UPTD PPA Kepri tangani 350 kasus kekerasan anak dan perempuan sepanjang 2025

id kasus kekerasan anak dan perempuan, uptd ppa kepri,pemprov kepri

UPTD PPA Kepri tangani 350 kasus kekerasan anak dan perempuan sepanjang 2025

Kepala UPTD PPA Kepri Sandra Liza. ANTARA/Ogen

Tanjungpinang (ANTARA) - Unit Pelayanan Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menangani 350 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan 386 korban sepanjang tahun 2025.

Kepala UPTD PPA Kepri Sandra Liza mengatakan jumlah kasus kekerasan terus meningkat dalam tiga tahun terakhir, yang didominasi kasus kekerasan seksual dengan korban anak-anak.

"Bahkan yang paling memprihatinkan, 80 persen pelaku kekerasan justru berasal dari lingkungan keluarga atau orang terdekat korban, sehingga menimbulkan trauma berkepanjangan," kata Sandra di Tanjungpinang, Senin.

Baca juga: Pemprov Kepri serahkan SK pengangkatan 1.499 PPPK paruh waktu tahun 2025

Sandara memerinci jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak di Kepri hingga Oktober 2025, antara lain kekerasan seksual dengan 163 kasus, lalu kekerasan fisik 103 kasus, psikis 66 kasus, eksploitasi dua kasus, perdagangan orang 39 kasus, penelantaran 16 kasus dan kasus lainnya 30 kasus.

Kasus-kasus tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Kepri. Kota Tanjungpinang menjadi salah satu daerah dengan peningkatan kasus tertinggi tahun ini yang mencapai 84 kasus.

Sandra juga berharap masyarakat lebih proaktif dan berani melapor ketika mengalami kasus kekerasan anak maupun perempuan. Laporan dapat disampaikan langsung ke kantor UPTD PPA provinsi dan kabupaten/kota atau melalui telepon/WhatsApp.

“Perlindungan perempuan dan anak bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab kita bersama. Jangan diam saat melihat kekerasan terjadi,” ujarnya.

Baca juga: Pemkab Natuna dan Kepolisian bersinergi cegah kekerasan pada perempuan

Lanjutnya menyampaikan Pemerintah Provinsi Kepri melalui UPTD PPA terus melakukan berbagai langkah perlindungan dan pendampingan korban sesuai amanat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Perlindungan Anak, dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

UPTD PPA pun memastikan korban mendapatkan layanan pendampingan sesuai standar, mulai dari bantuan medis, psikologis, hukum, hingga perlindungan sementara.

"Pendekatan yang digunakan berbasis trauma informed care agar proses pemulihan korban lebih efektif dan humanis," ucapnya.

Sandra turut menegaskan tak ada ruang mediasi khusus kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Kekerasan seksual adalah pidana murni, bukan delik aduan.

"Kalau sudah ada bukti visum, kasus harus diproses hukum,” katanya menegaskan.

Baca juga: Amsakar nilai naiknya PMDN pertanda investor lokal menguat

Pewarta :
Editor: Laily Rahmawaty
COPYRIGHT © ANTARA 2025


Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE