DLHK: Perusahaan Tambang Bauksit Tidak Miliki UKL

id tambang,bauksit,ukl,upl,ruwa,dinas,lingkungan,hidup

DLHK: Perusahaan Tambang Bauksit Tidak Miliki UKL

Pertambangan Bauksit di Kabupaten Bintan (Nikolas)

Bintan (Antaranews Kepri) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau menyatakan seluruh perusahaan pertambanhan bauksit di Kabupaten Bintan tidak memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Bintan dan Tanjungpinang, Ruwa, di Bintan, mengatakan, seluruh kegiatan pertambangan seharusnya memiliki dokumen UKL-UPL.

"Dari hasil verifikasi lapangan, tidak ada satu pun perusahaan yang memilikinya, kecuali surat dari kecamatan," ujarnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Antara dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebanyak 19 perusahaan yang melakukan pertambangan bauksit terlibat dalam kerusakan hutan dan lingkungan hidup. Tim penegakkan hukum KLHK mengantongi nama perusahaan-perusahaan tersebut.

"KLHK akan menindaklanjuti hasil pengumpulan data dan keterangan tersebut untuk dilakukan proses hukum selanjutnya," tegasnya.

Ruwa mengemukakan permasalahan pertambangan bauksit di Bintan semakin mendapat sorotan pusat. Setelah tim penegakan hukum melakukan pengumpulan data dan keterangan, petugas kementerian lainnya juga turun ke Bintan.

Hari ini tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan tiba di Bintan, setelah kemarin tim dari Kementerian ESDM turun ke lokasi bauksit.

"Semua kementerian terkait sepertinya turun ke Bintan. Hari ini kami rapat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan," ucapnya.

Beberapa hari lalu Lembaga Swadaya Masyarakat Kelompok Diskusi Anti 86 melaporkan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun dan Bupati Bintan Apri Sujadi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi terkait pemberian ijin pertambangan bauksit di daerah tersebut.

Ketua Kelompok Diskusi Anti 86, Ta'in Komari, mengatakan, surat dengan nomor 011/LP/KODAT-86/16/2/2019 meminta KPK menangani permasalahan pertambangan di Bintan yang saat ini menimbulkan polemik, merusak hutan dan merusak lingkungan.

"Kegiatan ilegal itu menimbulkan  kerugian negara dan masyarakat," tegasnya.

Gubernur Nurdin Basirun dan sejumlah pejabat di Dinas ESDM dan Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) memberi ijin kepada belasan perusahaan yang bukan perusahaan tambang bauksit untuk mengeksploitasi lahan pada sejumlah kawasan di Bintan.

Ijin khusus yang diberikan oleh Dinas PTSP dan Dinas ESDM Kepri sebagai pintu masuk lahirnya surat-surat lainnya yang dikeluarkan hingga di tingkat dinas dan kecamatan di Kabupaten Bintan. Surat keputusan tersebut pula melahirkan aktivitas pertambangan di kawasan hutan di pulau-pulau, dan sejumlah lokasi yang menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan.

Bahkan aktivitas pertambangan juga dilakukan di dekat pemukiman warga. Sementara aktivitas pengangkutan bauksit, terutama di pelabuhan tempat kapal bersandar menyebabkan pencemaran laut.

"Dari penelusuran kami, ditemukan sejumlah dokumen yang mengarah pada kongkalikong antara pengusaha dengan oknum di pemerintahan, yang melahirkan ijin khusus yang diberikan kepada perusahaan untuk melakukan pertambangan. Jalan pintas untuk menambang dilakukan seolah-olah perusahaan yang akan membangun taman, kolam ikan, gudang dan lain-lain itu mendapatkan batu bauksit saat mengerjakan kegiatan tersebut," ujarnya.

Ia membeberkan sejumlah fakta bahwa aktivitas tambang dilakukan sebelum ijin diberikan. Hal itu memperkuat dugaan bahwa perusahaan tersebut tidak semata-mata berniat membangun taman, kolam ikan, kolam air bersih maupun gudang, melainkan mengincar batu bauksit, yang dijual kepada PT Gunung Bintan Abadi yang mendapat kuota ekspor ke China seberat 1,6 juta ton.

"Kondisi sekarang lokasi yang ditambang rusak parah. Bagaimana mungkin membangin kolam ikan, contohnya di lokasi bauksit? Ikan tidak akan hidup di dalam kolam yang mengandung kadar besi, aluminium dan zat lainnya," katanya.

Ta'in menduga Surat Keputusan Gubernur Kepri sebagai pintu masuk lahirnya surat keputusan lainnya, seperti pemberian kuota kepada PT Gunung Bintan Abadi seberat 1,6 juta ton bauksit, yang menyebabkan aktivitas pertambangan seolah-olah legal. Padahal pihak perusahaan harus mengantongi UKL/UPL.

"Ada apa dengan gubernur dan bupati serta jajarannya yang terkait kasus ini? Kami berharap ini menjadi atensi negara," katanya. (Antara)

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE