Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menginginkan kalangan petani garam dapat benar-benar dilibatkan dalam melaksanakan kebijakan impor garam agar langkah yang diambil dapat benar-benar diterima secara luas.

"Temui petani garam, agar tahu apa yang terjadi di lapangan, di mana garam petani itu numpuk, tidak terserap," kata Slamet dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, terkait produksi garam, pemerintah diharapkan agar jangan langsung main impor atau memaksakan kebijakan impor garam karena dinilai tidak menjadi solusi atas kebutuhan yang terjadi saat ini.



Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menjelaskan, meski pada akhirnya ketercukupan garam tersebut tidak terpenuhi, maka pemerintah harus terlebih dahulu membentuk regulasi tentang bagaimana caranya garam petani dapat terserap.

"Kekurangannya baru diimpor. Asumsi mereka melakukan impor kan karena kebutuhan belum terpenuhi, tapi anehnya fakta di lapangan mengatakan bahwa petani garam mengeluh harganya jatuh dan stok di lapangan tidak terserap, berarti ada sesuatu yang tidak menyambung," ujar Slamet.

Slamet mendorong agar pemerintah benar-benar berorientasi dalam rangka memberdayakan petani garam sehingga hasil produksi mereka dapat terserap terlebih dahulu.

Selain itu, ujar dia, Pemerintah pun harus hadir bila kualitas garam petani dianggap belum memenuhi standar industri.

"Beri petani kita bimbingan, pendampingan dan pemberdayaan. Bukan dengan solusi impor. Karena misi pemerintah harus menyejahteraan rakyat yang dalam hal ini adalah para petani garam," katanya.

Bahkan bila perlu, lanjut Slamet, layak untuk dilakukan pembahasan tentang pembentukan Dewan Garam Nasional (DGM) yang berfungsi untuk mengawasi bagaimana perjalanan garam di Indonesia.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (Pugar) sejak tahun 2016 merupakan solusi permasalahan garam rakyat di sektor hulu.

Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Aryo Hanggono menyatakan, melalui program Pugar, KKP juga telah berhasil meningkatkan kualitas garam menjadi bersih dan kandungan NaCl-nya naik menjadi 91 persen.

Meskipun hal ini, masih menurut dia, masih kurang maksimal sehingga diperlukan pembangunan infrastruktur washing plant. "Kalau garam kita yang kualitas 2, kita cuci (NaCl-nya) bisa sampai 99 persen. Target KKP saat ini adalah meningkatkan kualitas garam rakyat untuk menjadi garam industri yang dapat disalurkan ke industri aneka pangan," katanya.

Aryo mengingatkan bahwa pada saat ini, impor garam untuk industri aneka pangan masih membutuhkan sekitar 600.000 ton.

Ia juga menyebut, tingginya permintaan garam untuk bahan baku di industri manufaktur inilah yang membuat Indonesia harus mengimpor garam. Kuota yang diberikan pada tahun 2020 ini mencapai 2,9 juta ton.

Menurut Aryo, hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk terus memperbaiki kualitas produksi garam rakyat agar dapat menutupi kebutuhan garam industri dalam negeri hingga dapat bersaing di pasar yang lebih luas. "Antara yang diimpor dengan yang disediakan oleh tambak rakyat ada perbedaan kualitas. Kandungan NaCl kita hanya mampu di 91 persen, belum mampu untuk memenuhi spek industri," katanya.
 

Pewarta : M Razi Rahman
Editor : Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024