Tanjungpinang (Antaranews Kepri) - Sejak 2015 hingga Juli 2018, Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang mencatat sebanyak 164 anak-anak di usia 2 hingga 5 tahun, positif terkena virus penyakit Measles (campak) dan Rubella (MR). Namun, tidak sampai menyebabkan adanya korban jiwa.
"Penyakit yang ditimbulkan ialah kudis-kudis merah, diare berat, radang paru-paru dan sebagainya," kata Kadinkes Kota Tanjungpinang, Rustam, di Tanjungpinang, Sabtu.
Rustam menyatakan, 164 anak-anak tersebut terdiri dari 84 laki-laki dan 80 perempuan.
Dia menjelaskan, pihaknya telah mengirim sampel 164 anak ini dalam bentuk darah sebanyak 3 cc untuk di periksa di Laboratorium Nasional, Balitbang Kementerian Republik Indonesia. Tetapi, yang baru selesai diperiksa 36 orang.
"Hasilnya dua campak, 12 rubella dan 22 bukan campak maupun rubella. Sedangkan sisa 128 sampel kita masih belum terima hasilnya," jelasnya.
Menurut Rustam, penyakit MR dapat dilakukan pencegahan melalui vaksin MR. Sementara pengobatanya hingga kini, pihak kesehatan belum menemukan obat yang ampuh untuk penyembuhan penyakit tersebut.
"Pelaksanaan penyuntikan vaksin saat ini, baru 41 persen dari jumlah program sasaran sebanyak 56.031 anak-anak usia 9-15 tahun se-Kota Tanjungpinang hingga September 2018," pungkasnya.
Rustam turut merincikan jumlah campak dan rubella sejak 2015 berjumlah 34 orang, terdiri dari 16 laki-laki dan 18 perempuan. Pada 2016 sebanyak 51 orang, terdiri dari 34 laki-laki dan 17 perempuan. 2017 sebanyak 44 orang, terdiri dari 21 laki-laki dan 23 perempuan. Januari-Juli 2018 sebanyak 35 orang, terdiri dari 13 laki-laki dan 12 perempuan.
Fatwa MUI
Berdasarkan rilis yang disebarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepri Tjetjep Yudiana, Jumat (24/8).
Tiga hari setelah terbitnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 33 tahun 2018, Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, didampingi Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Anung Sugihantono, dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, menghadiri pertemuan yang mengundang semua Kepala Dinas Kesehatan dan Pimpinan MUI dari 34 Provinsi seluruh Indonesia.
Pertemuan yang diselenggarakan pada Kamis pagi (23/8) di Gedung Adhyatma Kementerian Kesehatan ini, dilakukan dalam rangka penyebarluasan informasi secara utuh kepada pemegang program kesehatan (khususnya terkait program imunisasi), di daerah serta masyarakat mengenai pentingnya mendapatkan imunisasi MR.
Seperti kita ketahui, dua hari lalu (21/8), MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 33 tahun 2018 yang menyatakan bahwa para ulama bersepakat untuk membolehkan (mubah) penggunaan vaksin Measles Rubella (MR) yang merupakan produk dari Serum Institute of India (SII) untuk program imunisasi saat ini. Keputusan ini didasarkan pada tiga hal, yakni kondisi 'dlarurat syar’iyyah', keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya menyatakan bahwa terdapat bahaya yang bisa timbul bila tidak diimunisasi, dan belum ditemukan adanya vaksin MR yang halal dan suci hingga saat ini.
Adanya Fatwa Nomor 33 tahun 2018 tersebut telah memberi kejelasan, sehingga tidak ada keraguan lagi di masyarakat untuk bisa memanfaatkan vaksin MR dalam program imunisasi yang sedang dilakukan saat ini, sebagai ikhtiar untuk menghindarkan buah hati dari risiko terinfeksi penyakit Campak dan Rubella yang bisa berdampak pada kecacatan dan kematian.
“Imunisasi sangat bermanfaat untuk menjauhkan kita dari mudarat (penyakit berbahaya) yang bisa mengancam jiwa anak-anak kita, melindungi generasi agar tumbuh menjadi bangsa yang sehat, cerdas dan kuat, serta membawa maslahat untuk umat,” tutur Menkes Nila Farid Moeloek.
Sinergi dalam semangat yang sama, yakni melindungi generasi pewaris negara dan menyehatkan masyarakat, bertepatan dengan keluarnya Fatwa MUI tersebut. Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo juga telah menerbitkan surat dukungan pelaksanaan imunisasi MR fase II kepada seluruh gubernur, bupati dan wali kota di 28 provinsi di luar Pulau Jawa.
Di samping itu, Kementerian Kesehatan juga akan terus mendukung dan mendorong para akademisi, peneliti dan ilmuwan untuk terus mencari dan menggali teknologi kesehatan dengan tetap menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan.
"Inilah hasil pertemuan yang saya hadiri di Kantor Kemenkes RI, Kamis kemarin," Kata Tjetjep Yudiana.
"Penyakit yang ditimbulkan ialah kudis-kudis merah, diare berat, radang paru-paru dan sebagainya," kata Kadinkes Kota Tanjungpinang, Rustam, di Tanjungpinang, Sabtu.
Rustam menyatakan, 164 anak-anak tersebut terdiri dari 84 laki-laki dan 80 perempuan.
Dia menjelaskan, pihaknya telah mengirim sampel 164 anak ini dalam bentuk darah sebanyak 3 cc untuk di periksa di Laboratorium Nasional, Balitbang Kementerian Republik Indonesia. Tetapi, yang baru selesai diperiksa 36 orang.
"Hasilnya dua campak, 12 rubella dan 22 bukan campak maupun rubella. Sedangkan sisa 128 sampel kita masih belum terima hasilnya," jelasnya.
Menurut Rustam, penyakit MR dapat dilakukan pencegahan melalui vaksin MR. Sementara pengobatanya hingga kini, pihak kesehatan belum menemukan obat yang ampuh untuk penyembuhan penyakit tersebut.
"Pelaksanaan penyuntikan vaksin saat ini, baru 41 persen dari jumlah program sasaran sebanyak 56.031 anak-anak usia 9-15 tahun se-Kota Tanjungpinang hingga September 2018," pungkasnya.
Rustam turut merincikan jumlah campak dan rubella sejak 2015 berjumlah 34 orang, terdiri dari 16 laki-laki dan 18 perempuan. Pada 2016 sebanyak 51 orang, terdiri dari 34 laki-laki dan 17 perempuan. 2017 sebanyak 44 orang, terdiri dari 21 laki-laki dan 23 perempuan. Januari-Juli 2018 sebanyak 35 orang, terdiri dari 13 laki-laki dan 12 perempuan.
Fatwa MUI
Berdasarkan rilis yang disebarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepri Tjetjep Yudiana, Jumat (24/8).
Tiga hari setelah terbitnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 33 tahun 2018, Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, didampingi Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Anung Sugihantono, dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, menghadiri pertemuan yang mengundang semua Kepala Dinas Kesehatan dan Pimpinan MUI dari 34 Provinsi seluruh Indonesia.
Pertemuan yang diselenggarakan pada Kamis pagi (23/8) di Gedung Adhyatma Kementerian Kesehatan ini, dilakukan dalam rangka penyebarluasan informasi secara utuh kepada pemegang program kesehatan (khususnya terkait program imunisasi), di daerah serta masyarakat mengenai pentingnya mendapatkan imunisasi MR.
Seperti kita ketahui, dua hari lalu (21/8), MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 33 tahun 2018 yang menyatakan bahwa para ulama bersepakat untuk membolehkan (mubah) penggunaan vaksin Measles Rubella (MR) yang merupakan produk dari Serum Institute of India (SII) untuk program imunisasi saat ini. Keputusan ini didasarkan pada tiga hal, yakni kondisi 'dlarurat syar’iyyah', keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya menyatakan bahwa terdapat bahaya yang bisa timbul bila tidak diimunisasi, dan belum ditemukan adanya vaksin MR yang halal dan suci hingga saat ini.
Adanya Fatwa Nomor 33 tahun 2018 tersebut telah memberi kejelasan, sehingga tidak ada keraguan lagi di masyarakat untuk bisa memanfaatkan vaksin MR dalam program imunisasi yang sedang dilakukan saat ini, sebagai ikhtiar untuk menghindarkan buah hati dari risiko terinfeksi penyakit Campak dan Rubella yang bisa berdampak pada kecacatan dan kematian.
“Imunisasi sangat bermanfaat untuk menjauhkan kita dari mudarat (penyakit berbahaya) yang bisa mengancam jiwa anak-anak kita, melindungi generasi agar tumbuh menjadi bangsa yang sehat, cerdas dan kuat, serta membawa maslahat untuk umat,” tutur Menkes Nila Farid Moeloek.
Sinergi dalam semangat yang sama, yakni melindungi generasi pewaris negara dan menyehatkan masyarakat, bertepatan dengan keluarnya Fatwa MUI tersebut. Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo juga telah menerbitkan surat dukungan pelaksanaan imunisasi MR fase II kepada seluruh gubernur, bupati dan wali kota di 28 provinsi di luar Pulau Jawa.
Di samping itu, Kementerian Kesehatan juga akan terus mendukung dan mendorong para akademisi, peneliti dan ilmuwan untuk terus mencari dan menggali teknologi kesehatan dengan tetap menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan.
"Inilah hasil pertemuan yang saya hadiri di Kantor Kemenkes RI, Kamis kemarin," Kata Tjetjep Yudiana.