Batam (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) membangun sinergi antara hukum dan bisnis guna mewujudkan kepastian usaha berintegritas di wilayah tersebut.
Sinergitas itu dibahas dalam forum diskusi terarah (FGD) dengan tema “Mitigasi risiko pidana dalam kontrak bisnis: strategi pencegahan dan penanganan” bersama Pertamina di Batam, Kamis.
Dalam FGD tersebut, Kepala Kejati Kepri J. Devy Sudarsono menekan pentingnya kolaborasi antara dunia usaha dan aparat penegak hukum dalam menciptakan iklim investasi yang sehat dan berintegritas.
“Dinamika dunia bisnis saat ini bergerak dengan kecepatan dan kompleksitas yang luar biasa. Setiap transaksi, kontrak dan kerja sama bisnis tidak hanya berbicara tentang ekonomi, tapi juga mengandung potensi risiko hukum,” kata Devy.
Menurut dia, risiko hukum ini harus diantisipasi secara cermat. Namun, kerap kali batas antara pelanggaran administratif, perdata dan pidana menjadi kabur. Kondisi ini menuntut adanya pemahaman bersama agar pelaku usaha yang beritikad baik tidak menjadi korban dari ketidakpastian hukum .
Devy menyampaikan, bagi korporasi strategis seperti PT Pertamina, tantangan ini sangat nyata mengelola aset negara, bekerja lintas sektor, dan lintas negara, sembari memastikan bahwa setiap langkah bisnis tetap berada dalam koridor hukum.
Baca juga: BKKBN Kepri gencarkan sosialisasi kontrasepsi sterilisasi MOW, MOP
“Tanggung jawab kami bukan menegakkan hukum secara tegas, tapi juga memastikan hukum ditegakkan dengan adil, proporsional, dan memberikan kepastian bagi dunia usaha,” ujarnya.
Devy juga menegaskan, penegakan hukum harus menjadi pelindung kegiatan ekonomi yang sehat, bukan penghambatnya.
“Hukum harus hadir untuk menciptakan kepastian dan rasa aman bagi pelaku usaha yang beritikad baik,” kata Devy.
Dia menambahkan, strategi mitigasi yang matang mulai dari penyusunan kontrak, pengawasan, pelaksanaan hingga mekanisme penyelesaian sengketa risiko dapat meminimalisir kontrak bisnis berujung pidana.
Chief Legal Counsel PT Pertamina (Persero) Joko Yuhono menyampaikan di era keterbukaan dan penegakan hukum yang semakin ketat, setiap keputusan bisnis bisa berpotensi dipersoalkan secara hukum, termasuk dalam ranah pidana.
Dijelaskannya, kontrak bisnis adalah private law instrumen-mengikat secara perdata antara para pihak. Namun, dalam praktik ketidakhati-hatian atau penyimpangan dalam pelaksanaan kontrak dapat menimbulkan konsekuensi pidana.
“Tujuan FGD ini untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas kami dalam mengenali batas tipis antara pelanggaran kontrak dan tindak pidana, agar kegiatan bisnis tetap berada di jalur hukum yang benar,” kata Joko.
Baca juga: Lanal Ranai miliki 2 pos di Pulau Terluar Indonesia

Komentar