Tanjungpinang (ANTARA) - Kepala Kantor Bahasa Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Rahmat mengatakan kemampuan literasi bisa memperkuat kecakapan seseorang, termasuk finansial.
"Jadi, literasi tak hanya terbatas pada membaca dan menulis," kata Rahmat di Tanjungpinang, Kamis.
Ia menyebut di negara-negara maju, masyarakatnya sudah terlepas dari literasi dasar baca dan tulis. Literasi bisa dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dari hasil pemahaman terhadap bahan bacaan.
Dari ilmu yang sudah dibaca, lalu dipahami dan berkreasi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, misalnya bacaan terkait peluang atau ide-ide baru di dunia usaha.
"Hasilnya, bagaimana berkreasi dari hasil yang dibaca, sehingga ada korelasi kuat dalam membangun kecakapan seseorang, termasuk finansial," ujar Rahmat.
Selain itu, kata dia, kemampuan literasi bukan hanya cakap membaca atau menulis, tapi juga sudah bisa memilih dan memilah mana informasi yang benar atau salah.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau masyarakat di Kepri tidak hanya berkutat dengan literasi dasar membaca dan menulis, namun harus ditingkatkan bagaimana memahami terhadap apa yang dibaca.
"Inilah kenapa penting bagi kita memperkuat kemampuan literasi, karena dapat meningkatkan kehidupan dengan cara memperluas kemampuan," ucapnya.
Rahmat turut memaparkan minat literasi di wilayah Kepri, di mana indeks kegemaran membaca di wilayah Kepri berdasarkan data Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI tahun 2019 hingga 2022, berada di posisi 24 dari 34 provinsi seluruh Indonesia atau sepuluh besar di bawah.
Hal ini menandakan bahwa budaya membaca masyarakat di daerah itu dinilai masih bermasalah. Salah satu Indikatornya ialah minimnya budaya membaca di kalangan masyarakat, terutama keluarga.
Menurutnya, orang tua belum mampu menciptakan iklim kebiasaan membaca bagi si anak, sehingga bagaimana mungkin mereka bisa menghasilkan orang-orang yang literat atau memiliki kemampuan membaca hingga menulis.
"Anak-anak perlu dilatih sejak dini, misalnya orangtua aktif membacakan buku bacaan anak sebelum tidur," ujar Rahmat.
Pihaknya turut mengajak para orangtua menanamkan budaya membaca kepada anak sejak ini sehingga kelak diharapkan tumbuh menjadi generasi literat.
"Kultur budaya membaca harus dibangun mulai dari keluarga," demikian Rahmat.*
"Jadi, literasi tak hanya terbatas pada membaca dan menulis," kata Rahmat di Tanjungpinang, Kamis.
Ia menyebut di negara-negara maju, masyarakatnya sudah terlepas dari literasi dasar baca dan tulis. Literasi bisa dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dari hasil pemahaman terhadap bahan bacaan.
Dari ilmu yang sudah dibaca, lalu dipahami dan berkreasi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, misalnya bacaan terkait peluang atau ide-ide baru di dunia usaha.
"Hasilnya, bagaimana berkreasi dari hasil yang dibaca, sehingga ada korelasi kuat dalam membangun kecakapan seseorang, termasuk finansial," ujar Rahmat.
Selain itu, kata dia, kemampuan literasi bukan hanya cakap membaca atau menulis, tapi juga sudah bisa memilih dan memilah mana informasi yang benar atau salah.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau masyarakat di Kepri tidak hanya berkutat dengan literasi dasar membaca dan menulis, namun harus ditingkatkan bagaimana memahami terhadap apa yang dibaca.
"Inilah kenapa penting bagi kita memperkuat kemampuan literasi, karena dapat meningkatkan kehidupan dengan cara memperluas kemampuan," ucapnya.
Rahmat turut memaparkan minat literasi di wilayah Kepri, di mana indeks kegemaran membaca di wilayah Kepri berdasarkan data Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI tahun 2019 hingga 2022, berada di posisi 24 dari 34 provinsi seluruh Indonesia atau sepuluh besar di bawah.
Hal ini menandakan bahwa budaya membaca masyarakat di daerah itu dinilai masih bermasalah. Salah satu Indikatornya ialah minimnya budaya membaca di kalangan masyarakat, terutama keluarga.
Menurutnya, orang tua belum mampu menciptakan iklim kebiasaan membaca bagi si anak, sehingga bagaimana mungkin mereka bisa menghasilkan orang-orang yang literat atau memiliki kemampuan membaca hingga menulis.
"Anak-anak perlu dilatih sejak dini, misalnya orangtua aktif membacakan buku bacaan anak sebelum tidur," ujar Rahmat.
Pihaknya turut mengajak para orangtua menanamkan budaya membaca kepada anak sejak ini sehingga kelak diharapkan tumbuh menjadi generasi literat.
"Kultur budaya membaca harus dibangun mulai dari keluarga," demikian Rahmat.*