Batam (ANTARA) - Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Kepri) tengah mengusut dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap tujuh Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dideportasi dari Malaysia pada Kamis (11/12).
Kasubdit IV PPA dan TPPO Ditreskrimum Polda Kepri AKBP Andyka Aer mengatakan pihaknya menerima informasi pemulangan tujuh PMI tersebut dari KJRI Johor Bahru dan Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Kepulauan Riau (BP3MI Kepri), selanjutnya dilakukan penjemputan dan permintaan keterangan.
“Ketujuh PMI sudah kami terima dari KJRI Johor Bahru, kami lakukan pendalaman untuk mengetahui apakah ada tindak pidana tersebut (TPPO),” kata Andyka di Batam, Sabtu.
Dia mengatakan dari tujuh PMI atau WNI yang dideportasi tersebut, dua di antaranya diduga pelaku, sedangkan lima orang lainnya korban (PMI).
“Diduga dua pelakunya,” ujarnya.
Dugaan TPPO ini diketahui setelah tujuh PMI diselamatkan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) atau Polisi Maritim Malaysia karena kapalnya mengalami kecelakaan laut akibat dihantam ombak di perairan perbatasan antara Kepri dan Malaysia pada akhir November 2025.
Setelah dievakuasi, APMM berkoordinasi dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru terkait keberadaan tujuh WNI tersebut.
Diketahui bahwa lima dari tujuh orang tersebut hendak masuk ke Malaysia dengan cara ilegal, dua orang lainnya merupakan pihak yang dibayar untuk mengantarkan masuk ke Malaysia.
Kepala BP3MI Kepri Imam Riyadi menyebut, hasil pemeriksaan kapal tersebut awalnya memuat delapan orang, terdiri atas enam orang diduga korban, dan dua orang diduga pelaku.
Saat kapal mereka kandas di tengah laut perbatasan Malaysia, satu orang penumpang kapal tidak berhasil diselamatkan.
“Jadi totalnya delapan orang tapi yang berhasil diselamatkan tujuh orang. Mayat tanpa identitas ditemukan telah meninggal dunia di perairan Batu Ampar oleh KSOP diduga rangkaian dari kejadian ini,” ujarnya.
Dari keterangan para korban, kata Imam, diperoleh informasi bahwa para korban membayar sebesar Rp5 sampai Rp7 juta kepada para pelaku untuk bisa masuk ke Malaysia.
“Mereka membayar Rp5 juta sampai Rp7 juta kepada pelaku yang memberangkatkan untuk masuk ke Malaysia,” katanya.
Imam menegaskan pihaknya bersama Polda Kepri mengusut sindikat yang memberangkatkan PMI lewat jalur “belakang” atau ilegal ini hingga tidak terulang lagi kejadian serupa.
Adapun para korban bukanlah warga Kepri, hampir semuanya berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Sementara pelaku berasal dari Aceh.
“Pelaku dari Aceh, korban dari NTT. Kapal ini diberangkatkan dari Batam, mereka membayar Rp5 juta sampai Rp7 juta untuk menyeberang ke Malaysia,” kata Imam.

Komentar