Melihat tradisi Pukul Manyapu di Maluku Tengah

id Ambon, Maluku, Mamala, Morella, Pukul Sapu, Pukul Manyapu, 7 Syawal 1445 hijriah

Melihat tradisi Pukul Manyapu di Maluku Tengah

Tradisi pukul manyapu di Negeri (Desa) Mamala Maluku Tengah (Antara/Dedy Azis)

Ambon (ANTARA) - Gubernur Maluku Murad Ismail mengajak semua pihak di provinsi itu menjaga kelestarian tradisi Pukul Manyapu atau Baku Pukul Sapu Lidi di Negeri Mamala dan Morella Maluku Tengah.

Hal itu diutarakan Gubernur Murad saat membuka tradisi Pukul Manyapu dalam rangka memperingati 7 Syawal 1445 Hijriah di Negeri Mamala, Maluku Tengah.

Tradisi bambu gila sebelum pukul manyapu di Negeri Morella Maluku Tengah (Antara/Dedy Azis)

Baku Pukul Manyapu sendiri menurut sejarahnya diciptakan oleh seorang tokoh Islam dari Maluku bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan atas keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 7 Syawal.

Tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah perjuangan Kapitan Telukabessy dengan pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16 di Kerajaan Tanah Hitu. Pasukan pimpinan Kapitan Telukabessy ini bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapahaha dari serbuan VOC, meskipun pada akhirnya harus mengalami kekalahan dan Benteng Kapahaha berhasil ditaklukkan. Untuk menggambarkan kekalahan tersebut, pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk diri hingga berdarah.

Tradisi ini dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat di Negeri Morela dan Mamala. Baku Pukul Manyapu dilakukan oleh para pemuda yang dibagi dalam dua kelompok, setiap kelompoknya berjumlah 20 orang. Kedua kelompok dengan seragam yang berbeda itu akan saling bertarung satu sama lain.

Kelompok satu menggunakan celana berwarna merah atau putih, sedangkan kelompok lainnya menggunakan celana berwarna hijau atau biru. Peserta juga diwajibkan menggunakan ikat kepala untuk menutupi telinga agar terhindar dari sabetan lidi. Alat pukul dalam tarian ini adalah lidi dari pohon enau dengan panjang sekitar 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul dalam tradisi ini adalah dari dada hingga perut.

Ketika atraksi dimulai, kedua kelompok akan saling berhadapan dengan memegang lidi enau di kedua tangan. Ketika suara peluit mulai ditiup sebagai tanda pertandingan dimulai, kemudian kedua kelompok ini secara bergantian saling pukul menggunakan lidi tersebut.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE