Anambas (Antara Kepri) - Asisten Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Tony Noor Cahyono mengungkapkan, Bank Indonesia sedang melakukan penelitian intensif mengenai keengganan masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas menggunakan uang logam.
"Kondisi disini cukup unik, karena ada fenomena menarik di masyarakat yang cenderung enggan menggunakan uang logam di Anambas. Hal ini sedang kita teliti lebih lanjut," ungkap Tony di Balai Pertemuan Masyarakat Siantan (BPMS), Kamis .
Menurutnya, hingga kini BI belum menarik uang logam pecahan Rp100 hingga Rp1.000 dari peredaran.
"Uang logam itu masih berlaku sebagai nilai tukar di seluruh Indonesia, termasuk di Anambas. Tapi memang unik, mengapa di Anambas seolah-olah tidak laku," ujar Tony lagi.
Dikatannya, BI segera mengambil langkah strategis menyikapi fenomena unik ini. Tapi Dia belum bisa menyebutkan langkah seperti apa yang akan diambil dalam waktu dekat ini.
"Kita tunggu hasil penelitian dulu. Apa hasilnya, baru kita bisa mengambil langkah yang tepat. Mungkin mengambil langkah edukasi kepada masyarakat, atau langkah lain, tergantung hasil penelitian," Katanya.
Dijelaskannya, langkah-langkah yang diambil tersebut diharap bisa memberikan pengertian kepada masyarakat perputaran uang logam bisa tetap berjalan.
"Mungkin di Anambas kurang dibutuhkan, namun daerah Jawa dan Sumatera masih sangat membutuhkan uang tersebut.
"Jadi kita berharap, uang logam jangan disimpan, tapi tetap bisa bersirkulasi," harap Tony.
Sementara itu, warga desa pesisir timur, Hadi mengatakan, masyarakat bukan tidak menghargai uang logam. Namun keengganan masyarakat menggunakan uang logam disebabkan pedagang tidak mau menerimanya sebagai alat pembayaran.
"Pedagang nggak nerima uang logamnya. Katanya sih uang logam itu gampang tercecer, jadi mereka merasa rugi. Karena nggak diterima, buat apa kita pakai," kata Hadi.
Karenanya, Hadi cenderung menyimpan sejumlah uang logam yang dimilikinya. Biasanya uang logam tersebut didapatnya dari perjalanan keluar kota.
"Uang logam saya mungkin berjumlah ratusan ribu. Biasanya saya simpan, atau dijadikan mainan oleh anak saya. Bahkan banyak yang sudah tercecer entah kemana," jelasnya. (Antara)
Editor: Rusdianto
"Kondisi disini cukup unik, karena ada fenomena menarik di masyarakat yang cenderung enggan menggunakan uang logam di Anambas. Hal ini sedang kita teliti lebih lanjut," ungkap Tony di Balai Pertemuan Masyarakat Siantan (BPMS), Kamis .
Menurutnya, hingga kini BI belum menarik uang logam pecahan Rp100 hingga Rp1.000 dari peredaran.
"Uang logam itu masih berlaku sebagai nilai tukar di seluruh Indonesia, termasuk di Anambas. Tapi memang unik, mengapa di Anambas seolah-olah tidak laku," ujar Tony lagi.
Dikatannya, BI segera mengambil langkah strategis menyikapi fenomena unik ini. Tapi Dia belum bisa menyebutkan langkah seperti apa yang akan diambil dalam waktu dekat ini.
"Kita tunggu hasil penelitian dulu. Apa hasilnya, baru kita bisa mengambil langkah yang tepat. Mungkin mengambil langkah edukasi kepada masyarakat, atau langkah lain, tergantung hasil penelitian," Katanya.
Dijelaskannya, langkah-langkah yang diambil tersebut diharap bisa memberikan pengertian kepada masyarakat perputaran uang logam bisa tetap berjalan.
"Mungkin di Anambas kurang dibutuhkan, namun daerah Jawa dan Sumatera masih sangat membutuhkan uang tersebut.
"Jadi kita berharap, uang logam jangan disimpan, tapi tetap bisa bersirkulasi," harap Tony.
Sementara itu, warga desa pesisir timur, Hadi mengatakan, masyarakat bukan tidak menghargai uang logam. Namun keengganan masyarakat menggunakan uang logam disebabkan pedagang tidak mau menerimanya sebagai alat pembayaran.
"Pedagang nggak nerima uang logamnya. Katanya sih uang logam itu gampang tercecer, jadi mereka merasa rugi. Karena nggak diterima, buat apa kita pakai," kata Hadi.
Karenanya, Hadi cenderung menyimpan sejumlah uang logam yang dimilikinya. Biasanya uang logam tersebut didapatnya dari perjalanan keluar kota.
"Uang logam saya mungkin berjumlah ratusan ribu. Biasanya saya simpan, atau dijadikan mainan oleh anak saya. Bahkan banyak yang sudah tercecer entah kemana," jelasnya. (Antara)
Editor: Rusdianto