Mataram (ANTARA) - Tim penasihat hukum terdakwa pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung yang merupakan seorang penyandang tunadaksa menyatakan siap mengajukan upaya hukum banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat.

"Kami pikir-pikir dahulu selama 7 hari. Akan tetapi, kami akan melakukan upaya hukum banding," kata Michael Anshori mewakili tim penasihat hukum Agus Buntung usai persidangan di Mataram, Selasa.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada terdakwa pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung yang merupakan seorang penyandang tunadaksa.

Michael Anshori menegaskan bahwa upaya hukum lanjutan tersebut merupakan bagian dari hak terdakwa.

Menurut dia, banyak hal yang akan menjadi materi tim penasihat hukum dalam mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat.

"Kami memang belum membaca secara utuh putusan hakim, intinya banyak fakta yang terungkap dalam persidangan itu kami dengarkan tidak dipertimbangkan secara hukum, itu alasan-alasan kami untuk mengajukan hukum banding," ujarnya.

Salah satu fakta persidangan yang akan menjadi materi banding, kata dia, perihal tidak adanya saksi atas perbuatan persetubuhan Agus Buntung dengan para korban.

"Yang melihat itu tidak ada, ini alasan kami juga untuk ajukan banding, jadi saksinya berdiri sendiri," ucap dia.

Sementara itu, Baiq Ira Mayadari yang hadir dalam sidang putusan Agus Buntung mewakili tim jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.

"Iya, kami masih harus menyampaikan putusan ini terlebih dahulu kepada atasan. Makanya, dalam sidang tadi kami sampaikan pikir-pikir," katanya.

Sementara itu, Hakim menjatuhkan vonis tersebut dengan menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana pencabulan lebih dari satu kali terhadap korban yang lebih dari satu orang.

Oleh karena itu, hakim menjatuhkan vonis dengan menetapkan perbuatan terdakwa telah melanggar dakwaan primer penuntut umum, yakni Pasal 6 huruf C junto Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

"Mengadili dengan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa I Wayan Agus Suartama dengan pidana penjara selama 10 tahun," kata Ketua Majelis Hakim Mahendrasmara Purnamajati saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.

Putusan hakim ini terbilang lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya yang meminta agar terdakwa dijatuhi pidana hukuman 12 tahun penjara dengan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan pengganti.

Meskipun hanya pidana hukuman yang berbeda, hakim sependapat dengan tuntutan jaksa yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti melanggar dakwaan primer penuntut umum.

Adapun hal yang meringankan putusan, hakim melihat usia terdakwa yang tergolong masih muda dengan harapan terdakwa dapat memperbaiki perbuatan.

"Selama persidangan, terdakwa juga berlaku sopan dan tertib sehingga persidangan berjalan lancar," ujar hakim.

Untuk hal yang memberatkan, hakim melihat kondisi psikologi korban dari perbuatan terdakwa yang kini mengalami trauma mendalam dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.


Komisi disabilitas cek kesiapan lapas tampung Agus...
 

Sementara itu, Komisi Disabilitas Daerah Nusa Tenggara Barat akan kembali mengecek kesiapan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Lombok Barat untuk menampung penahanan terdakwa kasus pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung yang merupakan seorang penyandang tunadaksa.

"Baru-baru ini terhadap yang biasa dampingi Agus di lapas ini sepertinya sudah dipindahkan, jadi kami akan coba cek lagi ke Lapas Lombok Barat untuk memastikan hal ini," kata Yan Mangandar, mewakili KDD NTB, usai menyaksikan sidang putusan Agus Buntung di Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.

Dia tidak memungkiri bahwa Agus Buntung sebagai penyandang tunadaksa memang membutuhkan pendamping selama menjalani penahanan di Lapas Kelas II A Lombok Barat.

"Terkait pendamping ini memang kami nilai masih sangat perlu untuk Agus," ujarnya.

Namun demikian, regulasi perihal pendamping tahanan maupun narapidana di lapas atau rutan itu belum ada diatur negara.

"Memang sampai hari ini 'kan belum ada sistem di negara mana pun termasuk Indonesia bahwa terhadap disabilitas itu ada pendamping di dalam rutan maupun lapas," kata dia.


Selama ini, kata dia, pihak lapas maupun rutan memanfaatkan keberadaan narapidana sebagai pendamping. Bagi narapidana yang bersedia, akan mendapatkan rekomendasi untuk masuk dalam daftar penerima remisi atau pengurangan masa tahanan.

Oleh karena itu, Yan kembali menegaskan bahwa pihaknya akan mengupayakan hal tersebut, yakni meminta kepada pihak lapas untuk mencari narapidana yang bersedia sebagai pendamping Agus Buntung selama menjalani penahanan.

"Makanya secepatnya dalam waktu dekat kami akan koordinasi dengan Lapas Lombok Barat," ujarnya.

Perihal putusan Agus Buntung hari ini, Yan mewakili KDD NTB memberikan apresiasi terhadap majelis hakim, jaksa penuntut umum, penyidik kepolisian maupun rekan-rekan penasihat hukum yang sudah menjalankan tugas sesuai kapasitas.

"Terkait dengan apa yang menjadi amar putusan, mungkin kami tidak komentari bagian itu karena itu jadi penilaian hakim. Kami sangat yakin hakim pasti sudah mempertimbangkan fakta yang terungkap di persidangan," kata Yan.








Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Penasihat hukum Agus Buntung siap ajukan banding atas putusan hakim

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2025