan air dan minyak, tapi itu pun bermitra dengan pihak ketiga," ungkap Awaluddin.
Awaluddin menambahkan bahwa potensi pendapatan terbesar PT Pelabuhan Kepri sebenarnya, ialah sektor labuh jangkar dengan perkiraan mencapai puluhan miliar rupiah per tahun.
Akan tetapi, sambungnya, sampai hari ini persoalan kewenangan pengelolaan labuh jangkar antara Kementerian Perhubungan dan Pemprov Kepri belum menemui titik terang, padahal pembahasan regulasinya sudah melibatkan lintas kementerian di tingkat pusat.
"Sebenarnya daerah ini cuma minta izin mengelola bisnis di area labuh jangkar perairan Kepri. Kalau urusan pungutan retribusi untuk PNBP, itu tetap jadi wewenang Kemenhub," kata Awaluddin menegaskan.
Lanjutnya menyampaikan PT Pelabuhan Kepri memiliki kewenangan terbatas dalam menjalankan bisnis selain sektor kepelabuhanan. Kendati bisa menjalankan bisnis lain, namun dalam praktiknya perusahaan itu harus bermitra dengan pihak lainnya, karena tidak bisa berjalan sendiri.
Direktur PT Pelabuhan Kepri Awaluddin mengatakan, pendapatan tersebut berasal dari sektor pelayanan kapal angkutan penumpang MV Lintas Kepri dan pelabuhan yang menjadi wewenang mereka, yaitu pelabuhan Kuala Riau dan Segara.
"Bisnis yang kita kelola sejauh ini ada tiga sektor, yakni kapal, pelabuhan, dan labuh jangkar. Tapi, khusus pendapatan dari labuh jangkar masih nol, karena wewenang pungutannya belum dilimpahkan dari Kementerian Perhubungan ke Pemprov Kepri," kata Awaluddin di Tanjungpinang, Sabtu.
Menurutnya pendapatan terbesar perusahaan daerah milik Pemprov Kepri itu sampai saat ini masih didominasi kapal MV Lintas Kepri yang melayani penumpang rute Tanjungpinang-Lingga.
Namun demikian, katanya, untuk tahun ini kemungkinan terjadi penurunan pendapatan, karena kapal MV Lintas Kepri baru beroperasi sekitar bulan April 2023 setelah sempat mengalami kerusakan
Sementara pendapatan dari sektor pelabuhan Kuala Riau dan Segara juga masih minim, sebab kedua pelabuhan itu sifatnya masih regional dan tidak dikomersialkan, melainkan untuk membantu pemerintah daerah dalam memperlancar distribusi barang dan kebutuhan pokok masyarakat.
Oleh karena itu, pihaknya tidak bisa menetapkan tarif besar bagi kapal-kapal angkutan barang yang masuk melalui dua pelabuhan itu.
"Kami hanya memungut pendapatan dari jasa keamanan pelabuhan, hingga pelayanan air dan minyak, tapi itu pun bermitra dengan pihak ketiga," ungkap Awaluddin.
Awaluddin menambahkan bahwa potensi pendapatan terbesar PT Pelabuhan Kepri sebenarnya, ialah sektor labuh jangkar dengan perkiraan mencapai puluhan miliar rupiah per tahun.
Akan tetapi, sambungnya, sampai hari ini persoalan kewenangan pengelolaan labuh jangkar antara Kementerian Perhubungan dan Pemprov Kepri belum menemui titik terang, padahal pembahasan regulasinya sudah melibatkan lintas kementerian di tingkat pusat.
"Sebenarnya daerah ini cuma minta izin mengelola bisnis di area labuh jangkar perairan Kepri. Kalau urusan pungutan retribusi untuk PNBP, itu tetap jadi wewenang Kemenhub," kata Awaluddin menegaskan.
Lanjutnya menyampaikan PT Pelabuhan Kepri memiliki kewenangan terbatas dalam menjalankan bisnis selain sektor kepelabuhanan. Kendati bisa menjalankan bisnis lain, namun dalam praktiknya perusahaan itu harus bermitra dengan pihak lainnya, karena tidak bisa berjalan sendiri.