Jauh sebelum hari ini, pada 1987 Raja Dangdut Rhoma Irama memopulerkan lagu berjudul "Judi".
"Judi, menjanjikan kemenangan. Judi, menjanjikan kekayaan," demikian lirik awal lagu Judi itu.
Judi memang banyak bentuknya, mulai dari sekadar undian, taruhan dalam pertandingan olahraga, sabung ayam di pasar-pasar, hingga berbagai permainan di kasino-kasino.
Praktik judi yang merupakan penyakit masyarakat terus bertransformasi dalam berbagai bentuk permainan. Intinya tetap sama, menjanjikan kemenangan, menjanjikan kekayaan, seperti lirik lagu dangdut itu.
Jika dulu orang harus pergi ke tempat tertentu untuk bermain judi, ke pasar untuk sabung ayam atau melempar dadu, kini judi sudah masuk ke bilik-bilik kamar semua orang. Bahkan, toilet di rumah, menjadi tempat yang nyaman bagi pecandu judi online.
Ya, bagi laki-laki pecandu judi online yang takut ketahuan dan dimarahi istri, maka toilet menjadi tempat aman untuk mengadu nasib melalui telepon seluler pintar. Judi online jadi leluasa menyelusup ke tempat tersembunyi yang paling pribadi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika, kini Kementerian Komunikasi Digital, pernah menyebutkan bahwa judi online mulai marak saat Pandemi COVID-19. Saat itu, lockdown. Hampir semua orang tidak bisa keluar rumah. Bosan terus menerus berada di dalam rumah, orang-orang mulai iseng, lalu mencoba judi online.
Awal iseng, hanya bertaruh Rp10.000, menang (untung) Rp5.000, kemudian menaikkan taruhan, tapi kalah, bertubi-tubi.
Fakta itu sudah diingatkan oleh lagu dangdut Kak Rhoma. "Bohong. Kalaupun kau menang, itu awal dari kekalahan. Bohong. Kalaupun kau kaya, itu awal dari kemiskinan".
Rasa penasaran untuk menang judi membuat candu. Kalau dalam dunia narkoba ada fase seseorang berada dalam keadaan sakau, begitu pula dengan judi. Para pecandu merasa tersiksa kalau tidak bermain lagi, dengan motif, "Siapa tahu kali ini menang". Suara jiwa "Siapa tahu...." itu selalu datang untuk mengajaknya kembali bermain.
Di balik fakta sosial seseorang terjerumus dalam kolam candu judi itu, ada persoalan psikologis yang mestinya menjadi perhatian semua pemangku kepentingan di negeri ini.
Mirip juga dengan orang yang kecanduan narkoba, mereka sejatinya sedang terjangkit penyakit kemelekatan jiwa pada sesuatu yang sulit lepas dari keinginan untuk mencoba berjudi lagi. Di sisi lain, sebetulnya, mereka juga tahu bahwa semua bentuk perjudian, pemain tidak akan pernah beruntung. Kemenangan hanya berpihak kepada bandar.
Dengan kesadaran bahwa para pecandu sedang sakit (jiwanya), maka penanganan masalah ini akan lebih komprehensif dan lebih menyentuh aspek terdalam yang menggerakkan seseorang untuk berjudi, bahkan yang dulunya orang baik-baik saja, sulit berhasil mengentaskan diri dari kubangan candu itu.
Terkait peran psikiater atau psikolog dalam menangani masalah ini, tentu harus ada inisiatif dari para pecandu atau keluarga untuk datang berkonsultasi kepada orang yang ahli mengenai terapi masalah jiwa.
Untuk menjalani terapi psikologis ini, kini masyarakat tidak perlu bingung. Rumah sakit-rumah sakit milik pemerintah daerah sudah banyak yang membuka poli jiwa, bahkan di beberapa daerah, poli itu sudah ada di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) atau layanan kesehatan di tingkat kecamatan. Pelayanan kesehatan jiwa ini merupakan amanah UU Nomor 18 Tahum 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Untuk menjangkau pemahaman bahwa kecanduan judi online ini sudah masuk pada kategori dalam penyakit kejiwaan, yang dalam UU Nomor 18 Tahum 2014 disebut sebagai Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK), perlu kepedulian semua pihak.
Para pecandu judi online, termasuk keluarga terdekatnya, perlu diberi pengertian mengenai ODMK, sehingga mereka tergerak untuk datang berkonsultasi ke psikiater atau psikolog.
Di luar peran ilmu ahli jiwa ini, ada terapi alternatif yang di kota-kota besar banyak praktisi membuka praktik untuk mengatasi masalah jiwa ini, yakni hipnoterapi. Teknik ini, prosesnya relatif lebih cepat karena para terapis biasanya menggunakan teknik masuk ke pikiran bawah sadar untuk memutus seseorang dari ketertarikan pada sesuatu, termasuk untuk berjudi.
Penindakan
Semua pihak tidak meragukan komitmen pemerintah bersama aparat penegak hukum untuk menyelamatkan rakyatnya dari jeratan judi online.
Sudah banyak kasus judi online yang diungkap, seperti yang dilakukan oleh personel Polda Metro Jaya di satu rumah toko di Bekasi Selatan, baru-baru ini. Sebelumnya, Kementerian Kominfo sudah memblokir ratusan ribu situs judi online. Aparat kepolisian pun juga menangkap ratusan pekerja judi online di dalam dan luar negeri. Bahkan belasan hingga puluhan selebgram ditangkap karena ikut mempromosikan judi online.
Terkait transisi pemerintahan, pemberantasan judi juga masuk dalam isu di Asacita Presiden Prabowo Subianto. Dalam beberapa kesempatan, Presiden menegaskan sikapnya untuk menumpas praktik judi online.
Hanya saja, layaknya hukum ekonomi, selama permintaan masih banyak, maka bandar judi online akan terus bermunculan untuk memanfaatkan momen demi mereguk untung besar.
Maka, selain memberantas judi online dari sisi bandar dan jaringannya, perlu juga pencegahan dan penanganan yang menyentuh para pecandu.
Duta
Selain penindakan dan pencegahan lewat penanganan kejiwaan, kita juga membutuhkan "duta-duta" antijudi online untuk terus menerus memberikan edukasi kepada masyarakat terkait buruknya dampak permainan yang berawal dari iseng ini. Tidak perlu aktris, siapa saja yang dianggap memiliki pengaruh di masyarakat bisa menjadi duta untuk mengingatkan kita agar menjauhi judi.
Sebagaimana promosi judi online masif di media sosial, maka edukasi antijudi online juga harus dibuat semarak, dengan tampilan semenarik mungkin, agar pesannya sampai ke sasaran.
Selain itu, peranan keluarga dan masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk membantu seseorang yang kecanduan judi online ini terlepas dari jeratan. Apalagi, keluarga menjadi pihak yang paling terdampak dari perilaku para pejudi, terutama pada saat para penagih utang mulai menyambangi rumah.
Untuk para istri atau suami dari pecandu judi online, mari luangkan waktu bersama keluarga. Sekadar berkumpul di kamar dengan anak-anak, bermain ludo, atau berbagai permainan menyenangkan lainnya adalah salah satu cara untuk mengalihkan perhatian. Pada momen itu, mereka bisa berbicara dari hati ke hati untuk mencari solusi bersama dengan menjauhkan sikap saling menghakimi. Pada saat seperti itu, jauhkan juga ponsel, agar si pecandu berjeda sejenak dengan pikiran dan jiwanya untuk berjudi.
Bagi masyarakat, perlu diramaikan kembali taman-taman atau ruang terbuka hijau dengan berbagai aktivitas. Kegiatan-kegiatan di tingkat RT atau RW, termasuk bermain badminton, voli, futsal, dan lainnya, juga bisa mengalihkan perhatian para pecandu dari godaan judi.
Semakin banyak waktu dihabiskan bersama-sama, maka waktu iseng main judi online akan semakin sempit. Keadaan ini bisa membuat para pecandu mampu mengatasi rasa "sakau" sebagai pelaku judi online.
Kalau semua pecandu sudah tidak lagi tertarik pada semua jeratan bandar, maka judi online itu tidak akan laku. Bangsa kita bisa melenggang maju mencapai Indonesia Emas 2045.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peran keluarga dan perlunya ke psikiater atasi judi online
Keterangan : Isi dan maksud tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi
Berita Terkait
Pemkot dan RSBP Batam perkuat kerja sama penanganan ODGJ
Sabtu, 30 November 2024 12:09 Wib
Pemkab Natuna siapkan konselor hukum tangani kasus anak
Jumat, 29 November 2024 9:45 Wib
Polda Kepri ungkap modus baru judi online sasar komunitas motor
Senin, 25 November 2024 10:33 Wib
Polda Kepri gerebek apartemen tempat judi daring di Batam
Jumat, 22 November 2024 19:58 Wib
960.000 pelajar dan mahasiswa terlibat judi online
Kamis, 21 November 2024 15:20 Wib
Polisi ringkus 15 anggota ormas pelaku perusakan gelper di Pekanbaru
Rabu, 20 November 2024 10:32 Wib
Satgasgakkum Astacita Polda Kepri ungkap 29 kasus pidana menonjol di masyarakat
Selasa, 19 November 2024 18:23 Wib
Kasus prajurit gunakan uang satuan buat judi daring masuk sidang
Jumat, 15 November 2024 15:25 Wib
Komentar