Hingga Januari, Ditemukan 234 Kasus DBD di Kepri

id DBD

Hingga Januari, Ditemukan 234 Kasus DBD di Kepri

Seorang anak berusaha menutupi hidungnya ketika berlangsungnya pengasapan (fogging) guna mencegah berkembangnya wabah demam berdarah dengue (DBD) di kawasan padat penduduk. (FOTO ANTARA/M Risyal Hidayat)

Tanjungpinang (Antaranews Kepri) - Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau mencatat sepanjang Januari 2019 ini, sebanyak 234 Kasus Demam Berdarah Dangue (DBD) terjadi di wilayah Kepri. 

"Dua di antaranya meninggal dunia," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepri Tjetjep Yudiana di Tanjungpinang, Senin (4/2).

Tjetjep mengatakan jumlah tersebut berdasarkan laporan kasus DBD yang diterima dari seluruh kabupaten/kota se-Kepri sejak 1 hingga 28 Januari 2019. 

Ia memaparkan di Batam telah terjadi sebanyak 83 kasus, satu di antaranya meninggal dunia. Kemudian Tanjungpinang 74 kasus, satu meninggal dunia. Karimun 41 kasus, Bintan 30 kasus dan kabupaten Lingga 6 kasus.

Sedangkan untuk kabupaten Natuna dan Anambas, kata Tjetjep, masih nol kasus atau belum ditemukannya penderita DBD.

"DBD ini harus kita cegah penyebarannya, jangan sampai bertambah kasus yang terjadi," ucapnya.

Menurut Tjetjep, salah satu upaya mencegah DBD adalah menjaga lingkungan agar tetap bersih dengan 3M Plus, yaitu menutup semua tampungan air atau sumber air, menguras bak mandi, dan mendaur ulang barang bekas.

"Program yang dikampanyekan oleh Kementerian Kesehatan ialah upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) agar nyamuk aedes tidak bisa berkembang dan menularkan penyakit," ungkapnya.

Menurutnya, nyamuk aedes menjadikan genangan air yang bersih untuk berkembang biak, oleh karena itu tampungan air di ember atau bak kamar mandi jangan terlalu lama didiamkan.

Menguras bak mandi secara rutin sangat membantu dalam mencegah adanya jentik nyamuk yang hidup di dasar kolam. Jika ada kolam di taman sebaiknya ditaruh ikan pemakan jentik seperti ikan mujair atau cupang.

Selain itu, lanjutnya, perhatikan pula berbagai barang bekas, seperti ember, kaleng, atau ban yang bisa saja menampung air ketika hujan datang. Segera buang air tersebut agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.

"Ini siklus lima tahunan, sehingga kita terus berupaya menekannya dengan terus mensosialisasikan ke masyarakat untuk membiasakan pola hidup sehat dan bersih," tutur Tjetjep.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE