Tanjungpinang (Antara Kepri) - Buku karya Asisten Profesor London School of Economic and Political Science Inggris Nicholas J Long berjudul "Be Malay in Indonesia, Histories, Hope and Citizenship in Riau Archipelago" diluncurkan di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Selasa.
"Ini buku bernuansa teoritikal yang kehadirannya diharapkan mahasiswa dan masyarakat Indonesia, serta peminat antropologi," kata Rendi, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Haji Tanjungpinang, Kepulauan Riau, pada peluncuran buku tersebut di kampus tersebut.
Buku itu mendapat tanggapan positif Ketua Stisipol Raja Haji Tanjungpinang Zamzami A Karim.
Zamzami mengatakan bahwa kajian yang dilakukan oleh Nicholas J Long dalam bukunya "Be Malay in Indonesia" sangat baik. Buku ini menunjukkan bagaimana Melayu dari sisi antropologi.
Kajian ini juga mengungkapkan kebiasaan dan adat istiadat suku Melayu di Indonesia khususnya di Kepulauan Riau.
"Kajian dalam buku ini juga mampu mengungkapkan kapasitas ekonomi masyarakat Melayu, termasuk perilaku dan sikap orang Melayu dalam perdagangan, apakah orang Melayu mampu menjalankan roda ekonomi lewat cara berdagangan atau tidak," katanya.
Nicholas J Long, antropolog yang juga penulis buku itu mengatakan dirinya mengkaji beberapa hal dalam suatu sistem kemelayuan khususnya Melayu di Kepulauan Riau. Seperti, perkembangan Provinsi Kepulauan Riau, sejarah, ekonomi, krisis sumber daya manusia dan bagaimana menjadi Melayu sebenarnya.
Ia mengatakan bahwa Melayu dengan kapasitasnya saat ini, setelah memiliki provinsi sendiri yaitu Provinsi Kepulauan Riau harusnya lebih membangun kekuatan demi kemajuan daerahnya sendiri.
"Dengan bertambahnya kekuatan ke daerahnya seperti sekarang ini seharusnya sadar akan kualitas mereka, dan siap untuk menjadi tokoh terdepan dalam membela melayu," katanya.
Di dalam buku yang diterbitkan oleh National University of Singapore, Nicholas juga menjelaskansikap ekonomi orang Melayu, dimulai dengan sebuah pertanyaan, mengapa yang hanya berdagang hanya orang Tionghoa, Jawa atau Minang, lalu mengapa orang Melayu kurang tampak secara signifikan kapasitas berdagangnya atau ke mana orang Melayu.
Dalam istilah Nicholas, "Malay are not very good at commerce", padahal sebenarnya orang Melayu memiliki kapasitas tentang itu.
Mungkin ada orang Melayu yang berhasil dalam dunia perdagangan akan tetapi tidak mau ditonjolkan selayaknya orang Tionghoa, Jawa dan orang Minang.
Kajian ini bukan merupakan sebuah propaganda negatif bagi orang Melayu, akan tetapi mampu menjadi sebuah cambuk dan masukan bagi orang Melayu untuk lebih sadar untuk bisa memajukan kapasitas perdagangan mereka.
Melayu sebenarnya memiliki khazanah kekayaan budaya yang luar biasa. Mulai dari kearifan sejarah, budaya dan juga keseniannya yang memiliki nilai estetika dan etika yang begitu tinggi.
Di dalam buku ini juga dijelaskan mengenai pantun yang merupakan salah satu tradisi lisan suku Melayu yang disadari atau tidak, tradisi lisan ini menjadikan sebuah tanda bahwa suku Melayu pernah ada di manapun tempat di seantero nusantara ini.
"Ketika pantun berkembang di daerah lain selain Kepulauan Riau, di situlah tanda bahwa pernah ada orang Melayu yang hidup dan berkembang. Pantun Melayu tak hanya sekadar karya sastra akan tetapi merupakan tradisi komunikasi lisan orang Melayu dalam tataran pergaulan. Sehingga, pantun Melayu dapat diucapkan dalam lingkup berkenalan, berkasih sayang, atau juga humoris," katanya.
Di Tanjungpinang khususnya, pantun Melayu dikembangkan lewat tradisi nikah kawin dan juga diadakan beberapa perlombaan berbalas pantun. Agar tradisi ini terus bertahan sampai kapanpun.
Buku ini diharapkan menjadi sebuah kajian konstruktif bagi suku Melayu itu tersendiri.
Dengan membaca buku ini, orang Melayu akan dapat semakin menyadari akan kondisi realitas secara objektif tentang Melayu.
Konsep-konsep dan temuan yang dikaji dalam buku ini dipandang akan mampu menyadarkan suku Melayu akan eksistensinya sebagai suatu suku bangsa yang ada di Indonesia.
Hal ini juga akan menguatkan kesadaran orang Melayu bahwa "Takkan Melayu itu Hilang di Bumi. Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan Melayu yang dijelaskan secara holistik dalam buku ini, orang Melayu akan mampu menjaga, mewarisi, melestarikan, dan mengembangkan diri dan budayanya sehingga tak akan kalah dengan suku bangsa lainnya di negara ini. (Antara)
Editor: Rusdianto
"Ini buku bernuansa teoritikal yang kehadirannya diharapkan mahasiswa dan masyarakat Indonesia, serta peminat antropologi," kata Rendi, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Haji Tanjungpinang, Kepulauan Riau, pada peluncuran buku tersebut di kampus tersebut.
Buku itu mendapat tanggapan positif Ketua Stisipol Raja Haji Tanjungpinang Zamzami A Karim.
Zamzami mengatakan bahwa kajian yang dilakukan oleh Nicholas J Long dalam bukunya "Be Malay in Indonesia" sangat baik. Buku ini menunjukkan bagaimana Melayu dari sisi antropologi.
Kajian ini juga mengungkapkan kebiasaan dan adat istiadat suku Melayu di Indonesia khususnya di Kepulauan Riau.
"Kajian dalam buku ini juga mampu mengungkapkan kapasitas ekonomi masyarakat Melayu, termasuk perilaku dan sikap orang Melayu dalam perdagangan, apakah orang Melayu mampu menjalankan roda ekonomi lewat cara berdagangan atau tidak," katanya.
Nicholas J Long, antropolog yang juga penulis buku itu mengatakan dirinya mengkaji beberapa hal dalam suatu sistem kemelayuan khususnya Melayu di Kepulauan Riau. Seperti, perkembangan Provinsi Kepulauan Riau, sejarah, ekonomi, krisis sumber daya manusia dan bagaimana menjadi Melayu sebenarnya.
Ia mengatakan bahwa Melayu dengan kapasitasnya saat ini, setelah memiliki provinsi sendiri yaitu Provinsi Kepulauan Riau harusnya lebih membangun kekuatan demi kemajuan daerahnya sendiri.
"Dengan bertambahnya kekuatan ke daerahnya seperti sekarang ini seharusnya sadar akan kualitas mereka, dan siap untuk menjadi tokoh terdepan dalam membela melayu," katanya.
Di dalam buku yang diterbitkan oleh National University of Singapore, Nicholas juga menjelaskansikap ekonomi orang Melayu, dimulai dengan sebuah pertanyaan, mengapa yang hanya berdagang hanya orang Tionghoa, Jawa atau Minang, lalu mengapa orang Melayu kurang tampak secara signifikan kapasitas berdagangnya atau ke mana orang Melayu.
Dalam istilah Nicholas, "Malay are not very good at commerce", padahal sebenarnya orang Melayu memiliki kapasitas tentang itu.
Mungkin ada orang Melayu yang berhasil dalam dunia perdagangan akan tetapi tidak mau ditonjolkan selayaknya orang Tionghoa, Jawa dan orang Minang.
Kajian ini bukan merupakan sebuah propaganda negatif bagi orang Melayu, akan tetapi mampu menjadi sebuah cambuk dan masukan bagi orang Melayu untuk lebih sadar untuk bisa memajukan kapasitas perdagangan mereka.
Melayu sebenarnya memiliki khazanah kekayaan budaya yang luar biasa. Mulai dari kearifan sejarah, budaya dan juga keseniannya yang memiliki nilai estetika dan etika yang begitu tinggi.
Di dalam buku ini juga dijelaskan mengenai pantun yang merupakan salah satu tradisi lisan suku Melayu yang disadari atau tidak, tradisi lisan ini menjadikan sebuah tanda bahwa suku Melayu pernah ada di manapun tempat di seantero nusantara ini.
"Ketika pantun berkembang di daerah lain selain Kepulauan Riau, di situlah tanda bahwa pernah ada orang Melayu yang hidup dan berkembang. Pantun Melayu tak hanya sekadar karya sastra akan tetapi merupakan tradisi komunikasi lisan orang Melayu dalam tataran pergaulan. Sehingga, pantun Melayu dapat diucapkan dalam lingkup berkenalan, berkasih sayang, atau juga humoris," katanya.
Di Tanjungpinang khususnya, pantun Melayu dikembangkan lewat tradisi nikah kawin dan juga diadakan beberapa perlombaan berbalas pantun. Agar tradisi ini terus bertahan sampai kapanpun.
Buku ini diharapkan menjadi sebuah kajian konstruktif bagi suku Melayu itu tersendiri.
Dengan membaca buku ini, orang Melayu akan dapat semakin menyadari akan kondisi realitas secara objektif tentang Melayu.
Konsep-konsep dan temuan yang dikaji dalam buku ini dipandang akan mampu menyadarkan suku Melayu akan eksistensinya sebagai suatu suku bangsa yang ada di Indonesia.
Hal ini juga akan menguatkan kesadaran orang Melayu bahwa "Takkan Melayu itu Hilang di Bumi. Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan Melayu yang dijelaskan secara holistik dalam buku ini, orang Melayu akan mampu menjaga, mewarisi, melestarikan, dan mengembangkan diri dan budayanya sehingga tak akan kalah dengan suku bangsa lainnya di negara ini. (Antara)
Editor: Rusdianto