Tanjungpinang (Antaranews Kepri) - Sejak 2014 hingga Juli 2018, tercatat sebanyak 1.445 kasus demam berdarah dengue (DBD) terjadi di Kota Tanjungpinang, .Provinsi Kepulauan Riau.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang, Rustam mengatakan, sejumlah penderita penyakit disebabkan virus dengue melalui vektor (perantara) nyamuk aedes SP terutama aedes aegypti itu, mendominasi usia 5 tahun hingga 9 tahun sekitar 33 persen dan umur 10 tahun hingga 15 tahun sekitar 25 persen.
"Kasus DBD selama 5 tahun terakhir yaitu, tahun 2014 (559 orang), tahun 2015 (358 orang), 308 tahun 2016 (308 orang), tahun 2017 (78 orang) dan tahun 2018 (142 orang)," ujar Rustam, ditemui di Tanjungpinang, Sabtu.
Rustam menjelaskan gejala maupun tanda-tanda seseorang menderita sakit DBD yakni, panas mendadak tinggi yang berlangsung 2 hingga 7 hari. Nyeri kepala, nyeri ulu hati, nyeri belakang bola mata, nyeri sendi dan nyeri otot. Kemudian, nafsu makan menurun, mual, nyeri tenggorokan serta susah buang air besar.
Baca juga: Pemkab Bintan Serukan Gotong Royong Cegah DBD
Lebih lanjut ia memaparkan, adanya tanda-tanda perdarahan berupa, bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah darah dan buang air besar berdarah. Selanjutnya, bisa terjadi syok yang ditandai dengan kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan penderita gelisah.
"Bila tidak ditangani segera, ini bisa menyebabkan kematian," jelas Rustam.
Untuk menurunkan angka DBD, Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungpinang telah berupaya melakukan pengendalian melalui peran maupun pemberdayaan masyarakat serta lintas sektor, di antaranya membentuk dan mengaktifkan juru pemantau jentik (jumantik) berjumlah 41 kader yang tersebar di 18 kelurahan se-Kota Tanjungpinang.
Kuncinya peran keluarga dalam melaksanakan gerakan 1 rumah 1 jumantik (G1R1J), untuk pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta menjaga kebersihan masing-masing rumah.
"Dengan cara menguras, menutup dan mendaur (3M) tempat air baik di dalam ruma maupun di luar rumah. Sehingga bebas dari jentik Nyamuk di lingkungan rumah warga," imbuhnya.
"Motonya, tidak ada jentik maka tidak ada nyamuk. Tidak ada nyamuk maka tidak ada DBD," ujarnya lagi.
Baca juga: Masyarakat diimbau tetap waspadai DBD
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang, Rustam mengatakan, sejumlah penderita penyakit disebabkan virus dengue melalui vektor (perantara) nyamuk aedes SP terutama aedes aegypti itu, mendominasi usia 5 tahun hingga 9 tahun sekitar 33 persen dan umur 10 tahun hingga 15 tahun sekitar 25 persen.
"Kasus DBD selama 5 tahun terakhir yaitu, tahun 2014 (559 orang), tahun 2015 (358 orang), 308 tahun 2016 (308 orang), tahun 2017 (78 orang) dan tahun 2018 (142 orang)," ujar Rustam, ditemui di Tanjungpinang, Sabtu.
Rustam menjelaskan gejala maupun tanda-tanda seseorang menderita sakit DBD yakni, panas mendadak tinggi yang berlangsung 2 hingga 7 hari. Nyeri kepala, nyeri ulu hati, nyeri belakang bola mata, nyeri sendi dan nyeri otot. Kemudian, nafsu makan menurun, mual, nyeri tenggorokan serta susah buang air besar.
Baca juga: Pemkab Bintan Serukan Gotong Royong Cegah DBD
Lebih lanjut ia memaparkan, adanya tanda-tanda perdarahan berupa, bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah darah dan buang air besar berdarah. Selanjutnya, bisa terjadi syok yang ditandai dengan kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan penderita gelisah.
"Bila tidak ditangani segera, ini bisa menyebabkan kematian," jelas Rustam.
Untuk menurunkan angka DBD, Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungpinang telah berupaya melakukan pengendalian melalui peran maupun pemberdayaan masyarakat serta lintas sektor, di antaranya membentuk dan mengaktifkan juru pemantau jentik (jumantik) berjumlah 41 kader yang tersebar di 18 kelurahan se-Kota Tanjungpinang.
Kuncinya peran keluarga dalam melaksanakan gerakan 1 rumah 1 jumantik (G1R1J), untuk pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta menjaga kebersihan masing-masing rumah.
"Dengan cara menguras, menutup dan mendaur (3M) tempat air baik di dalam ruma maupun di luar rumah. Sehingga bebas dari jentik Nyamuk di lingkungan rumah warga," imbuhnya.
"Motonya, tidak ada jentik maka tidak ada nyamuk. Tidak ada nyamuk maka tidak ada DBD," ujarnya lagi.
Baca juga: Masyarakat diimbau tetap waspadai DBD