Batam (ANTARA) - Bank Indonesia Kepulauan Riau (KPw BI Kepri) melaporkan  tingkat inflasi di provinsi itu selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri relatif terkendali dengan upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada Maret 2025 tercatat inflasi sebesar 0,38 persen (month-to-month/bulan ke bulan), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,14 persen (mtm).

Secara tahunan, inflasi Kepri tercatat sebesar 2,01 persen (year-on-year/tahun ke tahun) yang melandai dibanding bulan sebelumnya sebesar 2,09 persen (yoy) dan masih berada di rentang sasaran.

Dibandingkan angka nasional, inflasi tahunan Kepri relatif lebih tinggi yang utamanya diakibatkan oleh kenaikan harga emas yang menyumbang andil inflasi sebesar 0,56 persen (yoy) sebagai dampak kenaikan harga emas global.

Selanjutnya, inflasi tahunan juga didorong oleh sewa rumah yang naik di Kota Batam sebagai dampak lanjutan kenaikan tarif listrik PLN Batam per 1 Juli 2024 yg hanya terjadi di Kota Batam.

Maka dari itu dalam rangka pengendalian inflasi, KPw BI Kepri secara konsisten bersinergi dengan TPID baik di level provinsi maupun kabupaten/kota se-Kepri dalam melaksanakan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dengan strategi 4K (Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi yang Efektif).

Berbagai upaya stabilisasi harga yang dilaksanakan pada bulan Maret 2025, antara lain yakni menggelar rapat Koordinasi Pasar Murah Ramadhan dan Idul Fitri 2025 Kota Batam dan sebuah High Level Meeting TPID Kabupaten Karimun dan Kota Tanjungpinang.

Selain itu, BI Kepri melakukan sidak pasar, talkshow radio, dan publikasi informasi melalui media sosial untuk menjaga ekspektasi inflasi tetap terkendali; dan juga bersinergi dalam penyelenggaraan Gerakan Pangan Murah/Operasi Pasar Murah sebanyak 21 kali di berbagai wilayah Provinsi Kepri.

“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengantisipasi risiko inflasi melalui sinergi dan koordinasi bersama TPID,” kata Deputy KPw BI Kepri Adidoyo Prakoso dalam keterangan resmi yang diterima di Batam, Rabu.

Beberapa risiko tekanan inflasi yang perlu diantisipasi ke depan menurutnya, antara lain normalisasi tarif listrik setelah berakhirnya diskon tarif listrik sebesar 50 persen kepada konsumen rumah tangga dan pelaku usaha kecil dengan daya hingga 2.200 VA dan meningkatnya imported inflation sejalan dengan kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat.

Selain itu, masa peralihan musim (pancaroba) dari musim hujan ke musim kemarau yang dapat berpengaruh terhadap produksi komoditas pangan.

Namun KPw BI Kepri optimis inflasi di provinsi itu akan tetap di sasaran inflasi nasional 2,5 + 1 persen didorong oleh melandainya harga emas perhiasan, penyesuaian harga BBM non-subdisi per 1 April 2025 dan normalisasi permintaan terhadap komoditas pangan pasca-bulan Ramadhan.

“Terkendalinya inflasi mencerminkan efektivitas kebijakan moneter yang konsisten serta sinergi kuat antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID),” tutupnya.


Pewarta : Amandine Nadja
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2025